Ekspor Tulang Singa untuk Obat Perkasa Meningkat, Afrika Selatan Diprotes

Kuota penjualan tulang singa yang kontroversial dilaporkan meningkat dua kali lipat di Afrika Selatan.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 24 Jul 2018, 09:31 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2018, 09:31 WIB
Ilustrasi singa
Ilustrasi (iStock)

Liputan6.com, Pretoria - Para kelompok pemerhati lingkungan mendesak pemerintah Afrika Selatan menghentikan perdagangan tulang singa, yang disebut kuotanya meningkat hampir dua kali lipat pada tahun ini.

Sebagian besar tulang singa itu konon dijual ke pasar Asia, sebagai bahan baku pengobatan tradisional China, khususnya untuk stimulan keperkasaan pria.

Kabar tentang peningkatan kuota ekspor tulang singa memicu kemarahan, di mana aktivis dan organisasi kesejahteraan hewan mengajukan permohonan langsung kepada Presiden Cyril Ramaphosa.

Mereka mengatakan langkah itu akan mempercepat penurunan populasi singa liar melalui perburuan, dan sekaligus merusak upaya untuk mengurangi permintaan akan obat-obatan tradisional yang tidak ilmiah. Demikian dikutip dari Independent.co.uk pada Senin (23/7/2018).

Yayasan konservasi EMS Afrika Selatan dan kelompok Ban Animal Trading, yang bersama-sama menghasilkan laporan dengan judul 'The Extinction Business', berpendapat bahwa industri tulang kucing besar harus segera dihentikan, dan penyelidikan yang dipimpin intelijen didesak untuk bisa menjangkau ke jaringan kriminal Asia, yang menjadi penggerak perdagangan ilegal itu.

Selain itu, pemerintah Afrika Selatan juga didesak untuk mereformasi kebijakan bea cukai, guna mempersempit jalur distribusi tulang singa ke pasar global.

Afrika Selatan mulai mengalami kenaikan tren perdagangan tulang singa yang kontroversial sejak sekitar satu dekade silam. Kini, Negeri Nelson Mandela menjadi eksportir terbesar ke Asia, dengan sebagian besar dibeli oleh konsumen di Thailand, Vietnam dan Laos.

Di Asia, tulang singa umumnya digiling untuk dijadikan bahan campuran obat dan anggur, di mana diyakini memiliki manfaat sehat layaknya suplemen.

Meski berbagai kebijakan hukum berusaha menjegalnya, namun permintaan tulang singa dilaporkan masih tinggi, sehingga memicu sindikat internasional yang terorganisir.

Bahkan, untuk memenuhi permintaan pasar, para pemburuu singa sengaja mengurung si raja hutan di penangkaran khusus untuk "diternakkan secara paksa".

Konon, saat ini ada hampir 8.000 ekor singa terperangkap di lebih dari 200 fasilitas penangkaran khusus, yang sebagian besar berada di kawasan timur Afrika.

 

Simak video pilihan berikut:

Rekomendasi Penghentian Ekspor Tulang Singa

Ilustrasi singa betina (AFP)
Ilustrasi singa betina (AFP)

Tahun lalu, menurut laporan LSM pemerhati lingkungan Captured in Africa, bisnis kontroversial ini menghasilkan keuntungan sekitar 16 juta rand, atau setara dengan Rp 18,6 miliar.

LSM terkait juga melaporkan sederet rekomendasi utama dalam upaya penghentian ekspor tulang singa, termasuk di antaranya:

- Kuota ekspor nol pada singa dan bagian tubuh kucing besar lainnya untuk tujuan komersial, termasuk dari sumber tawanan.

- Investigasi forensik ke dalam urusan keuangan semua peternak singa dan pedagang tulang.

- Membatasi pemeliharaan dan pengembangbiakan kucing besar.

- Mengkaji dan meningkatkan perlindungan hewan dan undang-undang kesejahteraan fauna.

- Memastikan perlindungan hewan, kesejahteraan, kepedulian dan rasa hormat termasuk dalam hukum, khususnya dalam kaitannya dengan izin untuk menyimpan, menjual, berburu dan mengekspor hewan liar.

Meski begitu, laporan terkait menuliskan keprihatinan bahwa kementerian terkait diam-diam telah menyetujui kuota tahunan sebesar 1.500 tulang singa untuk ekspor, hampir dua kali lipat dari kuota tahun sebelumnya sebesar 800 unit.

Disebutkan pula, bahwa antara tahun 2008 dan 2015, Kementerian Urusan Lingkungan Afrika Selatan mengeluarkan izin untuk mengekspor lebih dari 5.363 tulang singa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya