Liputan6.com, Jakarta Para sopir truk di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur dan Cibitung, Bekasi yang biasa mengangkut berbagai hasil komoditas petani-petani dari daerah-daerah lain mengeluhkan kebijakan Zero ODOL atau Over Dimension Over Load yang rencananya yang mulai diimplementasikan awal 2023 mendatang.
Baca Juga
Pasalnya, kebijakan tersebut jelas akan mempengaruhi mata pencaharian mereka jika pemerintah tidak lagi mengizinkan truk-truk di kedua pasar induk yang hampir semuanya truk ODOL untuk beroperasi.
Advertisement
“Kalau kebijakan Zero ODOL itu diterapkan dan truk-truk kami tidak diizinkan lagi beroperasi, kami kan jelas akan kehilangan pekerjaan yang menjadi mata pencaharian kami sehari-hari. Keluarga kami juga tidak lagi bisa makan karena tidak ada lagi uang yang bisa diberikan kepada mereka,” ujar salah satu sopir truk asal Palembang, Jhonny, ditulis, Kamis (15/12/2022).
Sementara, kata pria yang saat itu tengah membawa komoditas nanas dari Palembang ke Pasar Kramat Jati ini, jika bak truk yang dibawanya itu dipotong, muatan yang dibawa juga pasti akan berkurang.
“Masalahnya, para petani atau pengirim barang mau tidak jika ongkosnya tidak dikurangi? Bisa dipastikan mereka tidak akan mau dan pasti akan mengurangi ongkos kirimnya karena menganggap barang yang dibawa muatannya juga berkurang setengahnya,” ucap Jhonny.
Dia menuturkan dengan adanya kelebihan muatan saja, uang lebihan yang bisa didapatkannya hanya sebesar Rp 400 ribu. Menurutnya, itu saja sudah sangat minim untuk biaya hidup selama menunggu muatan untuk diangkut ke Palembang lagi.
“Apalagi untuk biaya di kota Jakarta sini sopir itu susah. Jika harus menginap dua hari saja, uang lebihan yang didapat itu sudah habis terpakai. Kadang, kami juga harus mengutang juga jika waktu tunggunya agak lama,” tuturnya.
Dampak ke Pedagang
Dia juga menuturkan kebijakan Zero ODOL ini juga akan berdampak kepada para pedagang yang ada di Pasar Induk Kramat Jati.
“Apa para pedagang di sini juga mau harga komoditas yang mereka beli dinaikkan harganya oleh para petani? Misalnya harga nanas yang tadinya Rp 3 ribu per buah dinaikkan menjadi Rp 10 ribu. Sayur-mayur yang tadinya Rp 2.000 perikat menjadi Rp 10 ribu. Pasti tidak mau juga membelinya kan?” katanya.
Karenanya, dia berharap agar pemerintah mau mengkaji ulang kebijakan Zero ODOL ini. “Kami berharap kebijakan ini bisa dikaji ulang lagi. Pemerintah jangan hanya mementingkan diri sendiri, tapi harus melihat kesejahteraan kami para sopir truk ini dan juga kehidupan para petani serta pedagang yang ikut terimbas,” tukasnya.
Advertisement
Keluhan Lainnya
Di tempat yang sama, sopir truk lainnya dari Wonosobo, Jawa Tengah bernama Ojol juga menyampaikan keluhan serupa. Dia juga mengatakan akan kehilangan mata pencaharian bagi keluarganya jika truk-truk ODOL ini tidak diizinkan lagi beroperasi. “Ini sama artinya saya tidak akan bisa lagi bekerja untuk mencari nafkah buat keluarga saya,” tuturnya.
Padahal, lanjutnya, penghasilannya untuk membawa muatan dari Wonosobo ke Pasar Induk Kramat Jati ini tidak begitu besar. “Jadi, jika bak truk harus dipotong dan muatannya dikurangi, itu sama saja dengan mengurangi penghasilan saya. Karena, jika muatan dibatasi ongkos kirimnya juga pasti berkurang,” tandasnya.
Karenanya, dia juga berharap agar kebijakan Zero ODOL ini perlu dikaji ulang dengan memikirkan nasib para sopir truk. “Yang jelas, kami tidak setuju dengan diterapkannya peraturan tersebut karena akan membuat keluarga kami menderita,” katanya.