Narkoba Makin Marak di Kalangan Pekerja Sawit, Sampai Sabu Ditukar Tandan Sawit

Saat ini penyalahgunaan narkoba pada kalangan pekerja sawit cenderung meningkat dan pada tahap yang sangat mengkhawatirkan.

oleh Septian Deny diperbarui 29 Okt 2024, 16:40 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2024, 16:40 WIB
Ilustrasi pekerja pemanen sawit.
Ilustrasi pekerja pemanen sawit. Saat ini penyalahgunaan narkoba pada kalangan pekerja sawit cenderung meningkat dan pada tahap yang sangat mengkhawatirkan. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Jakarta PTPN III (Persero) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama/MoU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. MoU tersebut ditandatangani oleh Direktur Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Mohammad Abdul Ghani, dan Kepala BNN, Marthinus Hokum.

MoU ini merupakan landasan kerja sama antara kedua instansi dalam mengembangkan dan mengimplementasikan strategi pencegahan, serta pemberantasan narkotika, khususnya di lingkungan kerja Holding Perkebunan Nusantara. Langkah kolaboratif ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran, pemahaman, dan ketahanan pegawai terhadap bahaya narkotika serta dampak destruktif yang ditimbulkannya, baik bagi individu maupun perusahaan.

Dalam sambutannya, Direktur Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero), Mohammad Abdul Ghani, menyampaikan bahwa saat ini penyalahgunaan narkoba pada kalangan pekerja sawit cenderung meningkat dan pada tahap yang sangat mengkhawatirkan.

'“Kalau dulu dari 3 tandan (sawit) satunya ditukar dengan sabu, sekarang tiga-tiganya ditukar dengan sabu,” ujarnya.

PTPN III (persero) sebagai salah satu BUMN memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga integritas dan keamanan lingkungan kerja, serta memastikan seluruh karyawan terbebas dari pengaruh narkotika.

“Kami berharap, kerja sama tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN) yang disepakati antara pihaknya dengan BNN dapat membantu menyelesaikan permasalahan narkoba di kalangan pekerja sawit secara komprehensif,” tambah Ghani.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala BNN, Marthinus Hokum, menjelaskan bahwa hal yang melatari terjadinya peningkatan penyalahgunaan narkoba di kalangan pekerja perkebunan, khususnya sawit, yakni adanya propaganda yang terus menerus dilakukan oleh sindikat narkoba dengan memberikan narasi menyesatkan bahwa mengonsumsinya (narkoba) akan menunjang produktivitas para pekerja.

“Hal tersebut tentu saja keliru. Kita harus berikan kontra narasi, edukasi agar saudara-saudara kita sadar akan bahaya penyalahgunaan narkoba,” jelasnya.

Kepala BNN pun berharap kerja sama kedua belah pihak dalam upaya P4GN dapat berjalan dengan baik, serta berdampak bagi masyarakat, guna mendukung satu dari 17 program prioritas Presiden Prabowo Subianto, yakni Pencegahan dan Pemberantasan Narkoba. “Semoga hari ini menjadi momentum yang luar biasa untuk bekerja ke depan, untuk mewujudkan program-program prioritas pemerintah di Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto,” ucap Marthinus.

CPO Paling Efisien Dibanding Minyak Nabati Lain, Ini Buktinya

Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi CPO 1 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Sebelumnya, LLembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) menyelenggarakan kegiatan Launching Program Sawit Goes to Pesantren untuk mengedukasi santri dan warga Nahdliyin terkait manfaat serta kontribusi sawit bagi perekonomian Indonesia.

Kegiatan yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini dihadiri oleh Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf, Helmi Muhansyah Kepala Divisi UKMK BPDPKS, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono, dan Plt Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Tri Widarto.

Sekretaris Pengurus Lembaga Pengembangan Pertanian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPP PBNU) Dr. Tri Chandra Aprianto menjelaskan problem kelapa Sawit dari hulu sampai hilir berkaitan legalitas, tumpang tindih lahan, dan penguatan kelembagaan petani. Seluruh persoalan ini berdampak bagi pelaksanaan Program Peremajaan Sawit Rakyat.

“Banyak pengaduan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Riau, bahwa Petani Sawit Rakyat (PSR) menghadapi banyak tantangan,” kata Tri Chandra yang juga Ketua Pelaksana Program Sawit Goes to Pesantren dan Rakornas LPPNU, dikutip Sabtu (26/10/2024).

Menurutnya, PSR yang harus diselesaikan berkaitan soal lahan yang terdapat tumpang tindih. Maka ia mendorong Pemerintah dan asosiasi Sawit, bisa membicarakan hal ini lebih lanjut.

“Saya pertegas bahwa LPPNU berkomitmen karena pilar NU itu ulama dan kerakyatan. Apalagi banyak warga nahdiliyin yang juga bekerja sebagai petani dan mengelola kebun sawit,” jelas dia.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Divisi Usaha Kecil Menengah dan Koperasi BPDPKS, Helmi Muhansyah mengungkapkan kepada peserta Launching Sawit Goes to Pesantren, bahwa Sawit termasuk yang paling efisien dibandingkan minyak dari tanaman lainnya.

“Minyak kelapa Sawit paling efisien dibandingkan minyak nabati lain. Jika satu ton minyak sawit membutuhkan 0,3 ha, sedangkan minyak kedelai perlu 4 ha,” katanya.

 

Kampanye Hitam Sawit

Ilustrasi CPO 4 (Liputan6.com/M.Iqbal)
Ilustrasi CPO 4 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Tak heran, lanjutnya, banyak pihak di luar Indonesia melakukan kampanye hitam terhadap Sawit. Oleh karenanya, ia dan insan perkelapasawitan melawan kampanye tersebut. Edukasi ini salah satunya masuk ke Pesantren.

“Kami harapkan edukasi sawit di pesantren, dapat diketahui penggunaan dari Sawit bisa menjadi Malam untuk membatik, lalu sawit sebagai bahan menjadi sabun, sekarang dapat digunakan menjadi bahan rompi anti peluru,” jelasnya.

Kementerian Pertanian, mendukung penuh apa yang disampaikan BPDPKS. Plt. Dirjen Perkebunan, Heru Tri Widarto menjelaskan sangat mengapresiasi program Sawit Goes to Pesantren sebagai terobosan luar biasa. Tadi banyak disampaikan kampanye negatif. Kita kasih tahu cara menjawab ke santri dengan diberikan pemahaman sawit yang baik.

Sawit kata dia, berperan penting terhadap neraca perekonomian karena berkontribusi terhadap nilai ekspor.

“Sawit tulang punggung ekonomi, senilai Rp 400 triliun Sawit diekspor per tahun. Sulit dibayangkan ketika kita tidak kompak menangani sawit,” tuturnya.

 

Infografis Dampak Larangan Ekspor CPO dan Produk Turunannya. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Dampak Larangan Ekspor CPO dan Produk Turunannya. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya