Liputan6.com, Jakarta - Presiden Rusia, Vladimir Putin, menarik pasukan militernya untuk mundur dari Suriah pada 15 Maret 2016.
Sebelumnya, negara itu mengirim pasukannya pada 30 September 2015 untuk menambah kekuatan militer Pemerintah Suriah dalam melawan kelompok oposisi.
Baca Juga
Berdasarkan pertemuan yang dilakukan oleh Vladimir Putin dengan Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan Rusia pada 14 Maret 2016 di Moskow, dijelaskan beberapa pencapaian yang menjadi latar belakang penarikan pasukannya di Suriah.
Advertisement
"Kami secara signifikan berhasil menghalangi dan bahkan di beberapa tempat menghentikan bahan-bahan yang akan disuplai untuk kebutuhan teroris dengan menghadang jalur hidrokrabon ... serta memblokir rute utama peredaran senjata dan amunisi yang dikirim untuk para militan," jelas Menteri Pertahanan Rusia, Sergey Shoigu.
Ia juga menambahkan bahwa Rusia berhasil membuka blokir pangkalan udara Kweires yang telah ditutup selama 3 tahun serta membangun kontrol ladang minyak dan gas di Palmyra yang sekarang telah beroperasi dengan stabil.
"Dengan bantuan angkatan udara kita, Tentara Suriah berhasil membebaskan 400 kota dan lebih dari 10.000 kilometer persegi wilayah. Kami telah berhasil membuat perubahan besar dalam memerangi terorisme," tambah Sergey Shoigu.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, dalam pertemuan tersebut berkata bahwa pasukan angkatan udara mereka berhasil membantu untuk menstabilkan kondisi Suriah dalam upaya perdamaian secara politik.
Baca Juga
Lavrov menambahkan bahwa International Syria Support Group (ISSG), telah dibentuk di mana persetujuan mengenai parameter untuk proses politik Suriah telah disetujui oleh Dewan Keamanan PBB.
Dalam hal tersebut mereka mengonfirmasi tiga proses, yaitu menghentikan pertikaian, memperluas bantuan kemanusiaan di daerah yang terkepung, dan memulai pembicaraan antara Intra Suriah.
Dengan keputusan itu, termasuk kesepakatan Putin dengan Obama, perundingan damai Suriah yang diadakan di Jenewa mulai dilaksanakan pada 14 Maret 2016.
Menanggapi keterlibatan Rusia dalam perang di Suriah, Duta Besar Rusia, Mikhael Y. Galuzin, berkata bahwa mereka datang ke negara yang sedang berkonflik tersebut bukan untuk mengintervensi.
"Kami datang ke Suriah bukan untuk mengintervensi, tapi karena adanya permintaan dan juga kesepakatan."
Galuzin yang ditemui di kediamannya pada Kamis (24/3/2016), menuturkan bahwa pihak Rusia berharap Suriah dapat mengatasi masalahnya sendiri dengan kapasitas dan potensi yang mereka miliki.
"Dalam mencapai perdamaian, kami berpikir bahwa Suriah harus mencapai perdamaian dengan cara mereka sendiri," ujarnya.
"Kami tidak dalam posisi untuk menghakimi, pilihan ada pada mereka," ia menambahkan.
Ketika ditanya apa yang dapat lakukan Rusia terhadap pengungsi akibat perang di Suriah, ia menjawab, "Kami akan membantu jika mereka mendeklarasikan dirinya sebagai pengungsi dan ditempuh dengan cara yang benar."
"Saat ini kami juga menangani pengungsi dari Ukraina dengan jumlah hingga satu juta orang. Masalah pengungsian bukan hanya sekedar ekonomi atau biaya, tapi juga tentang masa depannya, pekerjaan yang harus disediakan, serta keterlibatan mereka dengan masyarakat."