Keluarga Kopilot Lion Air JT610 Gugat Boeing di Pengadilan AS

Keluarga kopilot pesawat Lion Air JT610 gugat Boeing di pengadilan AS. Hal ini mengemuka setelah ajuan keluarga korban penumpang burung besi nahas itu, Sudibyo.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Des 2018, 17:24 WIB
Diterbitkan 30 Des 2018, 17:24 WIB
Pesawat Lion Air
Ilustrasi Pesawat Lion Air (Adek BERRY / AFP)

Liputan6.com, Chicago - Keluarga kopilot pesawat Lion Air JT610 registrasi PK-LQP yang jatuh pada bulan Oktober lalu dan menewaskan seluruh penumpang dan awaknya yang berjumlah 189 orang, telah mengajukan gugatan terhadap Boeing di Chicago, Amerika Serikat pada 29 Desember 2018.

Gugatan diajukan atas nama janda co-pilot Harvino dan tiga anaknya, yang semuanya berasal dari Jakarta.

Itu menambah panjang daftar litigasi terhadap pabrikan pesawat terbang global yang didaftarkan di kota kelahirannya.

Gugatan yang diajukan ke pengadilan sirkuit (circuit court) di Cook County, Illinois, AS ini menuduh Boeing 737 MAX 8 yang dioperasikan oleh Lion Air 'berbahaya secara tidak masuk akal', demikian seperti dikutip dari ABC Indonesia, Minggu (31/12/2018).

Tuntutan itu juga menyebut bahwa pesawat Boeing "memiliki kecenderungan untuk menyebabkan kerusakan fisik yang membahayakan tanpa sepengetahuan konsumen namun oleh pengetahuan umum dapat diduga berdasarkan karakteristiknya," karena alat sensornya memberikan informasi yang tidak konsisten kepada pilot dan pesawat.

Gugatan itu juga menuduh bahwa instruksi manual yang disediakan oleh Boeing dengan pesawat berumur dua bulan itu tidak memadai, yang menyebabkan kematian pilot, awak dan penumpang.

Dalam sebuah pernyataan, firma hukum Gardiner Koch Weisberg & Wrona mengatakan Harvino dan Kapten Penerbangan 610 Bhayve Suneja sama-sama pilot berpengalaman, setelah mencatat lebih dari 5.000 dan 6.000 jam terbang sebelum bencana terjadi.

Boeing menolak berkomentar tentang gugatan itu.

Setidaknya dua tuntutan hukum lainnya juga telah diajukan terhadap Boeing di Chicago oleh para korban Lion Air.

Pesawat Lion JT 610 jatuh ke Laut Jawa setelah lepas landas dari Jakarta pada 29 Oktober 2018.

Sebuah laporan pendahuluan oleh para penyelidik Indonesia berfokus pada pemeliharaan dan pelatihan yang dilakukan maskapai penerbangan Lion Air dan respons sistem anti-stall Boeing terhadap sensor yang baru saja diganti tetapi tidak memberikan alasan bagi kecelakaan itu.

Salah satu penyelidik, Nurcahyo Utomo, mengatakan kepada wartawan bahwa masih terlalu dini untuk menentukan apakah versi baru sistem anti-stall, yang tidak dijelaskan kepada pilot dalam manual, merupakan faktor penyebab.

 

Simak video pilihan berikut:

Keluarga Korban Penumpang JT610 Juga Ajukan Gugatan di AS

Pesawat Lion Air
Ilustrasi Pesawat Lion Air (ADEK BERRY / AFP)

Keluarga korban penumpang pesawat Lion Air JT 610 registrasi PK-LQP yang jatuh Oktober lalu kini menggugat Boeing --produsen pesawat 737 MAX-8 yang digunakan pada kecelakaan nahas itu.

Gugatan itu menuduh pesawat Boeing 737 MAX-8 tersebut 'berbahaya'.

Keluarga tersebut meminta tuntutan itu disidangkan oleh pengadilan yang menggunakan sistem juri di Chicago, basis pabrik pesawat terbang itu, demikian seperti dikutip dari The Daily Beast, Kamis (27/12/2018).

Tuntutan hukum itu diajukan pada Senin 24 Desember kepada pengadilan sirkuit (circuit court) di Cook County, Illinois, AS, atas nama ahli waris Sudibyo Onggo Wardoyo.

Sudibyo adalah salah satu korban yang tewas dalam kecelakaan pesawat Lion Air penerbangan JT 610 yang jatuh ke Laut Jawa tidak lama setelah bertolak dari Jakarta tanggal 29 Oktober 2018. Semua, 189 orang yang berada dalam pesawat tewas.

Tuntutan hukum itu menuduh pesawat Boeing yang berumur dua bulan itu berbahaya sebab sensornya tidak memberi data yang akurat kepada sistem kendali terbangnya dan menyebabkan sistem anti-stall-nya tidak terpasang dengan benar. Baca selengkapnya...

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya