Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara menggelar eksekusi mati di depan umum. Hukuman tersebut diberlakukan untuk beberapa kasus yang dianggap sebagai 'kejahatan tak terampuni'.
Kasus-kasus tersebut termasuk pencurian koper dari pabrik, menyebarkan media Korsel di Korut, dan prostitusi.
Laporan soal eksekusi mati secara terbuka tersebut disampaikan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) dari Seoul Korsel, Kelompok Kerja untuk Keadilan Transnasional (TJWG).
Advertisement
Mereka menyebut, eksekusi dilakukan di tempat yang tidak semestinya, seperti di pinggir sungai, pasar dan sekolah.
Para korban eksekusi rata-rata memiliki latar belakang keluarga yang dinilai buruk oleh pemerintah. Selain itu, eksekusi mati dilakukan dengan alasan sebagai efek jera agar tindakan kriminal tak terjadi lagi di masa mendatang.
TJWG mendapat informasi ini dari hasil wawancara dengan 375 pembelot Korut. Wawancara dilakukan selama dua tahun.
Baca Juga
"Pemetaan dan beberapa kesaksian telah menciptakan gambaran mengenai skala pelanggaran yang dilakukan Korut dalam dekade ini," sebut keterangan resmi TJWG seperti dikutip dari Jerusalem Post, Rabu (19/7/2017).
Tuduhan pelanggaran HAM di Korut sudah sejak lama terdengar. Namun, Pyongyang bersikeras mengelak tuduhan,
Mereka bahkan menyebut, warga Korut sangat menikmati kehidupan sesuai konstitusi yang berlaku. Pyongyang malah balik menuduh AS sebagai pelaku terburuk pelanggar HAM.
Walau kerap menolak, laporan pelanggaran HAM ternyata tidak cuma datang dari beberapa LSM. Pada 2014 lalu, bahkan komisi PBB mengeluarkan laporan HAM terkait Korut.
Komisi PBB menyebut pelanggaran HAM di Korut terlihat dengan adanya kamp tahanan super besar, penyiksaan secara sistematik dan kelaparan. Tak ragu, mereka menyamakan kekejaman rezim Korut sama seperti Nazi.
Melihat laporan tersebut Dewan Keamanan (DK) PBB pada 2014 sempat mempertimbangkan menyeret beberapa pemimpin Korut ke pengadilan kriminal internasional.
Simak video berikut: