Pendapatan Negara Turun, Surplus APBN Indonesia Masih Lanjut?

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencatat, APBN surplus sebesar Rp8,1 triliun per Maret 2024. Posisi surplus APBN ini setara 0,04 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

oleh Septian Deny diperbarui 26 Apr 2024, 11:00 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2024, 11:00 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mencatat, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) surplus sebesar Rp8,1 triliun per Maret 2024. Posisi surplus APBN ini setara 0,04 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Kita masih surplus Rp8,1 triliun atau 0,04 persen dari GDP," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Jumat (26/4).

Sri Mulyani menjelaskan, surplus APBN ini ditopang oleh penerimaan negara yang masih lebih tinggi dibandingkan belanja negara. Dia mencatat, pendapatan negara mencapai Rp 620,01 triliun atau 22,1 persen dari target. 

Meski demikian, pendapatan negara tersebut mengalami kontraksi sebesar 4,1 persen persen secara tahunan (year on year/yoy)

"Diketahui bahwa tahun 2022-2023 gerak dari penerimaan negara itu sangat tinggi. Kita harus hati-hati," ujar Ani sapaan akrabnya.

Kemudian, dari sisi belanja mencapai Rp611,9 triliun atau sudah dibelanjakan sekitar 18,4 persen dari pagu APBN. Kinerja belanja negara ini membukukan pertumbuhan sebesar 18 persen secara tahunan.

"Ini berarti memang ada belanja-belanja yang cukup pro-growth, seperti penyelenggaraan pemilu," bebernya.

Dengan capaian ini, untuk keseimbangan primer mengalami surplus mencapai Rp122,1 triliun. Diketahui, keseimbangan primer merupakan total pendapatan negara dikurangi pengeluaran (belanja) negara, di luar pembayaran bunga utang. "Jadi, dari sisi keseimbangan primer mencatatkan Rp122,1 triliun," tutup Sri Mulyani.

Tak Selamanya Pelemahan Rupiah Rugikan Indonesia, Sri Mulyani Kasih Bukti

IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani buka suara terkait tren pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mengutip data Bloomberg, nilai tukar Rupiah mencapai 16.260 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat (19/4/2024) kemarin.

Sri Mulyani menyebut, pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS akan memberikan keuntungan terhadap kinerja ekspor Indonesia. Yakni, meningkatnya penerimaan dari sisi eskpor akibat penguatan mata uang dolar AS.

"Di sisi ekspor, penerimaan akan jauh lebih baik dengan nilai tukar dolar yang menguat," tulis Sri Mulyani dalam akun Instagramnya @smindrawati, dikutip Minggu (21/4/2024).Meski begitu, Sri Mulyani mengakui pelemahan nilai tukar Rupiah juga merugikan ekonomi. Yakni, tertekannya kinerja impor akibat pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS hingga peningkatan inflasi.

"Namun, di sisi impor, konversi harga dolar terhadap rupiah akan lebih tinggi dan bisa berdampak pada inflasi di Indonesia," bebernya 

 

 

Pemerintah Tetap Waspada

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawari usai acara BRI Microfinance Outlook 2024 di Menara Brilian, Jakarta, Kamis (7/3/2024). Sri Mulyani berkomentar soal penurunan suku bunga Fed. (Sulaeman/Liputan6.com)
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawari usai acara BRI Microfinance Outlook 2024 di Menara Brilian, Jakarta, Kamis (7/3/2024). Sri Mulyani berkomentar soal penurunan suku bunga Fed. (Sulaeman/Liputan6.com)

Sri Mulyani menekankan, pemerintah terus mewaspadai dampak tren pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap ekonomi Indonesia. Dia menilai, ekonomi Indonesia memiliki ketahanan yang baik dalam mengantisipasi tekanan mata uang dolar AS.

"Stabilitas ekonomi makro akan senantiasa dijaga, baik dari sisi moneter maupun fiskal. Koordinasi dengan Bank Indonesia terus dilakukan untuk beradaptasi dengan tekanan yang ada. Dari sisi fiskal, kita memastikan APBN berperan menjadi shock absorber yang efektif dan kredibel," ucapnya.

Oleh karena itu, Sri Mulyani meyakini ekonomi Indonesia masih tetap tumbuh di kisaran 5 persen pada tahun ini. Optimisme ini didukung oleh sisi ekspor yang kuat dan neraca perdagangan yang terus melanjutkan tren surplus.

"Saya sampaikan bahwa Indonesia masih optimis dan confident memiliki resiliensi ekonomi yang bagus, seperti saat melewati krisis pandemi lalu. Di tengah kondisi suku bunga dan inflasi global yang tinggi seperti saat ini, saya yakin ekonomi Indonesia akan tetap terjaga sesuai target," pungkasnya.

 

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Infografis Rupiah dan Bursa Saham Bergulat Melawan Corona
Infografis Rupiah dan Bursa Saham Bergulat Melawan Corona (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya