Di Bawah Tekanan, Yordania Tidak Akan Perpanjang Izin Sewa Tanah untuk Israel

Pemerintah Yordania tidak lagi memperpanjang izin penggunaan lahan oleh Israel, karena mengaku muak dengan tekanan internasional.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 22 Okt 2018, 16:28 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2018, 16:28 WIB
Raja Abdullah dari Yordania bersalaman dengan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu (AP/Kobi Gideon)
Raja Abdullah dari Yordania bersalaman dengan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu (AP/Kobi Gideon)

Liputan6.com, Amman - Pemerintah Yordania mengatakan pada Minggu 21 Oktober, bahwa pihaknya tidak akan memperpanjang perjanjian berusia 25 tahun, yang memungkinkan Israel untuk menggunakan dua traktat wilayah bersama, meskipun Tel Aviv telah mengajukan perundingan lebih lanjut.

Sebagian besar tanah di wilayah Baquora di barat laut Yordania, digunakan oleh para petani Israel untuk bercocok tanam. Perjanjian ini akan berakhir tahun depan.

Dikutip dari South China Morning Post pada Senin (22/10/2018), Raja Abdullah mengaku merasa muak berada di bawah tekanan publik yang meningkat untuk mengakhiri hubungan perjanjian diplomatik antara Yordania dan Israel.

Dia mengatakan kepada politikus senior Yordania, bahwa pihak kerajaan menginginkan "kedaulatan penuh" atas kedua wilayah yang disewakan ke Israel itu, lapor kantor berita negara Petra.

"Ini adalah tanah Yordania dan mereka (petani Israel) akan tetap ada," kata Raja Abdullah.

Dalam "era kekacauan regional" kerajaannya --yang terjepit di antara Suriah di Irak, dan Israel-- Yordania disebut ingin melindungi kepentingan nasional.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, berbicara setelah komentar Raja Abdullah pada hari Minggu, mengakui bahwa Yordania ingin menggunakan pilihannya untuk mengakhiri perjanjian terkait.

Namun dia mengatakan Israel "akan memasuki negosiasi tentang kemungkinan memperluas pengaturan saat ini".

Menurut ketentuan perjanjian damai, sewa akan secara otomatis diperbarui kecuali salah satu pihak memberi tahu tentang keinginan mengakhiri kesepakatan, tulis Kementerian Luar Negeri Israel dalam sebuah siaran pers di situs resminya.

Yordania adalah salah satu dari hanya dua negara Arab yang memiliki perjanjian damai dengan Israel. Keduanya memiliki sejarah panjang dalam hubungan keamanan yang erat, dan juga ekonomi yang kian diperluas sejak tahun lalu.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Tidak Populer di Kalangan Rakyat Yordania

Demonstrasi di Yordania
Warga Yordania berdemonstrasi atas kenaikan harga dan RUU reformasi pajak (AP Photo/Raad Adayleh)

Disebutkan bahwa perjanjian damai dengan Israel tidak populer di kalangan rakyat Yordania, terutama karena adanya sentimen pro-Palestina yang meluas.

Aktivis dan politikus lokal semakin vokal mengkritik pembaruan perjanjian, yang mereka katakan melanggengkan "pendudukan" Israel di wilayah Yordania.

Ikatan politik juga menjadi kusut selama proses perdamaian Timur Tengah. Insiden tahun lalu, di mana seorang penjaga keamanan menewaskan dua warga Yordania di dalam kompleks kedutaan besar Israel, menambah ketegangan.

Di bawah sebuah lampiran perjanjian damai, Israel menggunakan sekitar 1.000 acre (405 hektar) lahan pertanian di sektor selatan perbatasannya dengan Yordania.

Di wilayah Baquora, yang dikenal dalam bahasa Ibrani sebagai Naharayim, "hak kepemilikan" warga Israel tercatat sejak tahun 1920-an, ketika insinyur Yahudi Rusia, Pinhas Rutenberg, memperoleh konsesi di Inggris untuk membangun pembangkit listrik bagi Palestina.

Dalam perjanjian damai 1994, kedaulatan Yordania atas wilayah itu dikonfirmasi, tetapi Israel mempertahankan kepemilikan tanah pribadi dan ketentuan khusus, yang memungkinkan warga Negeri Zionis --terutama petani-- bebas melintas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya