Arab Saudi Jadi Tuan Rumah KTT untuk Membahas Krisis di Yordania

KTT yang diselenggarakan untuk mendiskusikan krisis ekonomi di Yordania ini akan dihadiri oleh sejumlah pemimpin Timur Tengah.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 10 Jun 2018, 11:28 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2018, 11:28 WIB
Demonstrasi di Yordania
Warga Yordania berdemonstrasi atas kenaikan harga dan RUU reformasi pajak (AP Photo/Raad Adayleh)

Liputan6.com, Riyadh - Arab Saudi menjadi tuan rumah KTT regional untuk membahas krisis ekonomi yang tengah berlangsung di Yordania, di mana kenaikan pajak penghasilan yang diusulkan baru-baru ini telah memicu protes terbesar dalam beberapa tahun terakhir.

Pertemuan yang akan berlangsung pada hari Minggu ini di Mekkah akan dihadiri oleh Raja Salman, Raja Yordania Abdullah II, Emir Kuwait Sheikh Sabah Al Ahmad Al Sabah dan Putra Mahkota Abu Dhabi Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan. Demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Minggu (10/6/2018).

Kantor berita Arab Saudi, Saudi Press Agency melaporkan, "Para pemimpin tersebut sepakat untuk bertemu dalam rangka 'membahas cara-cara untuk mendukung Yordania guna mengatasi krisis ekonomi yang tengah dialami negara itu".

Yordania dilaporkan sangat bergantung pada bantuan asing. Sementara, program bantuan bernilai USD 3,6 miliar yang diterima Yordania setiap tahunnya dari Dewan Kerja Sama Teluk belum diperbarui sejak tahun lalu.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Kesulitan Ekonomi

Demonstrasi di Yordania
Warga Yordania berdemonstrasi atas kenaikan harga dan RUU reformasi pajak (AP Photo/Raad Adayleh)

Protes meletus di Amman, ibu kota Yordania dan sejumlah provinsi lainnya di negara itu pada awal bulan ini. Para demonstran menyerukan pemerintah untuk membatalkan kenaikan harga dan RUU reformasi pajak penghasilan yang didukung IMF.

Yordania menerima pinjaman USD 723 juta dari IMF pada tahun 2016 dan menempatkan rencana tiga tahun untuk menurunkan tingkat utang.

Namun, langkah-langkah penghematan yang diambil telah memicu kenaikan harga kebutuhan dasar di seluruh negeri, menciptakan ketidakpuasan atas kenaikan biaya bahan bakar dan roti. Ada pun, tagihan listrik pada 2018 dilaporkan telah naik lima kali.

Aksi protes besar-besaran telah mengakibatkan pengunduran diri Perdana Menteri Hani al-Mulki pada awal pekan ini dan menyoroti apa yang disebut analis sebagai persoalan "struktural" ekonomi negara, yang menderita karena ketidakstabilan ekonomi, ketergantungan pada bantuan asing, dan tingginya biaya menangani 650.000 pengungsi Suriah.

Pasca-pengunduran diri Mulki, Raja Abdullah menunjuk Menteri Pendidikan Omar al-Razzaz sebagai perdana menteri dengan tugas membentuk pemerintahan baru.

Pada hari Kamis, Razzaz mengumumkan bahwa RUU reformasi pajak yang kontroversial akan ditarik, tetapi masalah menyeimbangkan tuntutan populer dengan kebutuhan untuk mengurangi utang publik Yordania masih belum terpecahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya