Liputan6.com, Wina - Pemerintah sayap kanan Austria menyatakan berencana menutup tujuh masjid dan mengusir sedikitnya 40 imam beserta keluarga mereka. Sikap ini diambil sebagai bagian dari tindakan keras terhadap "politik Islam" dan pendanaan luar negeri terhadap kelompok-kelompok agama di negara itu.
Menteri Dalam Negeri Herbert Kickl dari Partai Kebebasan (FPOe), yang berhaluan ekstrem kanan dan mitra junior dalam pemerintah koalisi Austria, mengatakan bahwa izin tinggal bagi imam masjid yang dipekerjakan oleh ATIB sedang dievaluasi karena keprihatinan mengenai pendanaan semacam itu.
Baca Juga
ATIB adalah kelompok yang mengawasi masjid-masjid Turki di Austria. Dalam dua kasus, izin tersebut telah dicabut dan permohonan izin tinggal pertama kali yang diajukan lima imam baru-baru ini ditolak, jelas Kickl.
Advertisement
Â
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Bersinggungan dengan Turki
Kanselir Sebastian Kurz mengatakan, pemerintah menutup sebuah masjid nasionalis garis keras Turki di Wina dan membubarkan kelompok Arab Religious Community yang mengelola enam masjid.
Turki mencela langkah tersebut yang disebutnya anti-Islam dan rasis.
Juru bicara presiden Turki Ibrahim Kalin mengatakan di Twitter bahwa keputusan Austria itu merupakan cerminan dari gelombang populis yang anti-Islam, rasis dan diskriminatif di Austria.
Â
The Austrian government’s ideologically charged practices are in violation of universal legal principles, social integration policies, minority rights and the ethics of co-existence. Efforts to normalize Islamophobia and racism must be rejected under all circumstances.
— Ibrahim Kalin (@ikalin1) June 8, 2018
Kurz yang berhaluan konservatif menjadi kanselir pada Desember lalu, dalam koalisinya dengan Partai Kebebasan yang antimigrasi.
Dalam kampanyenya, kedua partai yang berkoalisi tersebut menyerukan pengawasan imigrasi yang lebih ketat, mendeportasi dengan segera para pencari suaka yang permohonannya ditolak, dan penindakan keras terhadap kelompok Islam yang dianggap radikal.
Advertisement