10 'Hal Aneh' Ini Penentu Nasib Hillary Clinton Vs Donald Trump?

Ada mitos yang menyebut turunnya hujan deras saat pilpres Amerika Serikat cenderung menguntungkan Partai Republik. Benarkah?

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 27 Okt 2016, 19:29 WIB
Diterbitkan 27 Okt 2016, 19:29 WIB
Vote factors (8)
Siapa sangka, turunnya hujan deras saat pilpres Amerika Serikat cenderung menguntungkan Partai Republik? (Sumber eonline.com)

Liputan6.com, New York - Setiap empat tahun, rakyat Amerika Serikat (AS) menggelar pesta demokrasi, yakni pemilihan presiden.

Kali ini ratusan juta orang akan memberikan suara, apakah menjatuhkan pilihan pada calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump ataukah jagoan Demokrat, Hillary Clinton.

Kampanye segera berakhir, tiga sesi debat seru yang total berdurasi 4,5 jam sudah digelar, para calon pemilih, terutama swing voters, masih punya waktu untuk menimbang-nimbang hingga hari pemungutan suara 8 November 2016 mendatang.

Ternyata, pada hari-H, pilihan warga tak selalu rasional. Bukan hanya janji kampanye, program kerja, atau reputasi capres juga jadi bahan pertimbangan. 

Seperti dikutip dari Listverse pada Kamis (27/10/2016), ada beberapa hal yang jelas-jelas tak berdasar, yang mempengaruhi bahkan mengubah pilihan rakyat pada saat-saat terakhir.

Berikut 10 hal aneh yang bisa menentukan suara para pemilih, bahkan mungkin ikut menentukan nasib Hillary Clinton dan Donald Trump:

1. Hujan Deras

Siapa sangka, turunnya hujan deras saat pilpres Amerika Serikat cenderung menguntungkan Partai Republik? (Sumber listverse.com)

Ketika Al Gore kalah di Florida pada Pilpres 2000, para pendukung Partai Demokrat bermuram durja memikirkan alasan kekalahan calon mereka.

Pada 7 November 2000, di luar kelaziman, hujan deras turun di negara bagian Florida. Diyakini, hujan hampir selalu memberikan keuntungan kepada calon dari Partai Republik.

Selama 14 kali pemilu, para peneliti melacak cuaca di 3.115 distrik untuk melihat apakah kondisi langit berdampak kepada hasil pemilu.

Mereka mengungkapkan, curah hujan yang melebihi perkiraan di suatu kawasan ternyata dapat menyebabkan 3,8 persen pemilih sah memilih tetap tinggal di rumah.

Mereka yang tetap tinggal di rumah, hampir semuanya pendukung partai Demokrat. Partai Demokrat memang cenderung menarik para "pemilih periferal", yaitu mereka yang kurang perhatian kepada politik.

Partai itu juga menarik para pemilih miskin yang mungkin saja tidak memiliki transportasi sendiri untuk menuju ke lokasi pemilihan.

Jadi, ketika dihadapkan dengan hujan deras, dua kelompok itu cenderung tinggal saja di rumah dibandingkan dengan tetangga mereka pendukung Partai Republik yang memiliki motivasi dan kendaraan sendiri.

2. Bencana Alam

Siapa sangka, turunnya hujan deras saat pilpres Amerika Serikat cenderung menguntungkan Partai Republik? (Sumber listverse.com)

Tanggapan lunak pemerintahan George W. Bush pada Badai Katrina cukup meredupkan para pemilih Partai Republik dari kalangan minoritas.

Namun, seandainya Bush cakap menangani krisis itu, ia juga tetap akan kehilangan suara bagi Partai Republik pada 2008.

Suatu penelitian oleh Christopher Achen dan Larry Bartels mengungkapkan bahwa para pemilih kadang-kadang menyalahkan partai petahana akan adanya bencana alam, bahkan ketika pemerintah memberi tanggapan secara tepat.

Pada 2000, pemerintahan Bill Clinton melakukan yang terbaik untuk menyediakan bantuan terkait kekeringan dan banjir di seantero negeri.

Akan tetapi, Achen dan Bartels menemukan bahwa bencana-bencana itu merugikan hingga 2,8 juta suara bagi Partai Demokrat.

Bencana alam membuat orang merasa tidak baik. Dan ketika perasaan itu muncul dalam waktu yang cukup lama, warga cenderung menyalahkan pemerintah petahana.

Dengan demikian, kita memberikan suara kepada lawan, walaupun secara rasional kita mengetahui bahwa pihak yang dipilih itu pun sebenarnya tidak bisa mengendalikan cuaca.

3. Hasil Pertandingan

Siapa sangka, turunnya hujan deras saat pilpres Amerika Serikat cenderung menguntungkan Partai Republik? (Sumber listverse.com)

Misalkan hari ini adalah satu hari sebelum pemilu dan tim nasional bertanding dalam ajang penting. Sebelum berharap-harap tim kebanggaan memenangkan pertandingan, lebih baik para pemilih menentukan terlebih dulu siapa capres yang akan diberikan suara.

