Liputan6.com, Jakarta - Aktivis buruh nasional yang juga Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia), Mirah Sumirat, menentang keras rencana pembagian alat kontrasepsi bagi siswa dan pelajar.
Adapun rencana itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pada Pasal 103 ayat 4 tercantum bahwa pemerintah bakal memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi sebagai bagian dari upaya kesehatan reproduksi pada remaja usia sekolah.
Baca Juga
"Keputusan tersebut lebih banyak merugikan rakyat Indonesia dengan membuka peluang rusaknya moral dan maraknya seks bebas dibandingkan dengan keuntungan yang di dapatkan," tegas Mirah dalam pesan tertulisnya kepada Liputan6.com, Selasa (13/8/2024).
Advertisement
"Bagai petir di siang bolong, rakyat Indonesia lagi-lagi dikejutkan dengan keputusan pemerintah tentang PP Nomor 24 tahun 2024, dimana disebutkan bahwa akan diberikan alat kontrasepsi gratis bagi anak sekolah dan pelajar," keluhnya.
Bertolak Belakang dengan UUD
Menurut dia, peraturan ini jelas bertolak belakang dengan Konstitusi UUD 1945, yakni Pasal 28B ayat 1 yang berbunyi; Hak rakyat untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
Mirah juga menyampaikan, jangan gara-gara pemerintah gagal dalam memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi rakyat lalu pemerintah secara ugal-ugalan dalam mengeluarkan kebijakan yang justru akan memperburuk kondisi moral generasi muda. Dengan semakin membuka peluang secara lebar maraknya seks bebas di kalangan anak muda.
"Sebaiknya pemerintah fokus dan serius untuk membenahi ekonomi rakyat dibandingkan dengan mengeluarkan keputusan yang membuat marah hati rakyat," ungkap dia.
PHK massal
Pasalnya, ia menilai kondisi ekonomi rakyat saat ini sedang tidak baik-baik saja. Terbukti dengan PHK massal menjamur, pengagguran meningkat, upah semakin rendah, daya beli rendah, harga pangan dan harga kebutuhan pokok melambung tinggi, hingga perusahaan banyak yang tutup.
"Dengan alasan rugi dan kalah bersaing dengan membanjirnya produk impor yang harganya jauh lebih murah dengan kualitas yang hampir sama dengan barang lokal," sambung dia.
Melihat kondisi ekonomi sedang tidak baik-baik saja, ia menyarankan pemerintah seharusnya menahan diri dalam mengeluarkan keputusan yang membuat rugi rakyatnya sendiri.
"Alangkah bijaksana kalau pemerintah membuat peraturan yang sifatnya mengantisipasi agar moral generasi bangsa bisa terus terjaga. Banyak cara yang lebih konstruktif dibandingkan menggunakan cara destruktif," pinta Mirah.
Advertisement
Kepala BKKBN Dr Hasto Wardoyo: Pemberian Alat Kontrasepsi Harus Tepat Sasaran
Sebelumnya, Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 28 Tahun 2024 Pasal 103 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan yang menyinggung soal penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah menuai beragam respons.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menegaskan, pemberian alat kontrasepsi harus tepat sasaran.
Dokter Hasto mengatakan, dalam undang-undang tersebut yang diperbolehkan membeli alat kontrasepsi adalah remaja yang telah menikah, bukan yang belum menikah.
"Remaja yang menjelang nikah harus ingat, dalam undang-undang itu diperbolehkan membeli alat kontrasepsi pada anak umur 15-17 asalkan sudah menikah. Oleh karena itu, yang diberikan alat kontrasepsi jangan yang masih SMP dan belum menikah," ujar Hasto melalui keterangan resmi yang dikutip ANTARA, Rabu (7/8).
Seuai Norma Agama
Selain itu, Hasto juga menegaskan bahwa pembelian alat kontrasepsi mesti seuai norma agama.
"Yang diperbolehkan beli alat kontrasepsi sebetulnya harus disesuaikan dengan norma agama juga. Kalau mau menikah, harus berjanji sebelum sah jangan melakukan hubungan seksual," ucapnya.
Terkait dengan peningkatan kualitas remaja agar mereka terhindar dari zina, Dokter Hasto pun mengingatkan agar orangtua mendidik anak sesuai zamannya.
"Didiklah anak sesuai zamannya karena anak tidak dilahirkan di zamanmu. Itu arahan para ulama yang saya kutip. Maka kita yang menyesuaikan, bukan anak-anak kita yang menyesuaikan dengan kita," papar Kepala BKKBN.
Advertisement