Liputan6.com, Washington DC - Belum lama ini, para pejabat tertinggi keamanan nasional Amerika Serikat (AS) berkumpul di salah satu ruang di Gedung Putih, untuk menyatakan keprihatinan atas upaya Rusia --dan kemungkinan beberapa negara lain-- ikut campur tangan dalam pemilu yang akan datang.
Dalam pertemuan yang langka itu, sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia pada Jumat (3/8/2018), mereka juga meyakinkan masyarakat bahwa langkah-langkah tegas dalam mengatasi isu campur tangan Rusia tengah dibahas serius oleh pemerintah.
Advertisement
Baca Juga
Direktur lembaga intelijen nasional, Dan Coats, menyadari "Rusia bukan satu-satunya negara yang tertarik untuk mencoba memengaruhi lingkungan politik dalam negeri AS."
Coats mengatakan Presiden Donald Trump "secara khusus telah mengarahkan kami agar fokus pada isu campur tangan dalam pemilu, dan memastikan hal tersebut jauh dari proses pelaksanaan pemilu."
Rusia, menurut Coats, "melakukan permainan tingkat tinggi pada 2016", dan hal tersebut diyakininya akan terkuak dalam waktu dekat.
Simak video pilihan berikut:
Tudingan pada Trump
Sementara itu, menurut Michael Cohen, bekas pengacara Donald Trump, kliennya itu disebut mengetahui tawaran pejabat Rusia untuk memberikan informasi merusak tentang rival Demokrat, Hillary Clinton, pada pilpres Amerika Serikat (AS) 2016 lalu.
Klaim tersebut merupakan kontra dari pernyataan Presiden Trump bahwa ia tidak menyadari pertemuan antara anak buahnya, termasuk putranya Donald Trump Jr dan menantunya, serta seorang agen Kremlin yang diketahu bernama Natalia Veselnitskaya.
Dikutip dari Independent.co.uk pada Jumat 27 Juli, Cohen mengatakan, dia bersedia untuk bersaksi kepada Penasihat Khusus Robert Mueller, yang sedang menyelidiki kemungkinan kolusi antara Donald Trump dan Rusia selama kampanye presiden AS 2016.
Kuasa hukum Presiden Trump saat ini, Rudy Giuliani, membantah keras klaim Cohen, dan mengatakannya sebagai tudingan tidak beralasan.
Advertisement