Tren AI Tumbuh Pesat, Tetangga Indonesia Ini Diramal jadi Pusat Data Terbesar di ASEAN

Johor Bahru telah dinobatkan sebagai pasar dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara dalam Indeks Pusat Data Global 2024 DC Byte.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 18 Jun 2024, 12:00 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2024, 12:00 WIB
Suasana Lockdown Kedua di Malaysia
Seorang pria yang mengenakan masker berjalan di sepanjang jalan kosong di depan Menara Kembar pada hari pertama Full Movement Control Order (MCO) di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (1/6/2021). (AP Photo/Vincent Thian)

Liputan6.com, Jakarta Malaysia kini dilihat sebagai pusat data yang kuat di Asia Tenggara, seiring melonjaknya permintaan akan komputasi awan dan Kecerdasan Buatan (AI) di negara itu.

Selama beberapa tahun terakhir, Malaysia telah menarik investasi pusat data senilai miliaran dolar, termasuk dari raksasa teknologi seperti Google, Nvidia, dan Microsoft.

James Murphy, direktur pelaksana APAC di perusahaan intelijen pusat data DC Byte, menyoroti sebagian besar investasi ke Malaysia berada di Johor Bahru yang berbatasan dengan Singapura.

"Sepertinya dalam waktu beberapa tahun, (Johor Bahru) akan menyalip Singapura menjadi pasar terbesar di Asia Tenggara dari nol pada dua tahun lalu," kata Murphy, dikutip dari CNBC International, Selasa (18/6/2024).

Johor Bahru sendiri telah dinobatkan sebagai pasar dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara dalam Indeks Pusat Data Global 2024 DC Byte.

Laporan tersebut mengatakan kota ini memiliki total pasokan pusat data sebesar 1,6 gigawatt, termasuk proyek yang sedang dibangun, yang berkomitmen atau dalam tahap awal perencanaan. Kapasitas pusat data biasanya diukur berdasarkan jumlah listrik yang dikonsumsi.

Jika seluruh kapasitas yang direncanakan mulai beroperasi di Asia, Malaysia hanya akan dikalahkan oleh negara-negara besar seperti Jepang dan India. Saat ini, Jepang, diikuti oleh Singapura, masih memimpin di Asia dalam hal kapasitas pusat data aktif.

Namun, indeks tersebut tidak memberikan rincian mengenai kapasitas pusat data di China.

Pergeseran Permintaan

Sebagian besar investasi infrastruktur dan penyimpanan pusat data secara tradisional ditujukan ke pasar yang sudah mapan di Jepang dan Singapura, serta Hong Kong.

Namun, pandemi COVID-19 mempercepat transformasi digital dan adopsi cloud di dunia, sehingga menyebabkan lonjakan permintaan terhadap penyedia cloud di pasar negara berkembang seperti Malaysia dan India, menurut laporan dari penyedia pusat data global EdgeConneX.

"Meningkatnya permintaan untuk streaming video, penyimpanan data, dan apa pun yang dilakukan melalui internet atau telepon, pada dasarnya berarti bahwa akan ada lebih banyak kebutuhan akan pusat data," jelas Murphy.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pasar Negara Berkembang Punya Peluang

Menara Kuala Lumpur
Turis dengan mengenakan masker mengambil gambar dari dek obseravsi di Menara Kuala Lumpur di Kuala Lumpur, Rabu (1/7/2020). Malaysia memasuki pelonggaran Perintah Kontrol Gerakan (MCO) setelah tiga bulan pembatasan karena virus corona Covid-19. (AP Photo/Vincent Thian)

Namun perlu diketahui juga, permintaan yang meningkat terhadap layanan AI juga memerlukan pusat data khusus untuk menampung data dalam jumlah besar dan daya komputasi yang diperlukan untuk melatih dan menerapkan model AI.

Meskipun sebagian besar pusat data AI ini akan dibangun di pasar yang sudah mapan seperti Jepang, Murphy mengatakan pasar negara berkembang juga akan menarik investasi karena karakteristiknya yang menguntungkan.

Pusat data AI memerlukan banyak ruang, energi, dan air untuk pendinginan. Oleh karena itu, negara-negara berkembang seperti Malaysia – dimana harga energi dan lahannya murah – memberikan keuntungan dibandingkan negara-negara kota kecil seperti Hong Kong dan Singapura, yang sumber dayanya terbatas.

 

 


Malaysia Punya Kebijakan yang Ramah pada Pusat Data

Banjir Bendera Parpol Jelang Pemilu Malaysia
Warga berjalan di samping bendera partai politik dekat Menara Kembar Petronas, Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (7/5). Malaysia akan melangsungkan pemilu pada 9 Mei 2018. (AP Photo/Aaron Favila)

Murphy menyebut, kebijakan yang ramah terhadap pusat data juga menjadikan Malaysia sebagai pasar yang menarik.

Pada 2023 lalu, pihak berwenang Malaysia meluncurkan inisiatif Jalur Jalur Hijau untuk menyederhanakan persetujuan listrik, sehingga mengurangi waktu tunggu hingga 12 bulan untuk pusat data.

Namun, katalisator utama lainnya dalam beberapa tahun terakhir adalah kebijakan lintas batas di Singapura.

Meskipun sumber daya manusia, kepercayaan bisnis, dan konektivitas fiber di Singapura menjadikannya wilayah yang menarik untuk pusat data, pemerintah mulai mengurangi pertumbuhan kapasitas pusat data pada tahun 2019 karena besarnya konsumsi energi dan air.

Oleh karena itu, banyak investasi dan kapasitas yang direncanakan telah dialihkan dari Singapura ke Johor Bahru yang berbatasan selama bertahun-tahun.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya