Liputan6.com, Champs-Elysees - Upacara peringatan 100 tahun berakhirnya Perang Dunia I yang digelar pada Minggu 11 Oktober 2018 waktu setempat mengalami gangguan jelang kedatangan Presiden AS, Donald Trump. Sejumlah demonstran wanita mendekati arena acara tersebut.
Polisi Prancis kemudian menangkap dua demonstran wanita yang bertelanjang dada di Champs-Elysees itu.
Baca Juga
Salah seorang wanita yang ditangkap hanya berjarak beberapa meter dari iring-iringan Presiden Amerika Donald Trump, yang mendekati lokasi upacara. Demonstran ini menuliskan kata "Fake Peacemaker”" --Pembuat Perdamaian Palsu-- di dadanya.
Advertisement
Kelompok aktivis feminis radikal FEMEN yang berpusat di Paris, diduga kuat bertanggungjawab atas demonstrasi tersebut.
Pemimpin FEMEN, Inna Shevchenko berkicau di Twitter: "aktivis-aktivis FEMEN menyambut iring-iringan @realDonaldTrump dua kali dalam perjalanannya ke Arc de Triomphe".
We welcome @realDonaldTrump, the fake peacemaker! #femen #11Novembre #Paris pic.twitter.com/oHDHh9sALZ
— inna shevchenko (@femeninna) November 11, 2018
Insiden ini menimbulkan pertanyaan tentang pengamanan di acara tersebut.
Sebagian besar pemimpin dunia yang menghadiri upacara peringatan "Hari Gencatan Senjata" di Paris menuju lokasi upacara menggunakan bis.
Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin memilih tidak naik bis. Gedung Putih mengatakan kedatangan Trump diatur oleh "protokol keamanan".
Saksikan juga video berikut ini:
Tiga Wanita Asal Ukraina
Januari 2012 lalu, tiga wanita asal Ukraina juga pernah berunjuk rasa dengan bertelanjang dada sambil membawa poster protes di Davos, Swiss. Aksi itu dilakukan agar mereka dapat masuk dalam pertemuan CEO dan pemimpin politik dalam suatu pertemuan ekonomi dunia.
Ketiga wanita tersebut ingin memberikan aspirasi mengenai kebutuhan kaum miskin di seluruh dunia. Demikian menurut informasi yang dikutip dari Daily Mail saat itu.
Dalam aksinya, ketiga wanita tersebut berlari sambil berteriak dan mencoba masuk tempat pertemuan dengan memanjat pagar. Salah seorang dari mereka mengecat tubuhnya dengan bertuliskan "Krisis! Dibuat di Davos". Sementara, dua orang lainnya membawa spanduk yang mengatakan "Miskin disebabkan oleh ulah gangster di Davos".
Polisi mencoba untuk mengamankan mereka dan berusaha untuk tidak menyentuh payudaranya. Selang beberapa menit kemudian, ketiga pengunjuk rasa topless itu ditangkap.
Juru bicara kepolisian, Thomas Hobi, mengatakan, tiga wanita tersebut langsung dibawa ke kantor polisi dan diperingatkan untuk tidak melakukan demontrasi toples. Menurutnya, mereka akan segera dibebaskan.
Unjuk rasa dengan bertelanjang dada merupakan aksi yang biasa dilakukan para aktivis Ukraina dalam menanggapi masalah politik dan penindasan. Aksi ini telah menjadi hal yang lazim di Ukraina.
Advertisement