Ada Proyek Fiktif Rp 80 Miliar di Kemenperin, Ada Indikasi Suap?

Kementerian Perindustrian menemukan kasus penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif dengan nilai total Rp 80 miliar yang melibatkan oknum pegawai.

oleh Arief Rahman H diperbarui 06 Mei 2024, 20:00 WIB
Diterbitkan 06 Mei 2024, 20:00 WIB
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif. (Dok. Kemenperin)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian menemukan kasus penerbitan Surat Perintah Kerja (SPK) fiktif dengan nilai total Rp 80 miliar yang melibatkan oknum pegawai. Lantas, apa kasus ini terindikasi adanya suap antara oknum pegawai dan pihak ketiga penerima SPK?

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan oknum pegawai tersebut dinyatakan telah melanggar aturan karena menerbitkan 4 SPK fiktif.

"Jadi sementara Itjen hanya memeriksa kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan, dan mengecek laporan pengaduan itu sudah sesuai prosedur atau tidak dan setelah ditemukan bahwa tak sesuai prosedur," ungkap Febri dalam Konferensi Pers di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (6/5/2024).

Diketahui, oknum yang terlibat berinisial LHS. LHS disebut adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tingkat II di Kemenperin.

Kendati demikian, Febri belum menelusuri apakah ada transaksi ilegal alias suap antara LHS dengan pihak ketiga penerima SPK fiktif tersebut.

"Apakah sudah ada transaksi antara pihak ketiga yang menerima SPK fiktif dengan PPK kami belum tahu," ungkapnya.

Dia mengungkapkan, pihak Inspektorat Jenderal Kemenperin sudah melakukan pemanggilan kepada pihak korban. Namun, pemanggilan itu belum direspons dan berbuah keterangan lebih lengkap.

"Kami Itjen sudah memanggil para korban tapi tidak menanggapi laporan atau tidak hadir dalam pemeriksaan Itjen. Mami berharap para korban ini juga memenuhi panggilan kalau kami panggil. Supaya bisa lebih paham lagi soal, terutama soal transaksi itu," urainya.

Perusahaan Baru

Sayangnya, Febri tidak berbicara banyak mengenai profil perusahaan yang terlibat dalam penerbitan SPK fiktif tersebut. Dia menyebut perusahaan itu tergolong baru.

Menurutnya, perusahaan yang terlibat itu bergerak di bidang penyelenggara acara atau event organizer.

"Sepertinya ini kami tidak terlalu tahu betul seperti apa perusahaannya, tapi sepertinya bergerak seperti di dalam kegiatan Event Organizer, begitu," katanya.

 

Pegawai Dicopot

Ilustrasi Kasus Suap
Ilustrasi Kasus Suap (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Kementerian Perindustrian menemukan adanya proyek fiktif dengan nilai mencapai Rp 80 miliar. Kemenperin juga telah mencopot oknum pegawai yang terlibat dalam kasus tersebut.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif menyebut, telah ditemukan satu oknum pegawai berinisial LHS yang terlibat kasus tersebut. LHS saat itu menempati posisi sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tingkat II di Kemenperin.

Atas kekuasaannya, LHS menerbitkan 4 Surat Perintah Kerja (SPK) kepada pihak ketiga atau perusahaan. Nilai total SPK tersebut mencapai Rp 80 miliar.

"Yang bersangkutan mengatasnamakan jabatannya sebagai pejabat pembuat komitmen pada direktorat ikhf (Industri Kimia Hilir dan Farmasi) dan membuat surat perintah kerja kepada pihak lain seolah-olah SPK tersebut merupakan SPK resmi dari Kemenperin," ungkap Febri dalam Konferensi Pers di Kantor Kemenperin, Jakarta, Senin (6/5/2024).

"Saat ini Kemenperin sedang melakukan proses penindakan atas pelanggaran displin berat dengan hukuman maksimal pemecatan, yang bersangkutan saat ini telah dibebas tugaskan dari jabatannya sebagai PPK," sambungnya.

Dia menerangkan, kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang masuk ke Kemenperin. Pihak Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenperin mengaku telah memeriksa 12 orang, dan salah satunya adalah LHS yang ditetapkan melanggar.

"Lebih 12 orang sudha diperiksa terkait kasus penipuan SPK fiktif, tapi yang jadi catatan kami perlu ada pengendalian perbaikan pada tata kelola keuangan dan tata kelola pengawasan barang da. jasa di lingkup Kemenperin, terutama pengendalian dari atasannya," urainya.

Febri belum berbicara banyak mengenai kemungkinan ada pihak lain yang ditetapkan bersalah secara internal dari kasus tersebut. Febri bilang, 11 orang selain LHS diperiksa sebagai saksi atas proses bisnis secara administrasi.

"Sejauh ini hasil pemeriksaan Itjen yang sudah dilaporkan kepada Menteri hanya satu. Saksi yang dilaporkan hanya (terkait) proses bisnis di direktorat IKHF," jelasnya.

 

Modus Kejadian

Ilustrasi penyuapan
Ilustrasi penyuapan (iStockphoto)

Lebih lanjut, Febri mengungkap modus yang digunakan oknum pegawai Kemenperin dalam kasus tersebut. Caranya melalui penerbitan SPK fiktif.

"Modusnya adalah penipuan menggunakan SPK fiktif," katanya.

Terkait penerbitan 4 SPK fiktif oleh LHS, pihaknya belum menemukan adanya indikasi kerugian negara. Pasalnya, kasus ini disebut bukan menggunakan anggaran negara.

"Sampai saat ini belum ditemukan adanya kerugian negara, murni ini adalah tindakan pribadi dari yang bersangkutan," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya