Liputan6.com, Ghent - Para ilmuwan di Belgia mencari orang-orang yang bersedia menyumbangkan kotoran mereka untuk diteliti. Feses para donatur nantinya akan digunakan sebagai objek untuk membantu penelitian penyakit, mulai dari gangguan pencernaan di usus dan alergi terhadap penyakit saraf.
Di Rumah Sakit Ghent University --salah satu yang terbesar di Belgia dan menjadi langganan Presiden Belgia-- para peneliti sedang melakukan transplantasi mikrobiota fekal (bakteri yang terdapat dalam tinja manusia) pada pasien.
Periset mengekstrak mikrobiota yang baik --organisme kecil yang hidup di usus besar-- dari pendonor untuk kemudian ditransfer ke pasien yang sakit.
Advertisement
"Bagaimana kami menemukan donor? Tidaklah mudah. ​​Banyak orang yang enggan menyumbangkan kotoran mereka, karena ini juga sulit untuk dibicarakan. Tetapi kami memulai mengampanyekannya di media lokal, di Flanders," kata peneliti biomedis asal Belgia, Hannelore Hamerlinck, seperti dikutip dari Aol.com, Jumat (7/9/2018).
Selain gangguan usus, feses bisa dijadikan sebagai aset untuk mencari obat terhadap penyakit-penyakit lainnya. Selama dekade terakhir, semakin banyak penelitian yang membenarkan bahwa ada hubungan antara mikrobiota yang hidup di dalam usus dengan munculnya penyakit, termasuk alergi dan kanker.
"Mikroba berada di pusat sistem tubuh. Bakteri dalam usus memproduksi hormon yang akan memengaruhi otak. Mikroba juga membantu manusia untuk membersihkan zat-zat yang buruk dan mencerna beberapa di antaranya," imbuh Hamerlinck.
Pendonor yang bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini harus dalam kondisi sehat. Pertama, dia harus mengisi kuesioner ekstensif dan harus diuji selama tiga bulan, sebelum fesesnya memenuhi syarat untuk disumbangkan.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tinja Bayi Bagi Kesehatan
Sementara itu, para ilmuwan di Wake Forest School of Medicine telah mengembangkan "koktail probiotik" yang berasal dari strain bakteri usus yang ditemukan pada tinja bayi. Mereka mengklaim hal tersebut bisa digunakan untuk meningkatkan kesehatan usus dan fungsi sistem kekebalan tubuh.
"Apa yang kami temukan adalah bakteri yang diisolasi dalam tinja bayi, menghasilkan jumlah asam lemak rantai pendek yang lebih tinggi," kata peneliti utama studi tersebut Hariom Yadav seperti dilansir dari Winston-Salem Journal pada Senin 27 Agustus 2018.
"Itu bisa membantu orang dengan diabetes, obesitas, kanker, penyakit autoimun, dan lansia," tambahnya.
Meningkatkan asam lemak rantai pendek (sumber utama energi untuk sel yang melapisi usus besar Anda), mungkin membantu dalam mempertahankan atau memulihkan lingkungan usus yang normal. Terutama pada orang-orang yang terganggu oleh penyakit maupun usia.
Feses bayi dipilih dalam penelitian tersebut karena bayi tidak tersentuh oleh penyakit yang berkaitan dengan usia.
"Orang dewasa juga memiliki bakteri baik, tetapi mikrobioma bayi, bakteri dalam usus mereka, jauh lebih sehat daripada yang lebih tua," ujar Yadav yang merupakan Asisten Profesor Kedokteran Molekuler di Wake Forest School of Medicine, Amerika Serikat.
Penelitian ini menguji kemampuan probiotik asal manusia untuk meningkatkan kesehatan usus. Probiotik, yang umumnya ditemukan dalam yogurt dan makanan fermentasi lainnya, adalah bakteri yang menjaga usus tetap sehat.
Sementara itu, "Koktail probiotik" ini belum siap untuk dikonsumsi manusia, sekalipun telah diuji dan berhasil pada tikus di dalam penelitian.
"Beberapa probiotik yang ada di pasar berasal tanah, makanan yang difermentasi, acar. Tetapi, kebanyakan probiotik harus berasal dari manusia jika mereka akan kembali ke manusia," kata Yadav.
Tahap berikutnya adalah menguji "koktail probiotik" itu pada tikus yang tidak sehat untuk melihat efeknya, serta pada primata. Hingga suatu hari nanti, bisa dimasukkan dalam yogurt, bubuk, atau kapsul untuk digunakan manusia.
Yadav sendiri tidak merekomendasikan untuk menggunakan feses bayi untuk berbagai hal saat ini.
Advertisement