3 Syarat Baru Regulatory Sandbox bagi Inovasi Keuangan Digital

Otoritas Jasa Keuangan (POJK) menetapkan tiga penyesuaian kriteria bagi Inovasi Keuangan Digital (IKD) agar bisa lulus dari tempat uji coba bernama regulatory sandbox.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 26 Mar 2024, 18:45 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2024, 18:45 WIB
20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan tiga penyesuaian kriteria bagi Inovasi Keuangan Digital (IKD) agar bisa lulus dari tempat uji coba bernama regulatory sandbox. Ketentuan ini tercantum dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 3 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan.

Ketiga tahap tersebut antara lain adanya eligibility criteria, testing plan yang disusun oleh calon peserta sandbox dan disetujui oleh OJK, serta hasil pengujian sandbox.

Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi mengatakan, penambahan eligibility criteria atau kriteria kelayakan merupakan aspek kunci pertama dalam penyempurnaan kerangka regulatory sandbox.

"Jadi kita akan perketat onboarding atau pendaftaran dari calon peserta yang akan meminta dilakukan uji coba dan pengembangan di sandbox OJK, melalui pemeriksaan lebih mendalam terhadap kriteria kelayakan, apakah yang bersangkutan layak masuk ke dalam sandbox OJK atau tidak," jelasnya, Selasa (26/3/2024).

Kemudian, ada pemberlakuan persyaratan untuk rencana pengujiannya. Hasan menekankan, ruang uji coba ini harus jelas ukuran kelulusan atau keberhasilannya.

"Maka di peserta bersama kami di OJK akan menyiapkan satu rencana pengujian yang lengkap, dimana selama fase sandbox itu diujicobakan dan diukur, untuk menentukan di akhir apakah peserta layak dinyatakan lulus atau tidak," ujarnya.

Lalu, ada juga penetapan hasil berupa exit policy dari pelaksanaan regulatory sandbox. Pihak otoritas tak ingin ada usulan terkait inovasi keuangan digital yang mendekam terlalu lama dalam tempat uji coba.

"Kita harapkan tidak ada lagi kondisi peserta sandbox berlama-lama di dalam ruang uji coba. Akan ada kepastian, pada akhir masa sandbox akan ada pernyataan tentang exit-nya yang bersangkutan, baik lulus atau tidak," tuturnya.

Di sisi lain, Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Djoko Kurnijanto menambahkan, melalui POJK 3/2024 ini pihak otoritas ingin lebih adaptif terhadap perkembangan zaman terkait inovasi keuangan digital.

"Sebelum POJK ini pun OJK telah menginisiasi adanya penyelenggaraan inovasi keuangan digital tahun 2018 (POJK 13/2018). Di saat itu lah kita pernah mengenal apa yang dinamakan regulatory sandbox. Jadi ini bukan barang baru, regulatory sandbox sudah kami perkenalkan sejak tahun 2018," tegasnya.

 

 

Inovasi Keuangan Digital

Ilustrasi OJK
Ilustrasi OJK (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Namun, kata Djoko, OJK hendak melakukan tiga penyesuaian dalam POJK 3/2024. Oleh karenanya regulatory sandbox memperkenalkan eligibility criteria, dilihat apakah inovasi yang ditawarkan layak diujicoba atau tidak.

"Ini yang belum ada sebelumnya. Kenapa kok baru ada? Kita kan tahu, dalam waktu 5 tahun ini bisa jadi sudah banyak inovasi yang ada di sektor keuangan. Kami ingin tahu nih, jangan sampai ada inovasi yang kamu ujicobakan, padahal dia sudah ada sebelumnya," ungkapnya.

OJK juga menetapkan testing plan atau rencana uji coba, serta hasil regulatory sandbox. "Ketiga, hasil sandbox, harus ada certainty atau kepastian, setelah dari sandbox ini kemudian apa hasilnya," jelas Djoko.

 

Duh, Kerugian Akibat Investasi Bodong Capai Rp 139,6 Triliun Sejak 2017

Ilustrasi investasi Bodong
Ilustrasi investasi Bodong (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Ketua Sekretariat Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hudiyanto menyampaikan kerugian masyarakat Indonesia akibat investasi ilegal (investasi bodong) mencapai Rp139,67 triliun sejak tahun 2017 sampai tahun 2023.

"Nilai total kerugian masyarakat akibat investasi ilegal tahun 2017 sampai dengan tahun 2023 mencapai Rp139,67 triliun," ujar Hudiyanto dikutip dari Antara, Selasa (26/3/2024).Ia mengungkapkan, Satgas Pasti OJK selalu menerima laporan dari masyarakat yang terjerat investasi bodong setiap harinya, yang tentunya telah ditindaklanjuti oleh OJK.

Seiring dengan itu, lanjutnya, OJK bersama 15 lembaga lainnya termasuk kepolisian terus melakukan pengejaran dan penegakan hukum terhadap para pelaku, dan hasilnya ada sebanyak 1.218 entitas investasi bodong telah diblokir sampai awal tahun 2024.

"Kita kerja setiap hari, memblokir, mengejar, menangkap. Satgas ini ada 16 lembaga, termasuk kejaksaan dan kepolisian, termasuk PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)," ujar Hudiyanto.

Menurutnya, banyak dari masyarakat Indonesia yang masih memiliki pengetahuan minim soal pengelolaan keuangan, sehingga seringkali dimanfaatkan para pelaku investasi bodong untuk mencari keuntungan pribadi.

Sistem Investasi Bodong Sulit Dilacak

Di sisi lain, lanjutnya, para pelaku investasi bodong memiliki sistem yang cukup sulit dilacak, sehingga petugas sering harus bekerja ekstra keras untuk mengungkap para pelaku.

"Misalnya dalam waktu 5 menit uang yang anda transfer itu sudah nggak ada, mereka rata-rata punya lima sampai enam pelarian rekening. Itu lah yang namanya penjahat. Punya sistem, punya rekening bank, mereka semua punya," ujar Hudiyanto.

 

Pekerja Migran Indonesia

Ilustrasi Investasi Bodong (Arfandi/Liputan6.com)
Ilustrasi Investasi Bodong (Arfandi/Liputan6.com)

Dalam kesempatan ini, Hudiyanto menyebut Pekerja Migran Indonesia (PMI) sering menjadi salah satu sasaran para pelaku investasi bodong yang mengetahui bahwa PMI memiliki uang yang banyak setelah bekerja bertahun-tahun di luar negeri.

"Karena mereka (PMI) memiliki gaji, kemudian karena masih muda belum paham mengenai produk keuangan, tentu itu akan menjadi incaran pihak-pihak baik yang di dalam negeri maupun luar negeri," ujar Hudiyanto.

Ia menyebut, tidak sedikit dari para PMI yang telah terjerat iming-iming para pelaku investasi bodong, yang berkeliaran baik di dalam maupun luar negeri.

"Bahkan mungkin pulang dari sana sudah diincar, di bandara sudah diincar, anak-anak ini sudah punya duit tapi mereka belum paham," ujar Hudiyanto.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya