Liputan6.com, Jakarta Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi, menilai meningkatnya kepemilikan saham pemerintah di PT Freeport Indonesia justru merugikan Indonesia ke depannya.
Diketahui, saham Pemerintah Indonesia di PT Freeport akan bertambah 10 persen pada beberapa bulan kedepan. Maka total saham yang akan dimiliki pemerintah di PT Freeport yakni sebesar 61 persen.
Baca Juga
"Meskipun Indonesia akan tambahan saham sebesar 10 persen, tapi kan kompensasi kontaknya diperpanjang sampai 2061. Padahalkan baru berakhir tahun 2041, ini kan masih lama sekali. Jadi, seperti digadaikan untuk tambahan 10 persen," kata Fahmy kepada Liputan6.com, Selasa (28/5/2024).
Fahmy mengakui bahwa dengan bertambahnya saham Pemerintah Indonesia di PT Freeport, maka dividennya juga akan bertambah. Namun hanya itu keuntungannya.
Advertisement
Menurutnya percuma jika saham Pemerintah Indonesia meningkat, namun pengelolanya masih dari asing seperti McMoRan. Sehingga, penambahan saham itu tidak ada gunanya bagi Indonesia.
"Keuntungannya itu memang sahamnya semakin besar, itu hanya akan membesar dividennya yang diterima Indonesia. Tapi kalau pengedalinya tetap Freeport, itu tidak ada gunanya sama sekali bagi Indonesia untuk menaikkan nilai tambah, yang menikmati nilai tambah tetap saja McMoRan," ujarnya.
Kerugian Pemerintah
Sementara, kerugiannya yaitu Pemerintah Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk mengelola keseluruhan Freeport. Lantaran, Pemerintah akan memperpanjang kontrak izin tambang PT Freeport di Indonesia hingga 2061.
"Perpanjang sampai 2061 itu kan sangat tidakpasti, kenapa tidak berakhir 2041 dan dikelola sendiri kan jauh lebih baik daripada mendapatkan saham 10 persen tapi diperpanjang, menurut saya lebih banyak kerugiannya dibanding manfaat yang diperoleh dari sekedar tambahan dividen," ujarnya.
Padahal jika Pemerintah Indonesia menyetop izin tambang PT Freeport hingga 2041, maka peluang untuk meningkatkan nilai tambah dari pengelolaan tambang di Freeport akan sangat menjanjikan.
"Jadi, yang selama ini di ekspor itu konsentrat yang nilai tambahnya sangat rendah, tapi kalau diolah atau di smelterkan di Indonesia maka yang dihasilkan adalah tembaga, perak, emas, yang nilai tambahnya jauh lebih besar. Jadi, kita akan kehilangan opportunity, karena kehilangan kesempatan memperoleh nilai tambah yang jauh lebih besar," pungkasnya.
Jokowi: Saham Indonesia di Freeport Akan Tambah Jadi 61 Persen
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan kepemilikan saham pemerintah di PT Freeport Indonesia akan bertambah 10 persen pada beberapa bulan kedepan. Dengan begitu, total saham yang akan dimiliki pemerintah di PT Freeport yakni sebesar 61 persen.
"Dalam pengambilalihan Freeport menuju sekarang 51 persen itu memerlukan 3,5 tahun dan kita bekerja diam-diam, enggak ada yang tahu. Tahu-tagu kita ambil alih. Dan sebentar lagi, Insya Allah dalam bulan-bulan depan ini kita akan tambah lagi 10 persen jadi 61 persen," kata Jokowi saat menghadiri Inaugurasi Kepengurusan GP Ansor di Istora Senayan Jakarta, Senin (27/5/2024).
Dia menyampaikan, kepemilikan saham mayoritas di PT Freeport akan memberikan keuntungan besar bagi negara.
Advertisement baik dalam bentuk royalti, Pph Badan, Pph Karyawan, bea ekspor, hingga bea keluar.
"Kalau kita bicara Freeport itu bukan milik Amerika lagi, tapi sudah jadi milik negara kita Indonesia. Sudah jadi milik kita. Itu pengambilalihannya saya buka sedikit, pakai uang. Tidak pake kekuatan, tapi pakai uang. Uangnya ambilnya dari Amerika. Kita bayar ke Freeport," tuturnya.
Jokowi menyampaikan pelunasan untuk mengambilalih saham Freeport akan lunas tahun ini.
Advertisement
Pemerintah Untung Besar
Menurut Jokowi, Indonesia mendapat untung besar sebab pengambilalihan saham dilakukan sebelum harga tembaga dunia naik.
"Harganya sekarang sudah 4 kali lipat dari harga kita beli karena harga tembaga dunia sekarang naik. Artinya, kita untung dan untung. Untungnya saat itu pemiliknya mau melepas karena kondisi goncangan ekonomi saat itu," kata Jokowi.