Liputan6.com, Jakarta Institute for Development of Economic and Finance (Indef) mencatat keuntungan yang bisa didapat Indonesia dari proses hilirisasi tembaga. Bahkan, Indonesia bisa untung 39 kali lipat jika tembaga diekspor tak cuma sebagai bahan mentah.
Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti mengungkapkan peluang tersebut. Menurutnya, Indonesia bisa mengambil peran dalam ekspor produk turunan tembaga yang jadi buruan pasar internasional.
Advertisement
Baca Juga
"Sehingga ini merupakan peluang Indonesia untuk tidak mengekspor hanya dalam bentuk tembaga mentah, tapi bisa diolah dulu, bisa diolah jadi katoda, CU Rod, kemudian wire CU, dan electric wire," kata Esther dalam Diskusi Hasil Riset: Tantangan dan Implikasi Hilirisasi Mineral di Indonesia, di Jakarta, Senin (3/2/2025).
Advertisement
Dia menjelaskan, pengolahan temabaga mentah menjadi produk turunannya bisa meningkatkan nilai tambah. Bukan hanya ke kas negara, tapi juga terhadap dampak ekonomi lainnya.
Esther mencoba menghitung nilai tambah dari sisi harga jual antara tembaga sebagai barang mentah dan setelah diolah. Misalnya, jika tembaga diolah jadi katoda, harganya bisa naik 3,9 kali lipat.
Angka lebih besar bisa didapat jika diolah lagi menjadi produk lainnya. Seperti CU Rod, CU wire, hingga produk jadi electric wire. Untuk produk paling hilir, electric wire, nilai tambahnya bisa meningkat hingga 39 kali lipat.
Disini kalau kita lihat, ada manfaatnyavjuga ketika hanya dijual dalam bahan mentah ya tembaga yang mentah maka ini nilainya biasa saja.
"Ketika diolah menjadi CU Katoda ini nilainya menjadi berlipat ganda 3,9 kali artinya hampir 4 kali lipat dari sisi harga. Kemudian kalau diolah menjadi CU Rod menjadi CU wire ini sekitar 24 kali lipat, apalagi kalau diolah electric wire itu sekitar 39 kali lipat," terang dia.
"Jadi sangat menguntungkan ketika tembaga itu diekspor tak sebagai bahan mentah, tetapi diolah dulu," sambungnya.
Â
Punya Cadangan Tembaga
Esther menegaskan kembali, Indonesia punya modal cukup untuk menangkap peluang tadi. Salah satunya tercermin dari besarnya cadangan tembaga yang dikuasai oleh Indonesia.
Dengan menggenggam 3 persen dari cadangan dunia, Indonesia diminta bisa memanfaatkan hilirisasi. Harapannya, hal tersebut memberikan nilai tambah maksimal bagi negara.
"Peluangnya bagi Indonesia sangat baik ya karena Indonesia itu merupakan produsen tembaga. Jadi 3 persen dari cadangan tembaga yang ada di dunia, ini dimiliki oleh Indonesia. Kita punya peluang untuk jadi pengekspor produk-produk derivatif," bebernya.
Â
Advertisement
Data Permintaan Tembaga Global
Pada kesempatan ini, Esther membagikan data permintaan tembaga di pasar global. Dia mengoleksi data permintaan tembaga pada rentang 2019-2023.
Dia mencatat, produksi katoda tembaga turun dari 288,98 ribu ton ke 247,94 ribu ton pada periode tersebut. Namun, proddiksi CU Wire tumbuh dari 1,92 juta ton ke 2,18 juta ton.
Lalu, electric wire naik dari 561,97 ribu tok ke 754,8 ribu ton. Serta, CU Rod yang naik dari 8,53 juta ton ke 8,9 juta ton.
"Tren ini menunjukkan pergeseran ke produk bernilai tambah tinggi, terutama mendukung elektrifikasi global dan industri teknologi," tulis Esther.