Kemenangan dalam pertandingan utama dalam olah raga memberikan dorongan kepada partai yang sedang berkuasa.

Para peneliti dari Loyola Marymount University membandingkan pertandingan sepak bola kampus antara 1964 hingga 2008 dengan pemilu lokal dan nasional.

Hasil temuannya mengungkapkan bahwa petahana menerima tambahan dukungan sekitar 0,8 persen jika tim lokal menang dalam 10 hari sebelum pemungutan suara.

Jika tim yang menang adalah yang lebih lemah, dampak hasil pertandingan bahkan lebih lagi. Kemenangan yang tak terduga dapat meningkatkan dukungan hingga sebesar 2,42 persen. Angka itu memang kecil, tapi dapat menjadi penentu dalam pemilu yang ketat.

Di antara kalangan penggemar utama olah raga, dampaknya pun lebih tinggi. Pada 2009, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa para penggemar bola basket memberikan tambahan 5 persen angka dukungan setuju bagi Obama ketika tim mereka sedang menang.

4. Melihat Bendera

Siapa sangka, turunnya hujan deras saat pilpres Amerika Serikat cenderung menguntungkan Partai Republik? (Sumber listverse.com)

Menurut suatu penelitian Cornell University, menebarkan bendera dapat menarik para pemilu menuju ke tengah.

Penelitian saat itu melibatkan pemilih sayap kanan maupun sayap tengah di Israel. Mereka diminta untuk menilai kesetujuan dengan serangkaian pernyataan nasionalistik.

Sebelum tiap pernyataan, ada gambar subliminal berupa pengibaran bendera Israel atau bendera lain untuk kendali penelitian.

Ketika bendera lain dimunculkan sebelum pernyataan, maka pernyataan itu mendapat nilai tinggi di kalangan kanan dan nilai rendah di kalangan tengah.

Ketika bendera Israel ditampilkan, dua kelompok sama-sama mengumpul di poros tengah. Hal itu terjadi bahkan ketika benderanya hanya ditampilkan 16 milidetik.

Ketika para peneliti mengulang penelitian dalam pemilu sesungguhnya, mereka melihat dampak yang sama. Orang yang melihat bendera sebelum memilih cenderung memilih calon poros tengah.

5. Berjalan Melewati Gereja

Siapa sangka, turunnya hujan deras saat pilpres Amerika Serikat cenderung menguntungkan Partai Republik? (Sumber listverse.com)

Kebanyakan tempat pemungutan suara (TPU) di AS kemungkinan besar ada di halaman gereja atau sekolah. Menurut ilmu pengetahuan, hal itu bukan gagasan yang baik.

Suatu penelitian bersama oleh peneliti Belanda dan Inggris menguak, jenis bangunan yang dilewati berdampak kepada niat pilihan.

Para peneliti mendapati bahwa orang yang diwawancarai dekat gereja cenderung menjelaskan diri mereka sebagai konservatif.

Mereka yang diwawancarai dekat sekolah atau bangunan umum lainnya cenderung mendukung pemerintahan yang 'gemuk'.

Tapi tentu saja dipastikan sebelum bertanya bahwa mereka bukan jemaat gereja itu atau pegawai pemerintah, melainkan orang awam biasa yang kebetulan berdiri dekat bangunan-bangunan tertentu.

Tim peneliti berteori bahwa hal itu terjadi karena lingkungan kita berada secara tidak sadar mempengaruhi bagaimana kita berpikir dan bertindak.

Gereja mengingatkan kita akan nilai-nilai Sekolah Minggu, sehingga kita secara tidak sadar bertindak seakan Tuhan sedang mengamati kita.

6. Memikirkan Kematian

 

Siapa sangka, turunnya hujan deras saat pilpres Amerika Serikat cenderung menguntungkan Partai Republik? (Sumber listverse.com)

Suatu hari nanti, kita ataupun seseorang yang kita kenal pasti akan meninggal dunia. Jika tulisan soal dibaca pada hari pemilihan, maka warga AS cenderung memilih Partai Republik.

Ketakutan akan kematian memberi motivasi nyata pada cara orang memberi suara. Pada 2004, suatu kelompok ilmuwan menyusupkan secara tak disadari cerita-cerita tentang kematian atau fokus kepada kematian kepada para peserta penelitian maupun kelompok kendali.

Kemudian, para ilmuwan itu bertanya kepada peserta penelitian tentang bagaimana mereka memilih.

Mereka yang telah disusupi dengan ketakutan akan kematian lebih berkemungkinan memilih George W. Bush daripada John Kerry.

Memikirkan kematian memang mengerikan. Ketika ketakutan, kita cenderung berkerumun kepada siapapun yang menjanjikan keselamatan dan keamanan, biasanya itu yang ditawarkan para calon yang lebih konservatif.

Hal ini juga berlaku setelah terjadinya serangan teror atau tindakan kekerasan.

