Liputan6.com, Kinshasa - Jumlah anak-anak di wilayah timur Republik Demokratik Kongo yang meninggal akibat Ebola, meningkat pada tingkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Sebagian besar korban terjangkit lewat sanitasi yang buruk di klinik yang dikelola oleh tabib tradisional, kata kementerian kesehatan. Demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (30/10/2018).
Dampaknya pada anak-anak sangat terasa di kota Beni, yang telah menjadi episentrum baru wabah ini.
Advertisement
Baca Juga
Dari 120 kasus Ebola yang dikonfirmasi di Beni, sedikitnya 30 orang berusia di bawah 10 tahun dan 27 di antaranya telah meninggal, menurut data kementerian kesehatan.
"Banyak anak-anak yang terkena wabah malaria di dekat Beni diperkirakan mengidap Ebola di klinik yang dikelola oleh tabib yang juga merawat pasien Ebola," kata Jessica Ilunga, juru bicara kementerian kesehatan.
Laju kasus baru di Kongo timur telah meningkat dalam beberapa minggu terakhir.
Komite darurat Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan awal bulan ini bahwa wabah itu kemungkinan akan memburuk secara signifikan jika respons tidak ditingkatkan.
Kongo telah menderita 10 kali wabah Ebola sejak virus itu ditemukan di dekat Sungai Ebola pada tahun 1976. Wabah ini menempati peringkat tiga dalam hal jumlah kematian yang dikonfirmasi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Sempat Dinyatakan Lenyap
Pada Juli 2018 lalu, Pemerintah Republik Demokratik Kongo mengumumkan secara resmi bahwa negaranya telah bebas dari wabah Ebola, yang menyerang sejak akhir trisemester pertama 2018. Status sehat tersebut mulai berlaku sejak Selasa, 24 Juli 2018.
Disebutkan pula bahwa pemerintah Kongo memuji petugas kesehatan setempat dan juga WHO karena bertindak cepat dalam mengatasi wabah penyakit global tersebut.
Dikutip dari VOA Indonesia, dijelaskan bahwa Selasa (24/7) merupakan hari ke-42 tanpa ditemukannya kasus kesehatan terkait wabah Ebola di Kongo, atau dengan kata lain berhasil melewati dua periode inkubasi, masing-masing 21 hari lamanya.
Juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga memuji apa yang disebutnya "vaksin percobaan baru", yang dikatakannya berhasil melindungi 3.000 orang dari penyakit yang disebabkan wabah Ebola.
Padahal semenjak wabah tersebut menyerang Kongo, dinas kesehatan negara itu mencatat sebanyak ratusan orang sempat dirawat karenanya, termasuk 33 orang yang tewas.
Kasus Ebola pertama kali terdeteksi di Kongo pada April lalu di sebuah desa di wilayah barat laut Kongo. Wabah tersebut kemudian diketahui menyebar ke kota Mbandeka, yang berpenduduk lebih dari satu juta jiwa.
Pejabat kesehatan Kongo dan WHO segera menanggapi temuan wabah tersebut, sebelum bisa menyebar hingga ke ibu kota Kinshasa, dan menyebabkan kemungkinan bencana kemanusiaan.
Selain itu, disebutkan pula bahwa WHO tidak mau lagi kecolongan karena terlalu lamban menanggapi wabah penyakit, sebagaimana yang terjadi lima tahun lalu di Afrika Barat.
Wabah Ebola mulai menyebar seacara global sejak akhir 2016, di mana tercatat lebih dari 11.000 orang meninggal karenanya, terutama di negara-negara Afrika dan sebagain Amerika Latin.
Advertisement