Usaha Mikro di Indonesia Punya Ketahanan Ekonomi Ekstra, Kok Bisa?

Tiga tantangan utama yang menghambat pertumbuhan usaha mikro dan kecil di Indonesia, yaitu kurangnya literasi digital, dukungan struktural yang kurang memadai, serta terbatasnya akses kredit.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 27 Jun 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2024, 16:00 WIB
Melihat Proses Produksi Kerupuk Rumahan
Kontribusi UMKM mencapai 61% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, setara Rp9.580 triliun. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Mastercard Indonesia, 60 Decibels, dan Mercy Corps Indonesia pada Kamis (27/6) meluncurkan laporan Small Business Barometer Report yang berfokus pada perkembangan sektor Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di Indonesia di tahun 2024.

Small Business Barometer Report menemukan tiga tantangan utama yang menghambat pertumbuhan UMK di Indonesia, yaitu kurangnya literasi digital, dukungan struktural yang kurang memadai, serta terbatasnya akses kredit.

Laporan tersebut membeberkan beberapa temuan terkait perkembangan UMK di Indonesia. Temuan pertama, adalah keragaman kinerja bisnis di antara UMK di Indonesia.

"Proporsi bisnis yang kami ajak bicara melaporkan bahwa pendapatan mereka naik atau turun dalam 12 bulan terakhir kurang lebih sama, masing-masing sebesar 40-42% di setiap arah. Sisanya, 18%, tidak mengalami perubahan," ungkap laporan tersebut, dikutip Kamis (27/6/2024).

Temuan kedua, ditemukan bahwa pertumbuhan lapangan kerja di kalangan UMK ternyata masih kecil.

Laporan tersebut mencatat, sebanyak 7% perusahaan melaporkan peningkatan jumlah karyawan, dan dua kali lipat jumlah tersebut melaporkan penurunan (14%).

"Secara keseluruhan, sebagian besar perusahaan (80%) melaporkan tidak ada perubahan jumlah karyawan di bisnis mereka," ungkapnya.

Punya Ketahanan Ekonomi Kuat

Ditemukan juga, UMK di Indonesia memiliki ketahanan ekonomi dua kali lebih besar dibandingkan dengan masyarakat luas.

Mastercard dan Mercy Corps mencatat, hanya 4% pelaku usaha mengaku tidak akan mampu menanggung biaya darurat yang wajar namun secara umum tidak menimbulkan bencana sebesar Rp.3,5 juta, dibandingkan dengan sekitar 8% penduduk Indonesia di tahun 2017.

Minat Terhadap Kredit Rendah

Di sisi lain, minat UMK terhadap kredit ternyata relatif rendah. Dua pertiga UMK melaporkan tidak menggunakan kredit atau pinjaman dalam 12 bulan terakhir.

"Dari jumlah tersebut, alasan utama tidak menggunakan kredit adalah karena tidak memerlukan kredit (62%), disusul karena tidak mampu membayar kredit (28%). Ketika UMK mengakses kredit, sebagian besar memilih sumber kredit berdasarkan kemudahan pengajuannya," laporan tersebut mencatat.

Sejalan dengan itu, sebagian besar UMK memilih menerima kredit dari lembaga keuangan formal.

Kemajuan Digital

packaging
Parcelinpack telah bekerja sama dengan berbagai UMKM untuk meningkatkan daya saing produk mereka di pasar lokal dan internasional. (Foto: Dok.)

Adapun terkait digitalisasi, ukuran merupakan hal yang penting:

Tercatat, perusahaan kecil cenderung lebih mahir dalam menggunakan teknologi, baik dalam hal adopsi dan kemampuan mereka untuk menggunakan alat-alat digital.

Kinerja Positif UMK yang Dipimpin Perempuan

Temuan keenam adalah terkait bisnis yang dipimpin perempuan tidak tampak dirugikan secara material.

"Dari berbagai metrik seperti pendapatan, ketahanan finansial, ekspektasi pertumbuhan, retensi pelanggan, dan pertumbuhan karyawan, terdapat sedikit perbedaan dalam prospek bisnis yang dipimpin perempuan dibandingkan dengan bisnis yang dipimpin laki-laki. rekan-rekan yang dipimpin. Hal ini merupakan kemajuan yang nyata bagi posisi perempuan pengusaha di Indonesia, yang secara historis dirugikan," kata laporan Small Business Barometer.

Kesenjangan Dukungan Finansial

Mastercard menyoroti bahwa UMK di Indonesia mengharapkan dukungan, namun masih belum mencukupi.

"Sekitar 70% UMK menganggap layanan dukungan seperti bisnis, keuangan, digital, dan pelatihan sumber daya manusia penting bagi pertumbuhan bisnis mereka," kata bank tersebut dalam laporan Small Business Barometer.

Meskipun demikian, masih terdapat kesenjangan yang cukup besar dalam akses terhadap dukungan ini, dimana dua pertiga pelaku usaha tidak mengakses layanan tersebut dalam 12 bulan terakhir.

Adapun, dua pertiga bisnis menggunakan alat digital seperti dompet seluler dan platform e-commerce, yang menunjukkan UMK tampaknya merupakan penggemar digitalisasi.

Masih Banyak UMK Belum Mahir Teknologi

UMK menunjukkan kepercayaan diri dan keinginan untuk menggunakan lebih banyak alat digital, dengan 7 dari 10 UMK mengungkapkan keyakinannya dengan kemampuan mereka dalam memanfaatkan alat digital untuk meningkatkan operasional mereka.

"Namun kepercayaan diri ini tampaknya tidak sebanding dengan kemahiran. 64% UMK mengatakan mereka tidak mengetahui alat/layanan digital mana yang tepat untuk bisnis mereka," laporan tersebut mencatat.

Kurangnya keterampilan digital ini menjadi hambatan utama menuju digitalisasi.

Lebih dari separuh UMK yang diwawancarai Mastercard mengatakan, mereka tidak memiliki keterampilan digital yang diperlukan untuk menggunakan alat digital.

UMK di Indonesia Optimis pada Prospek Bisnis Mereka

Selanjutnya, temuan lain juga menunjukkan bahwa UMK di Indonesia cukup optimis.

"Dua pertiga pelaku usaha memperkirakan pertumbuhan moderat dalam 12 bulan ke depan. Hal ini sejalan dengan 3 dari 5 UMK mengharapkan peningkatan pendapatan dan 62% mengharapkan peningkatan pelanggan," beber laporan itu.

"Tantangan utama bagi UMK tampaknya lebih bersifat internal dibandingkan eksternal. 59% bisnis menyatakan kurangnya pengetahuan pemasaran sebagai tantangan terbesar mereka dalam 12 bulan ke depan. Akses lebih lanjut terhadap masukan yang tidak dimiliki UMK mencakup gangguan rantai pasokan (29%) dan akses terhadap modal (20%)," imbuhnya.

 

Apa Itu Small Business Barometer Report?

Jakarta Food Festival
Kegiatan Jakarta Food Festival 2024 diikuti pelaku UMKM yang menjual berbagai bahan pangan pokok yang dibutuhkan masyarakat dengan harga di bawah pasaran. (merdeka.com/Imam Buhori)

Small Business Barometer Report disusun dengan metode wawancara pada 835 usaha kecil, yang terbagi secara merata di daerah perkotaan dan pedesaan Indonesia, dari November 2023 hingga Januari 2024.

Laporan ini secara khusus menargetkan usaha mikro (didefinisikan sebagai usaha yang memiliki satu hingga empat karyawan) dan usaha kecil (didefinisikan sebagai usaha yang memiliki lima hingga 19 karyawan) di sektor makanan dan minuman, mode, kerajinan non-mebel, serta sektor yang berkaitan dengan pariwisata.

Namun, karena luas dan beragamnya segmen usaha kecil di Indonesia, laporan ini tidak mencakup usaha menengah dan usaha di luar keempat sub-sektor tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya