Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 786 keluarga yang hidup di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, tepatnya di Desa Temajuk, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat baru bisa menikmati layanan listrik 24 jam ketika negara berusia 78 tahun pada 2023 ini.
Layanan listrik 24 jam penuh ini tersaji pasca PT PLN (Persero) melakukan pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berkapasitas 371 kiloWatt peak (kWp) dengan 708 kiloWatt hour (kWh) baterai.
Baca Juga
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan, bersamaan dengan perayaan HUT RI ke-78, PLN berkomitmen untuk terus mewujudkan keadilan energi bagi seluruh masyarakat. Pengoperasian pembangkit ramah lingkungan di Temajuk menjadi salah satu upaya PLN untuk memenuhi hak setiap warga negara akan energi listrik.
Advertisement
"Ini menjadi kado terindah di HUT Kemerdekaan RI ke-78 bagi masyarakat perbatasan di Kabupaten Sambas untuk dapat menikmati listrik PLN selama 24 jam penuh. Ini juga wujud negara hadir untuk saudara-saudara kita yang berada di daerah terpencil, yang juga berhak menikmati energi listrik" ujar Darmawan, Jumat (18/8/2023).
Dirinya mengatakan, pengoperasian PLTS Temajuk tidak hanya menunjang aktivitas keseharian warga, tapi sekaligus meningkatkan roda perekonomian.
Apalagi, posisi Desa Temajuk terhitung srategis untuk pengembangan wilayah perbatasan. Hanya berjarak kurang dari 1 km dengan batas negara, pada akhir pekan banyak wisatawan mancanegara dari Malaysia dan wisatawan domestik yang berkunjung ke Desa Temajuk.
"Selain berwisata ke pantai, tidak sedikit wisatawan yang hanya sekedar makan atau berwisata kuliner di Desa Temajuk. Keberadaan listrik yang andal tentunya akan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat di sana," kata Darmawan.
Â
Andalkan Genset
Sebelum layanan listrik ini hadir, Syahrul (47) sebagai salah seorang warga Desa Temajuk mengaku, dirinya mengandalkan mesin genset jika ingin beraktivitas di siang hari.
Akibatnya, Syahrul harus mengeluarkan biaya antara Rp 800 ribu hingga 1 juta per bulan untuk listrik. Ongkos tersebut dirasa cukup berat untuk dirinya yang hanya mengandalkan pemasukan dari hasil berjualan makanan ringan di perbatasan.
"Dulu saya sering merasa sedih karena listrik di desa kami hanya menyala di malam hari, beda dengan kampung di negara tetangga yang terang-benderang. Tapi kini semuanya berubah, kita juga tidak kalah dengan mereka," ungkapnya.
Ungkapan senada juga disampaikan oleh Rumiati (53) yang merasakan kehadiran listrik PLN sangat membantu perkembangan usaha pembuatan kue yang digelutinya. Karena sebelum listrik PLN menyala 24 jam, Rumiati hanya bisa memproduksi kue di malam hari.
"Menikmati listrik negara selama 24 jam merupakan impian kami sejak lama. Kini kami dapat beraktivitas dengan mudah di siang maupun di malam hari tanpa tergantung dengan mesin genset lagi," tutur Rumiati.
Â
Advertisement
Alasan Lama Belum Terlistriki
Mengomentari keluhan warga tersebut, Darmawan menceritakan, dulu pemetaan daerah-daerah yang belum terlistriki masih dilakukan unit-unit PLN secara manual dengan menggunakan tools yang beragam.
Monitoringnya pun masih dilakukan melalui pengumpulan data melalui survey lokasi langsung yang menghabiskan waktu dan terfragmentasi.
Kini dengan transformasi digital, sistem perencanaan listrik desa dibangun dengan berbasis digital melalui Geographic Information System (GIS).
Pemetaan lokasi secara digital mampu menghitung jarak, ketinggian dan data-data lain yang digunakan untuk menyajikan data proyeksi kebutuhan infrastruktur kelistrikan desa.
Dengan digitalisasi ini, kata Darmawan, PLN mampu menyusun perencanaan pembangunan desa dengan lebih cepat dan akurat. Seluruh unit PLN kini memiliki tools pemetaan potensi listrik desa yang seragam, unified dan dapat dimonitor secara real time.
"Dengan transformasi ini, komitmen kami untuk melistriki seluruh pelosok negeri bisa diakselerasi. Setiap warga negara di republik ini berhak mendapatkan akses listrik yang berkeadilan. Nobody left behind," pungkas Darmawan.