Liputan6.com, Moscow - Korea Utara meluncurkan rudal Hwasong-12 yang melintasi langit Jepang dan jatuh di perairan Samudra Pasifik, pada Selasa 29 Agustus 2017 lalu.
Aksi nekatnya membuat seluruh dunia mengecam, termasuk Amerika Serikat dan Korea Selatan.
Baca Juga
Dalam hitungan jam, Korsel pun segera pamer kekuatan militer dengan menjatuhkan bom yang dibawa jet tempur di perbatasan. Lalu, militernya melakukan uji coba rudal jarak 500 km dan 800 km.
Advertisement
Dua hari kemudian, AS dan Korsel merespons dengan menerbangkan 8 jet di langit Semenanjung Korea.
Melihat aksi yang dilakukan AS dan Korea Selatan, Presiden Rusia Vladimir Putin pun buka suara. Ia memperingatkan bahwa jika Korut diperlakukan dengan cara menekan seperti itu, justru masalah tak terpecahkan. Dunia justru akan berujung jalan buntu.
Dikutip dari CNN pada Sabtu (2/9/2017), Putin lantas meminta seluruh pihak untuk berdialog demi menyelesaikan masalah.
"Rusia percaya bahwa kebijakan menekan Pyogyang untuk menghentikan program nuklirnya adalah salah dan sia-sia," kata Putin dalam sebuah artikel yang dirilis Kamis oleh Kremlin, menjelang pertemuan BRICS di Xiamen, China.
"Masalah di wilayah itu seharusnya diselesaikan melalui dialog langsung oleh semua pihak terkait tanpa prasyarat apapun. Provokasi, tekanan dan retorika militeristik dan penghinaan adalah jalan buntu," kata Putin.
Komentarnya diterbitkan beberapa jam setelah AS dan Korea Selatan melakukan serangan bom tiruan di Semenanjung Korea, yang dikecam oleh Pyongyang sebagai 'rash act' atau tindakan terburu-buru tanpa memikirkan akibatnya.
Rusia adalah peserta dalam perundingan enam negara atau six-party talk, yang berlangsung pada pertengahan tahun 2000-an dalam upaya membuat Korea Utara meninggalkan program nuklirnya.
Dalam komentarnya yang dipublikasikan, presiden Rusia tersebut mengatakan bahwa situasi di Semenanjung Korea "dibutuhkan keseimbangan dalam mengatasi konflik berskala besar."
Tindakan Terburu-buru
Dua hari setelah Korea Utara meluncurkan rudal balistik yang melintasi langit Jepang, Amerika Serikat dan Korea Selatan kembali memamerkan kekuatan tempurnya. Kali ini dengan melibatkan armada pesawat silumannya.
Empat jet tempur AS F-35B bergabung dengan dua pesawat bomber B-1B dan empat jet tempur F-15 milik Korea Selatan, terbang di atas Semenanjung Korea. Informasi tersebut disampaikan pejabat Angkatan Udara Korsel kepada CNN.
"Latihan tersebut dirancang untuk melawan uji coba rudal balistik yang berulang kali dilakukan Korut, juga pengembangan senjata nuklir Pyongyang," kata pejabat itu, seperti dikutip dari CNN.
Sementara itu, Korea Utara menanggapi gertakan AS dan Korsel sebagai 'aksi liar militeristik'.
"Kaum imperialis AS dan pasukan boneka Korea Selatan tidak bisa menyembunyikan sifat kejam mereka, mengklaim bahwa latihan tersebut adalah untuk 'melawan' peluncuran roket balistik Korea Utara 'dan pengembangan senjata nuklir," kata KCNA.
Badan tersebut menambahkan bahwa AS dan Korea Selatan "terkejut" oleh peluncuran rudal Korea Utara baru-baru ini, "operasi militer militer pertama di Pasifik".
Saksikan video menarik berikut ini:
Advertisement