7. Percaya kepada Tuhan

Siapa sangka, turunnya hujan deras saat pilpres Amerika Serikat cenderung menguntungkan Partai Republik? (Sumber listverse.com)

Menurut beberapa jajak pendapat, sekitar 90 persen orang Amerika percaya kepada Tuhan. Akan tetapi, pandangan tentang Tuhan yang dipercayai itu mempengaruhi caranya orang memilih.

Jika orang percaya kepada Tuhan yang turut campur (intervensionis), yaitu Tuhan yang ikut campur dalam urusan duniawi, maka orang mungkin tidak acuh memberi suara atau tidak.

Pada pemilu 2004, para pemilih yang percaya akan Tuhan yang aktif, misalnya kalangan Kristen Injili (evangelical) dan Protestan berkulit hitam, akan jauh lebih kecil kemungkinannya memberikan suara daripada mereka yang percaya bahwa Tuhan itu nonintervensionis, misalnya Yahudi dan Protestan cabang utama.

Para peneliti yang mempelajari gejala ini menduga bahwa kepercayaan kepada Tuhan yang demikian (intervensionis) berarti percaya Tuhan akan memilih presiden berikutnya, tak terpengaruh apapun tindakan manusianya. Karena itu, memberikan suara dipandang sekedar buang-buang waktu.

8. Wajah Kandidat

Siapa sangka, turunnya hujan deras saat pilpres Amerika Serikat cenderung menguntungkan Partai Republik? (Sumber eonline.com)

Jika kita tanya apa yang dinilai pemilih dari seorang cari presiden, mereka akan bicara soal kompetensi. Apa maksudnya? Pikiran yang tenang atau pengalaman yang panjang? Ternyata bukan.

Menurut ilmu pengetahuan, kita bicara soal "seseorang yang terlihat layak dipercaya."

Sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa kita menilai calon presiden seperti halnya anak-anak ketika melakukan penilaian dadakan, yaitu dengan menatap wajah mereka dan menentukan apakah sepertinya "cocok".

Ketika Universitas Lausanne meminta 684 mahasiswa Swiss untuk menilai para calon parlemen Prancis masa lalu hanya berdasarkan foto, mereka memprediksi pemenangnya hingga ketepatan 72 persen.

Dalam beberapa kasus ketika pada mahasiswa memutuskan suatu calon yang "benar-benar" tampak lebih kompeten, orang itu sangat berkemungkinan menang besar.

Kalau pemilihnya bukan termasuk jenis-jenis pemilih gigih yang akan memilih partai mereka walaupun calonnya jelas kurang laku, maka kebanyakan pemilih hanya mengandalkan wajah yang dapat dipercaya.

9. Mudah Kaget

 

Siapa sangka, turunnya hujan deras saat pilpres Amerika Serikat cenderung menguntungkan Partai Republik? (Sumber listverse.com)

Ketika kita kaget, tubuh kita memberi tanda. Kulit menjadi lebih lembab, mata pun terus berkedip-kedip.

Reaksi ini terjadi pada tingkatan-tingkatan berbeda pada orang yang berbeda dan kita tidak bisa mengendalikannya.

Tapi, kita bisa menggunakannya untuk membuat perkiraan. Jika seseorang memiliki refleks kaget yang kuat, ia memiliki kemungkinan kuat memilih calon yang konservatif secara sosial.

Penelitian pada 2008 menunjukkan bahwa mereka yang memiliki refleks kaget yang kuat cenderung mendukung Perang Irak, percaya kebenaran Alkitab secara harfiah, dan pendukung pertahanan.

Orang dengan refleks kaget yang lemah cenderung mendukung pernikahan kaum gay, pendukung aborsi, dan pendukung bantuan asing.

Namun, menurut para peneliti, hal ini tidak semudah mengatakan, "Yang gampang kaget berarti akan memilih Partai Republik ketika dewasa."

Para peneliti justru menduga bahwa refleks-refleks kekagetan dan pandangan politis berasal dari sumber yang sama, yang kemungkinan ada pada masa anak-anak.

10. Peningkatan Syahwat

Siapa sangka, turunnya hujan deras saat pilpres Amerika Serikat cenderung menguntungkan Partai Republik? (Sumber listverse.com)

Mari sekarang bicara tentang apa yang terjadi setelah pemilu. Bagi kaum pria, jika calonnya menang, hasilnya dapat membuat kita menjadi pencinta yang hipermaskulin.

Kata kuncinya di sini adalah "menang". Kemenangan membanjiri kaum pria dengan testosteron, sehingga mereka merasa lebih percaya diri, digdaya, dan jantan.

Di sisi lain, kekalahan mengurangi testosteron pria, membuat kaum pria merasa pasrah atau tidak bahagia.

Dan itu berlaku dalam pilpres. Setelah pemilu 2008, penelitian Duke University mengungkapkan bahwa kaum pria pendukung Obama berlimpah testosteron, sedangkan kadar testosteron pada pendukung John McCain rata-rata rendah sekali.

Pimpinan penelitian mengungkapkan bahwa peningkatan kadar testosteron dapat menjurus kepada banyaknya bayi-bayi Demokrat lahir 9 bulan sesudah pemilu waktu itu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya