Kasus Jamal Khashoggi, Menantu Donald Trump Beri Saran Kepada Putra Mahkota Saudi?

Jared Kushner, menantu Trump, dikabarkan bercakap dengan Putra Mahkota Arab Saudi setelah Riyadh mengakui pembunuhan Jamal Khashoggi.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 09 Des 2018, 15:00 WIB
Diterbitkan 09 Des 2018, 15:00 WIB
Foto Jamal Khashoggi, wartawan Arab Saudi yang dibunuh di Istanbul (AP/Jacquelyn Martin)
Foto Jamal Khashoggi, wartawan Arab Saudi yang dibunuh di Istanbul (AP/Jacquelyn Martin)

Liputan6.com, Washington DC - Jared Kushner, menantu Presiden Amerika Serikat Donald Trump sekaligus penasihat kepresidenan untuk urusan Timur Tengah, dikabarkan berulang kali melakukan percakapan pribadi dengan Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, setelah Riyadh mengakui pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi --menurut laporan terbaru dari The New York Times.

Pembicaraan itu menuai kekhawatiran dari pejabat senior Gedung Putih, yang menilai bahwa Kushner seharusnya tidak melakukan hal tersebut, mengingat keterbatasan pengalamannya dengan kebijakan luar negeri dapat membuat dirinya berisiko dimanipulasi oleh Saudi, The Times melaporkan, seperti dikutip dari The Daily Beast, Minggu (9/12/2018).

Menurut the Times, Kushner menawarkan nasihat kepada Pangeran Salman "tentang bagaimana cara mengatasi badai" setelah Saudi mengakui bahwa belasan figurnya membunuh Khashoggi (di Konsulat Saudi di Istanbul pada 2 Oktober 2018)," kata narasmber anonim dari Saudi yang akrab dengan percakapan tersebut.

Dalam laporan yang sama, the Times menulis, Gedung Putih memiliki protokol bahwa setiap sambungan telepon yang dilakukan oleh penasihat kepresidenan kepada pemimpin negara asing harus didampingi langsung oleh staf Dewan Keamanan Nasional AS (National Security Council).

Tapi, Kushner diduga tidak mematuhi protokol itu, dan ia terus mengobrol secara informal dengan Pangeran Salman tentang situasi setelah Saudi mengakui pembunuhan Jamal Khashoggi, tanpa didampingi oleh staf National Security Council --menurut laporan the Times, mengutip dua mantan pejabat senior AS dan dua orang yang diberi pengarahan oleh Saudi.

Seorang juru bicara Gedung Putih mengatakan kepada the Times dalam sebuah pernyataan, "Jared selalu dengan cermat mengikuti protokol dan pedoman mengenai hubungan dengan MBS (Pangeran Salman) dan semua pejabat asing lainnya dengan siapa dia berinteraksi."

Jared Kushner, menantu Donald Trump yang juga menjabat sebagai penasihat senior presiden AS (AP Photo/Pablo Martinez Monsivais)

Pejabat Gedung Putih menolak untuk menjelaskan protokol dan pedoman sambungan telepon luar negeri kepada the Times atau untuk mengomentari komunikasi Kushner dengan Pangeran Salman pascapembunuhan Khashoggi.

Menyusul laporan Badan Intelijen AS (CIA) yang menuding bahwa Pangeran Salman memerintahkan pembunuhan Jamal Khashoggi, Jared Kushner --laiknya sang ayah mertua Donald Trump-- tetap "menjadi pembela terpenting sang pangeran di dalam Gedung Putih," kata the Times, mengutip sumber yang akrab dengan diskusi internal.

Pangeran Salman dan para pembantunya telah merencanakan "hubungan" dekat dengan Kushner selama lebih dari dua tahun, dan dokumen-dokumen mengungkapkan bahwa para pejabat Saudi menganggap menantu Trump itu sebagai bagian integral untuk memperkuat hubungan Kerajaan dengan pemerintahan AS periode ini.

Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman. (AP/Alastair Grant)

Seorang pakar kebijakan luar negeri mengatakan kepada the Times bahwa "hubungan" itu mendorong dukungan AS terhadap kebijakan-kebijakan Saudi yang kontroversial, seperti intervensi militer di Yaman dan transaksi pembelian senata AS oleh Saudi.

Sambungan Telepon 'Resmi' pada Oktober 2018

Sementara itu, CNN melaporkan bahwa Jared Kushner dan penasihat kepresidenan bidang keamanan nasional John Bolton, pernah melakukan sambungan telepon resmi dengan Pangeran Salman, pada awal-awal mencuatnya kabar mengenai kasus Jamal Khashoggi. Sambungan telepon itu dilakukan ketika Saudi belum mengakui pembunuhan kolumnis The Washington Post tersebut dan ketika pria itu masih berstatus sebagai 'orang hilang'.

"Mereka meminta rincian lebih lanjut dan agar pemerintah Saudi menjadi transparan dalam proses penyelidikan," kata sekretaris pers Gedung Putih Sarah Sanders dalam sebuah pernyataan pada saat itu.

Awalnya mengaku tidak terlibat, Saudi kemudian mengakui bahwa tim operasi nakal yang beranggotakan belasan warga negaranya, telah membunuh Jamal Khashoggi di dalam konsulat Saudi di Istanbul. Namun, pemerintah Saudi terus membantah keterlibatan Pangeran Salman dalam operasi tersebut.

 

Simak video pilihan berikut:

Senat AS: Putra Mahkota Saudi Perintahkan Bunuh Jamal Khashoggi

Jamal Khashoggi, sosok wartawan Arab Saudi yang tewas di konsulat negaranya di Istanbul, Turki, 2 Oktober 2018 (AP)
Jamal Khashoggi, sosok wartawan Arab Saudi yang tewas di konsulat negaranya di Istanbul, Turki, 2 Oktober 2018 (AP)

Setelah pengarahan tertutup bersama Direktur Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA), Gina Haspel, pada 4 Desember 2018, beberapa legislator AS meyakini bahwa "mustahil" Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, tidak terlibat dalam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.

"Saya semakin yakin dengan pandangan-pandangan sebelumnya," kata anggota Senat (upper-chamber) Bob Menendez (Republik) usai mendengar pemaparan dari Direktur CIA kemarin, seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu (5/12/2018).

Senator Lindsey Graham (Demokrat) mengatakan kepada wartawan, "Anda mesti buta untuk tidak sampai pada kesimpulan bahwa pembunuhan Khashoggi diatur oleh orang-orang di bawah komando Pangeran Salman."

Dia menambahkan bahwa tampaknya pemerintahan Presiden Donald Trump tidak mau mengakui bukti keterlibatan sang putra mahkota.

Senator Bob Corker (Republik), yang merupakan Ketua Komite Luar Negeri Senat AS, menggemakan komentar senada, mengatakan bahwa tidak ada keraguan dalam pikirannya bahwa Pangeran Salman memerintahkan dan mengawasi pembunuhan Khashoggi.

Laporan CIA

Apa yang dipaparkan oleh Direktur Haspel kepada Senat AS kemarin memang tidak diungkap ke publik, mengingat pertemuan itu dilaksanakan secara tertutup.

Gina Haspel (61) melambaikan tangan seusai pengambilan sumpah sebagai Direktur CIA yang baru di markas besar CIA, Virginia, Senin (21/5). Haspel sebelumnya menjabat pakar intelijen Rusia yang lebih banyak menjalani misi rahasia CIA. (AFP PHOTO/SAUL LOEB)

Namun, beberapa media, yang kabarnya telah membaca dokumen analisis CIA tentang pembunuhan Khashoggi, menyimpulkan bahwa Pangeran Muhammed bin Salman "mungkin memerintahkan" pembunuhan kolumnis The Washington Post itu.

CIA juga dilaporkan memiliki bukti tentang komunikasi yang dilakukan Pangeran Salman dengan Saud al-Qahtani, yang diduga melakukan pengawasan di lapangan dalam proses pembunuhan wartawan Saudi itu.

Direktur Haspel sendiri dilaporkan telah mendengar rekaman audio pembunuhan yang diperoleh oleh penyelidik Turki. Ia mendengar rekaman itu dari pejabat intelijen Turki kala melakukan kunjungan ke Ankara bulan lalu.

Namun, apa yang dilaporkan CIA dibantah oleh Gedung Putih dan kabinet Trump.

Dalam pemaparan atas kasus serupa kepada Senat AS pekan lalu, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Menteri Pertahanan James Mattis mengatakan kepada para senator bahwa tidak ada bukti langsung keterlibatan putra mahkota dalam kematian Khashoggi.

Sementara itu, Trump mengatakan pada 20 November bahwa "Sangat mungkin putra mahkota memiliki pengetahuan tentang peristiwa tragis itu, mungkin dia melakukannya dan mungkin tidak."

Setelah menawarkan pernyataan yang kontradiktif selama beberapa hari, Arab Saudi mengakui bahwa Khashoggi terbunuh di dalam konsulat dan tubuhnya dipotong-potong. Kerajaan itu berulang kali mengatakan bahwa Pangeran Salman tidak memiliki pengetahuan tentang pembunuhan itu, yang menurut Turki diperintahkan pada tingkat tertinggi kepemimpinan Saudi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya