Liputan6.com, Canberra - Malcolm Turnbull belum setahun menjabat sebagai Perdana Menteri Australia. Namun, ia harus menerima kenyataan pahit.
Popularitas Turnbull di mata warga Australia terus menurun sejak dia menjabat sebagai orang nomor satu di Pemerintahan Negeri Kanguru.
Baca Juga
Penurunan ini terjadi bukan tanpa sebab. Sejumlah analisis menyebut kesalahan pengambilan kebijakan ekonomi dan politik yang jadi biang permasalahannya.
Advertisement
Menurut lembaga survei dan survei Fairfax-Ipsos, meski masih unggul, presentasi keunggulan partai yang dipimpin Turnbull, Liberal, dengan penantangnya Partai Pekerja hanya berbeda 4 persen. Ini dengan persentase 52 persen untuk Partai Liberal dan 48 persen untuk Partai Pekerja.
Hasil dari jajak pendapat itu perlu diperhatikan benar oleh pria kelahiran Sydney itu. Pasalnya, jumlah tersebut merupakan yang terburuk sejak Turnbull merebut tongkat kekuasaan dari Abbott.
Baca Juga
Popularitas Turnbull sudah diprediksi sebelumnya oleh dosen senior Universitas Sydney, Peter Chen. Dia menyebut bahkan agenda politik dan ekonomi Abbott jauh lebih dibanding penggantinya, Turnbull.
"Jika kalian mengikuti agenda politik Tony Abbott, mengapa kalian semua menjatuhkannya dari kursi orang nomor satu? saya yakin ini terjadi karena motif pribadi," ucap Chen seperti dikutip dari Reuters, Senin (15/2/2016).
Meski demikian, Chen mengaku masih ada cara lain agar karier politik Turnbull terselamatkan. Cara itu adalah menggelar pemilu lebih awal.
"Saya pikir, percepatan pemilu akan menjadi hal yang paling mungkin dilakukan," ucap dia.
Beberapa pekan belakangan ini, Turnbull mulai membuka peluang diadakannya pemilu lebih awal. Ini dilakukan usai dia menaikkan pajak untuk barang dan jasa.
Keputusan Turnbull itu mendapat tekanan besar dari partainya. Namun, di lain pihak, dia bisa bernapas lega karena kebijakan tersebut mendapat dukungan dari ekonom Australia.