Rakyat Thailand Tolak Perusahaan Asing Terlibat Legalisasi Ganja untuk Medis

Keterlibatan perusahan asing dalam upaya legalisasi ganja untuk medis ditentang keras rakyat India.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 12 Des 2018, 15:03 WIB
Diterbitkan 12 Des 2018, 15:03 WIB
Ganja atau Mariyuana
Ilustrasi Foto Ganja (iStockphoto)

Liputan6.com, Bangkok - Pemerintah Thailand tengah membahas kemungkinan untuk menjadi negara Asia pertama yang melegalkan ganja untuk kebutuhan medis.

Akan tetapi, pertempuran sedang terjadi antara perusahaan lokal dan asing atas kendali pasar yang berpotensi menguntungkan itu.

Dikutip dari The Straits Times pada Rabu (12/12/2018), rencana Parlemen Thailand untuk mengesahkan undang-undang terkait pada awal tahun nanti, memicu keprihatinan di kalangan pebisnis dan aktivis lokal, akan terjadi kenaikan permintaan paten oleh perusahaan asing.

Hal itu, menurut kritikus, dapat menjadikan para perusahaan asing mendominasi pasar dan membuat lebih sulit bagi para peneliti lokal dalam mengakses ekstrak ganja.

"Pemberian paten ini menakutkan karena menghalangi inovasi, menghentikan bisnis, dan mempersempit akses peneliti lokal dalam melakukan apa pun yang berkaitan dengan ganja," kata Chokwan Kitty Chopaka, seorang aktivis dari Highlands Network, sebuah kelompok advokasi legalisasi ganja di Thailand.

Oposisi di parlemen yang menentang partisipasi perusahaan asing telah mengancam untuk menghentikan proses legalisasi.

Di saat bersamaan, peneliti dan jaringan masyarakat sipil mengancam akan menuntut pemerintah jika paten diberikan kepada perusahaan asing.

Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha telah didesak untuk mengeluarkan perintah eksekutif untuk mengakhiri kebuntuan, tetapi juru bicara pemerintah nasional mengatakan belum ada rencana untuk melakukannya.

"Kami akan melanjutkan secara normal melalui Kementerian Perdagangan terlebih dahulu. Kami harus membiarkan semuanya berjalan tanpa merugikan hak-hak orang," kata juru bicara Puttipong Punnakanta.

Di antara segelintir perusahaan asing yang ingin memasuki pasar Thailand adalah raksasa Inggris GW Pharmaceuticals dan Otsuka Pharmaceutical Jepang, yang telah secara bersama-sama mengajukan permohonan paten terkait ganja.

Perwakilan untuk GW Pharma dan Otsuka menolak berkomentar mengenai aplikasi mereka.

Salah satu pejabat perusahaan asing, yang menolak untuk diidentifikasi karena sensitivitas masalah, mengatakan: "Kami belum melihat kemajuan dalam pendaftaran paten kami, mungkin karena banyak orang yang menentang untuk mengizinkan produsen obat asing memasuki pasar."

Langkah Thailand untuk memungkinkan penggunaan ganja untuk tujuan medis dan penelitian mengikuti gelombang legalisasi terkait di seluruh dunia, termasuk di Kolombia, Israel, Denmark, Inggris dan beberapa negara bagian di AS.

Uruguay dan Kanada bahkan telah selangkah lebih maju, di mana turut melegalkannya untuk penggunaan komersial.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Ganja dalam Budaya Pengobatan Thailand

Ilustrasi bendera Thailand (AP/Sakchai Lalit)
Ilustrasi bendera Thailand (AP/Sakchai Lalit)

Secara budaya, Thailand telah menggunakan ganja dalam pengobatan tradisional selama berabad-abad, sebelum dilarang pada 1934.

Petani Siam di zaman dahulu, menggunakan ganja untuk relaksasi otot setelah seharian berkegiatan di ladang. Selain itu, ganja juga kerap digunakan sebagai pereda nyeri pada wanita di kala haid.

Bahkan, kata "bong", yang menggambarkan pipa air yang sering digunakan untuk menghisap ganja, berasal dari bahasa Thailand.

Para ahli mengatakan Thailand sudah menjadi pusat regional untuk perjalanan medis. Negeri Gajah Putih memiliki kombinasi faktor yang cocok untuk legalisasi tanaman psikotropika itu, termasuk iklim tropis yang dapat memungkinkan produksi ganja lebih murah daripada, misalnya, di Kanada.

Potensi bisnis pada legalisasi ganja untuk medis diperkirakan akan mencapai nilai yang sangat besar, yakni hingga US$ 50 miliar (setara Rp 730 triliun) pada 2025.

Di lain pihak, pemerintah awal tahun ini menolak seruan untuk mendekriminalisasi penggunaan narkoba sebagai kegiatan pelesir.

Sebaliknya, undang-undang baru akan mengklasifikasikan ganja sebagai narkotika yang ekstraknya dapat digunakan dalam pengobatan tradisional Thailand, dan untuk mengobati epilepsi yang resistan terhadap obat, serta sebagai obat pereda rasa sakit dan mual pada pasien kanker.

Penelitian akan diizinkan dalam penggunaan ganja untuk mengobati penyakit Parkinson dan Alzheimer, menurut Dr Sophorn Mekthon, ketua Organisasi Farmasi Pemerintah Thailand.

"Apa yang paling penting dalam keseluruhan perdebatan adalah aksesibilitas ganja untuk medis kepada pasien," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya