Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah menguat terhadap dolar AS pada perdagangan Selasa,. Rupiah naik setelah secara tiba-tiba Presiden Amerika Serikat (AS) saat ini, Joe Biden mengumumkan tidak akan melanjutkan pencalonan dirinya sebagai presiden pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Pada awal perdagangan pagi, kurs rupiah dibuka menguat 23 poin atau 0,14 persen menjadi 16.197 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 16.220 per dolar AS.
Baca Juga
"Presiden Joe Biden mengumumkan bahwa tidak akan mencalonkan diri kembali dan mendukung Wakil Presiden Kamala Harris sebagai calon dari Partai Demokrat, sementara Donald Trump tetap menjadi calon terdepan dalam pemilihan presiden," kata Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dikutip dari Antara, Selasa (23/7/2024).
Pengumuman tersebut membawa ketidakpastian yang lebih tinggi terkait hasil pemilu AS pada November 2024. Selain itu, bank sentral Tiongkok, People's Bank of China (PBoC), memutuskan untuk menurunkan suku bunga kebijakan pada sesi pertama pasar Asia.
Advertisement
PBoC menurunkan suku bunga acuan 1 tahun dan 5 tahun sebesar 10 basis poin (bps) menjadi 3,35 persen dan 3,85 persen. Langkah dari PBoC tersebut meredakan kekhawatiran investor akan terhambatnya pemulihan ekonomi Tiongkok. Selanjutnya, kepemilikan asing pada surat berharga negara (SBN) Indonesia naik sebesar Rp0,02 triliun menjadi Rp811 triliun atau 14,01 persen dari total outstanding pada 19 Juli 2024.
Hari ini, Pemerintah Indonesia akan mengadakan lelang obligasi negara dengan target indikatif sebesar Rp22 triliun. Seri yang dilelang dalam lelang kali ini adalah SPN3mo, SPN12mo, FR0101, FR0100, FR0098, FR0097, dan FR0102. Imbal hasil SUN seri benchmark 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun masing-masing sebesar 6,90 persen (6 bps), 7,00 persen (5 bps), 7,14 persen (6 bps), dan 7,15 persen (3 bps).
Josua memprediksi rupiah akan berada di kisaran Rp16.175 per USD sampai dengan Rp16.275 per USD.
Joe Biden Mundur dari Pilpres AS, Harga Emas Langsung Naik Segini
Harga emas naik pada perdagangan Senin disebabkan pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) sebagai respons atas pengumuman yang dilakukan oleh Presiden AS Joe Biden.
Sementara, gerak harga emas ke depan akan dipengaruhi oleh data pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai waktu penurunan suku bunga AS.
Seperti diketahui, dalam unggahan di media sosial X (dulunya Twitter), Biden mengatakan bahwa sebenarnya ia berniat untuk mencalonkan diri kembali, tetapi demi kepentingan terbaik partai dan negara ia memutuskan mengundurkan diri dan hanya fokus pada pemenuhan tugas sebagai presiden selama sisa masa jabatan.
Mengutip CNBC, Selasa (23/7/2024), harga emas di pasar spot turun 0,2% menjadi USD 2.394,17 per ounce. Sementara harga emas berjangka AS turun lebih dari 0,1% menjadi USD 2.395,70 per ounce.
Dolar AS melemah menyusul keputusan Biden pada hari Minggu untuk membatalkan upayanya untuk terpilih kembali, membuat emas batangan lebih menarik bagi pembeli yang memegang mata uang lainnya.
Pelaku pasar kini menunggu data produk domestik bruto AS untuk kuartal UU yang akan dirilis pada Kamis, serta data pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) pada hari Jumat.
Advertisement
Komentar Ketua Fed
Investor juga akan fokus pada komentar Ketua Fed Jerome Powell pada akhir pertemuan Fed pada 30-31 Juli, dengan pelaku pasar sepenuhnya memperkirakan penurunan suku bunga Fed sebesar 25 basis poin pada bulan September.
“Meskipun kita masih melihat dua kali penurunan suku bunga oleh Fed AS, ada kemungkinan penurunan suku bunga pada Juli jika data minggu ini, seperti PCE terus menunjukkan perlambatan ekonomi,” kata analis UBS Giovanni Staunovo.
“Kami masih yakin emas akan mengalami kenaikan lebih jauh dari level saat ini, (dan) menargetkan level USD 2.600 per oz pada akhir tahun ini.” tambah dia.
Harga TertinggiHarga emas mencapai level tertinggi sepanjang masa di USD 2.483,60 per ounce pada minggu lalu karena meningkatnya peluang penurunan suku bunga AS tahun ini.
Suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya peluang untuk memegang emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil.
“Kami telah melihat peningkatan substansial dalam kepemilikan spekulatif di emas berjangka dalam beberapa minggu terakhir. Namun, masih ada ruang untuk melihat peningkatan kepemilikan ETF, yang menurut pandangan kami memerlukan kejelasan mengenai penurunan suku bunga oleh The Fed,” tambah Staunovo.