Korsel Akan Kirim Bantuan Senilai US$ 8 Juta ke Korut

Bantuan senilai US$ 8 juta akan terdiri dari produk nutrisi, vaksin, dan obat-obatan.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 21 Sep 2017, 13:03 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2017, 13:03 WIB
Korea Utara Rayakan Keberhasilan Peluncuran Bom Hidrogen
Warga sipil dan personel militer berpartisipasi dalam perayaan kesuksesan peluncuran bom hidregon antarbenua di Kim Il Sung Square, Pyongyang, Rabu (6/9). Tes bom hidrogen pada Minggu lalu merupakan uji coba senjata nuklir keenam Korut. (AP/Jon Chol Jin)

Liputan6.com, Seoul - Korea Selatan telah menyetujui sebuah rencana untuk mengirim bantuan kemanusiaan senilai US$ 8 juta ke Korea Utara. Kementerian Unifikasi Korea menegaskan langkah tersebut tidak dipengaruhi oleh ketegangan yang tengah berlangsung di semenanjung itu.

Seperti dikutip dari Channel News Asia pada Kamis (21/9/2017), keputusan pemberian bantuan tersebut dibuat setelah pertemuan pejabat pemerintahan yang dipimpin oleh Menteri Unifikasi Cho Myong-gyon. Persetujuan ini dicapai setelah PBB menjatuhkan sanksi teranyar ke Korut sebagai respons atas uji coba nuklir keenam negara.

Korsel mengatakan bahwa pihaknya bertujuan untuk mengirimkan produk nutrisi senilai US$ 4,5 juta bagi anak-anak dan ibu hamil melalui Program Pangan Dunia (WFP). Sementara itu, US$ 3,5 juta lainnya akan diberikan dalam bentuk vaksin dan obat-obatan melalui UNICEF. Kapan bantuan akan dikirim juga besarannya akan dikonfirmasi segera.

WFP dan UNICEF telah mendekati pemerintah Korsel pada Mei dan Juli tahun ini untuk berkontribusi dalam membantu Korut.

"Kami secara konsisten mengatakan bahwa kami mengupayakan bantuan kemanusiaan bagi Korut dengan mempertimbangkan kondisi buruk anak-anak dan wanita hamil di sana, terlepas dari masalah politik," ujar Menteri Unifikasi Cho Myong-gyon.

Direktur Regional UNICEF untuk Asia Timur dan Pasifik Karin Hulshof mengatakan bahwa masalah yang dihadapi anak-anak Korut sangat nyata.

"Hari ini kami memperkirakan bahwa sekitar 200 ribu anak-anak terkena malnutrisi akut, mempertinggi risiko kematian dan meningkatkan hambatan tumbuh kembang," terang Hulshof.

"Makanan dan obat-obatan serta peralatan penting untuk merawat anak-anak mengalami kekurangan stok," imbuhnya.

Kementerian Unifikasi Korea sebenarnya telah mengatakan pada awal bulan ini bahwa mereka ingin memberi bantuan kepada Korut. Dan langkah tersebut memicu reaksi keras, baik dari publik maupun kubu oposisi.

Kebijakan itu dinilai telah menurunkan tingkat penerimaan publik terhadap Presiden Moon Jae-in yang menjabat sejak Mei lalu. Realmeter, sebuah organisasi jajak pendapat di Korsel, mengumumkan bahwa tingkat penerimaan publik terhadap Moon mencapai 65,7 persen, melemah selama empat bulan berturut-turut.

Meski tergolong masih "aman", mereka yang disurvei mengatakan, Moon telah kehilangan dukungannya karena provokasi lanjutan Korut dan keputusan pemerintah untuk mempertimbangkan pengiriman bantuan ke negara pimpinan Kim Jong-un tersebut.

Keputusan Korsel untuk mengirimkan bantuan ke Korut juga memicu keprihatinan dari sekutunya, Jepang dan Amerika Serikat. Menurut salah seorang pejabat Jepang, PM Shinzo Abe telah mengemukakan persoalan tersebut ke Moon melalui sambungan telepon pada pekan lalu.

Meski demikian, menurut Moon, bantuan tersebut adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan secara terpisah dari isu-isu politik.

Beberapa saat lalu, Korsel telah menghentikan bantuan kemanusiaannya ke Korut pasca-uji coba nuklir keempat pada Januari tahun lalu. Terakhir kali, Korsel mengirim bantuan ke Korut pada Desember 2015 melalui United Nations Population Fund (UNFPA) di bahwa era pemerintahan Park Geun-hye.

Sejak saat itu, Korut telah melakukan dua kali uji coba nuklir dan yang terbaru serta terkuat terjadi pada 3 September 2017. Pyongyang juga telah meluncurkan banyak rudal, termasuk dua rudal balistik antarbenua dan dua misil lain yang terbang melintas langit Jepang.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya