'Bos James Bond': Rusia Berperan atas Tragedi di Suriah

Kepala M16, Alex Younger tak mampu menutupi kekhawatirannya menyusul kemenangan Trump dan langkah Inggris untuk keluar dari Uni Eropa.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 09 Des 2016, 10:24 WIB
Diterbitkan 09 Des 2016, 10:24 WIB
Kepala M16, Alex Younger
Kepala M16, Alex Younger (Reuters)

Liputan6.com, London - Kepala badan intelijen asing Inggis (M16), Alex Younger, menegaskan bahwa Rusia berperan atas tragedi yang tengah berlangsung di Suriah. Menurut Younger, Negeri Beruang Merah dan rezim Presiden Bashar al-Assad berusaha melenyapkan oposisi di Aleppo dengan berbagai cara.

"Di Aleppo, Rusia dan rezim Suriah tengah berusaha membuat gurun dan menamainya perdamaian. Itu adalah tragedi kemanusiaan yang memilukan," kata Younger ketika berpidato langsung dari kantor "James Bond" di tepi Sungai Thames seperti dikutip dari CNN, Jumat (9/12/2016).

Langkah Younger yang menyampaikan pidato langsung dari markas badan intelijen itu menjadikannya sebagai kepala M16 pertama yang melakukannya.

Pidato Younger disebut sebagai upaya M16 untuk lebih membuka diri. Sementara di lain sisi, badan intelijen itu menghadapi tuntutan atas transparansi yang lebih besar.

Sementara yang menghadiri konferensi pers tersebut terdiri dari sekelompok kecil wartawan yang dijemput di pusat Kota London. Mereka tidak diperkenankan membawa perangkat elektronik apa pun kecuali perekam suara.

Younger melanjutkan, tindakan Rusia dan Suriah yang bertentangan dengan masyarakat internasional telah mengundang risiko dalam perang global terhadap kelompok ekstremis.

"Saya percaya tindakan Rusia di Suriah, bersekutu dengan rezim yang telah didiskreditkan akan memberikan sebuah contoh tragis berbahaya yang mengorbankan legitimasi," jelas dia.

"Siapa saja yang berusaha melawan pemerintahan yang brutal mereka sebut sebagai teroris, mereka samakan dengan kelompok ekstremis yang harus dikalahkan," imbuhnya.

Pria yang memiliki kode nama "C" dan menulis hanya dengan pena berwarna hijau ini merupakan garda depan dalam perjuangan Inggris melawan terorisme di seluruh dunia. Termasuk menyangkut dengan konflik di Irak dan Suriah yang berada pada daftar teratas.

Ia mengatakan, Inggris tidak aman dari ancaman kecuali perang sipil di Suriah diakhiri dengan jalan mengakui kepentingan lebih banyak orang dibanding sekelompok kecil yang didukung kekuatan asing.

Brexit dan Efek Trump

Dalam kesempatan yang sama, Younger juga mengungkap kekhawatirannya. Ia mengatakan keamanan Uni Eropa akan mendapat ancaman besar setelah Inggris meninggalkan organisasi regional tersebut dan Presiden terpilih AS, Donald Trump memasuki Gedung Putih.

Selama ini Inggris menjalin kerja sama erat dengan badan intelijen Jerman dan Prancis. Ketiganya merupakan mitra terdekat intelijen AS.

Badan intelijen Inggris harus bekerja sesuai dengan hukum domestik. Ini yang dinilai ke depan akan bertentangan dengan AS mengingat semasa berkampanye Trump pernah menegaskan akan "menghidupkan" kembali teknik interogasi "waterboarding"--di era Presiden Barack Obama penggunaan teknik ini sudah dihilangkan karena bertentangan dengan hukum internasional.

Singkatnya, Younger tidak mengharapkan terjadinya perubahan yang signfikan pasca-pelantikan Trump mau pun setelah Inggris secara resmi keluar dari UE.

"Saya sering ditanya, apa efek dari perubahan besar di dunia politik pada 2016--kemenangan Trump dan Brexit. Jawaban saya yang juga menjadi harapan saya adalah kontinuitas. Ini adalah hubungan yang telah bertahan lama dan ikatan personal antara kita kuat," ujar Younger.

Ancaman Perang Hibrida

Younger menyoroti pula "fenomena semakin berbahayanya Perang Hibrida". Salah satunya dugaan Rusia melakukan serangan siber untuk mengganggu pemilu AS.

"Konektivitas yang merupakan jantung dari globalisasi dapat dimanfaatkan oleh negara dengan niat bermusuhan atas tujuan mereka yang ditolak. Mereka melakukan ini melalui beragam cara seperti serangan siber, propaganda atau menyubversikan proses demokrasi," tuturnya.

M16, menurutnya harus dapat mengungkap aktivitas tersebut dan membantu pemerintah Inggris dan sekutunya.

"Risiko yang dipertaruhkan sangat besar dan merupakan ancaman mendasar bagi kedaulatan kami, mereka (pelaku serangan siber) harus menjadi perhatian bagi semua bangsa yang menganut nilai demokrasi," ungkap Younger.

Younger yang pernah menduduki berbagai jabatan penting di luar negeri termasuk di Afghanistan tak memungkiri pamor badan intelijen yang dipimpinnya meningkat karena film James Bond. Namun ada hal signifikan yang berbeda antara cerita di film dan kenyataannya.

"Bond telah menciptakan citra yang kuat untuk M16. Tapi selama ini orang berpikir bahwa harus memiliki kualitas tertentu untuk menjadi pegawai M16 misalnya lulusan Oxford atau Cambridge atau bahkan dapat bertarung dengan tangan kosong," kata dia.

"Tentu saja ini tidak benar. Tidak ada standar bagi pegawai M16. Yang saya butuhkan, M16 memanfaatkan tenaga kerja dengan bakat terbaik tanpa memandang latar belakang," imbuhnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya