Dorong UMKM Naik Kelas, HIPMI Usul Perubahan Nama Kemenkop UKM

Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Anggawira mendorong agar pemerintah ke depan bisa lebih memaksimalkan peran UMKM demi perekonomian Indonesia.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 25 Jul 2024, 22:00 WIB
Diterbitkan 25 Jul 2024, 22:00 WIB
Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Anggawira mendorong agar pemerintah ke depan bisa lebih memaksimalkan peran UMKM demi perekonomian Indonesia.
Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Anggawira mendorong agar pemerintah ke depan bisa lebih memaksimalkan peran UMKM demi perekonomian Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Anggawira mendorong agar pemerintah ke depan bisa lebih memaksimalkan peran UMKM demi perekonomian Indonesia.

Dalam hal ini, ia berharap adanya gebrakan dari pemerintah, khususnya Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) yang menaungi geliat pelaku usaha UMKM.

"Kita ingin di pemerintahan ke depan sektor UMKM yang berada di bawah Kementerian Koperasi dan UKM, kementerian yang punya pilar penting di ekonomi memang lebih agresif," kata Anggawira dalam sesi bincang media di Jakarta, Kamis (25/7/2024).

Sehingga, ia menekankan agar Kementerian Koperasi dan UKM mampu memberikan respons yang tidak biasa-biasa saja. Terlebih di sektor usaha mikro yang saat ini masih terjebak dalam kesulitan akses pembiayaan.

"Harus ada yang mampu memberikan langkah agar ada suatu akselerasi. Jangan sampai usaha mikro kecil dan menengah ini hanya sebagai simbol," tegas Anggawira.

Bukan hanya sekadar jumlah, Anggawira menyebut yang juga perlu dibenahi yakni peningkatan kualitas UMKM demi menggapai cita-cita Indonesia Emas 2045.

Demi menunjang cita-cita tersebut, ia lantas mengusulkan agar Kemenkop UKM berganti nama menjadi suatu instansi yang lebih terarah untuk mendongkrak para pelaku UMKM.

"Nama Kementerian ini lebih baiknya ada perubahan nama, mungkin jadi Kementerian Peningkatan Kelas Menengah, whatever lah. Kalau sekarang targeting-nya kurang jelas apa, apakah hanya menambah dari sisi kuantitas, tapi dari sisi kualitas enggak bergerak," tuturnya.

"Kalau bicara jujur, dalam pilar ekonomi ini kan kita masih ditopang oleh pelaku kecil dan mikro. Padahal kalau mau naik ke negara industri harus banyaknya pelaku usaha menengah. Banyak yang bukan hanya mikro, tapi juga Informal. Ini tantangan," pungkasnya.

Bantah Liberalisasi Koperasi, Menkop UKM Teten Masduki Genjot KMP

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meminta ternun Karaja Sumba bisa dijual dengan harga tinggi.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki meminta ternun Karaja Sumba bisa dijual dengan harga tinggi. (dok: humas)

Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menepis anggapan dirinya telah meliberalisasi koperasi di Indonesia melalui berbagai kebijakan. Sebaliknya, ia terus berupaya mengkoperasikan korporasi melalui Koperasi Multi Pihak (KMP).

"Model KMP terbukti efektif di banyak negara dalam mengkonsolidasi sumber daya, fleksibel terhadap inovasi, serta skalabilitas organisasi dan model bisnis yang tinggi," kata Menkop UKM Teten dalam keterangan tertulis, Sabtu (20/7/2024).

Berdasarkan online data system (ODS) milik Kemenkop UKM hingga 31 Mei 2024, tercatat ada sebanyak 166 KMP yang sebagian besar merupakan koperasi baru dan hanya 15 koperasi konversi dari model konvensional.

Tercatat sedikitnya 80 Koperasi Multi Pihak berdiri setiap tahun. Itu tersebar di berbagai kabupaten/kota, dengan jenis koperasi produksi sebanyak 32 persen, jasa 26 persen, konsumsi 24 persen, dan sisanya pemasaran. "Sektor produksi, khususnya pertanian, cukup dominan daripada usaha lainnya, dan itu yang tengah menjadi concern kami," imbuh Teten.

Kemudian, dari segi wilayah, KMP berdiri di beberapa provinsi di antaranya Jawa Barat 22 persen, sebanyak 14 persen di Jawa Tengah dan Jawa Timur, 10 persen di Jakarta, Kalimantan, serta Nusa Tenggara masing-masing 8 persen, 9 persen di Sumatera. Sisanya, tersebar di Bali, Banten, DI Yogyakarta, Gorontalo, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau (Kepri), Lampung, Maluku, Riau, dan Sulawesi.

"Tingginya minat pendirian KMP di berbagai wilayah ini menunjukkan adanya antusiasme masyarakat terhadap koperasi dengan model multi pihak," ujar Teten.

Menurut dia, model ini dianggap lebih fleksibel dan adaptif dengan kebutuhan lokal, serta mampu memberikan manfaat yang lebih beragam kepada anggotanya.

 

Perubahan Ekonomi dan Teknologi

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. (Foto: Kementerian Koperasi dan UKM)
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki. (Foto: Kementerian Koperasi dan UKM)

Sama dengan negara lain, ujar Menteri Teten, perkembangan KMP di Indonesia dipicu karena perubahan ekonomi serta teknologi. Yang mana perubahan tersebut membuat model konvensional memiliki keterbatasan sampai batas tertentu.

"Dengan adanya KMP, saat ini masyarakat memiliki opsi yang beragam, yaitu tetap menggunakan model konvensional atau multi pihak. Hal itu kembali kepada koperasi masing-masing dengan menimbang konteks kebutuhannya," ujar Menteri Teten.

Teten menggambarkan sektor perikanan, misalnya, dimana ekosistem dalam rantai pasok industri perikanan ini melintang panjang dari hulu sampai hilir. Mulai dari pembudidaya, agen pakan, buyer, hingga supplier.

Begitu juga sektor pertanian, dimana dari hulu hingga hilir banyak pihak yang terlibat dan mendapat keuntungan di dalamnya. "Intinya, semua sirkular ekonomi yang mendapat untung di dalamnya, bisa masuk koperasi. Jadi, petani tidak lagi sekadar menghasilkan produk pertanian, sedangkan yang selama ini untung besar adalah para pengepul," imbihnya.

Oleh karena itu, ia berharap bisa membangun kekuatan industri sektor agriculture dan aquaculture melalui skema Koperasi Multi Pihak. "Karena, koperasi semacam ini akan terdorong untuk memanfaatkan teknologi di sektor produksi," pungkas Teten.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya