Pro dan Kontra Parlemen Mesir Bahas Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

Parlemen Mesir tengah dilanda pro dan kontra tentang rencana memperpanjang masa jabatan presiden.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 07 Feb 2019, 07:33 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2019, 07:33 WIB
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi (AFP Photo)
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi (AFP Photo)

Liputan6.com, Kairo - Parlemen Mesir sedang memperdebatkan rancangan undang-undang (RUU) untuk mengubah konstitusi negara, yang akan memperpanjang masa jabatan presiden dari empat menjadi enam tahun.

Melalui RUU ini, presiden petahana, Abdel Fattah el-Sisi, mungkin dapat tetap berkuasa setelah 2022, ketika masa jabatan keduanya berakhir, demikian sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Rabu (6/2/2019).

Ketua Parlemen Mesir, Ali Abdel-Aal, pada hari Selasa mengatakan bahwa dua pertiga dari 596 kursi legislatif mendukung amandemen yang diusulkan tersebut.

Mosi telah diajukan pada hari Minggu setelah disetujui oleh seperlima dari 596 anggota parlemen, yang sebagian besar adalah pendukung Sisi.

Abdel-Aal mengatakan pada hari yang sama bahwa amandemen itu "berakar pada kepentingan negara dan rakyat Mesir".

Mosi tersebut akan memberi presiden wewenang untuk menunjuk hakim-hakim top dan memotong pengawasan pengadilan dalam memeriksa RUU, sebelum disahkan sebagai undang-undang.

Timothy Kaldas, seorang warga non-residen di Institut Tahrir untuk Kebijakan Timur Tengah, mengatakan bahwa kelompok-kelompok oposisi di Mesir telah berdiskusi dengan pemerintah, di tengah kemungkinan besar amandemen terkait berhasil digolkan.

"Kami telah memikirkan sejak eberapa waktu lalu, bahwa ini adalah satu langkah formal yang dapat membuat Presiden Sisi berkuasa sampai 2034," kata Kaldas.

"RUU itu benar-benar lebih dari pertanyaan kapan (akan diberlakukan) daripada jika (lolos)," lanjutnya mengkritik.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Khawatir Terulangnya Otoritarianisme

Ilustrasi militer Mesir (AFP Photo)
Ilustrasi militer Mesir (AFP Photo)

Presiden Sisi telah memimpin tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap perbedaan pendapat. Dia terpilih kembali tahun lalu, setelah semua penantang yang berpotensi serius dipenjara, atau ditekan untuk keluar dari pemerintahan.

Namun, entah disengaja atau tidak, Presiden Sisi telah berulang kali mengatakan dia tidak akan menjabat lagi sebagai presiden, dan bahwa dia tidak mendukung amandemen batas-batas jangka waktu Konstitusi.

"Ini lebih tentang umur panjang pemerintahan Sisi daripada secara khusus menargetkan oposisi," kata Kaldas.

"Kenyataannya adalah bahwa sayangnya ada sejumlah langkah yang dilakukan untuk menekan oposisi di Mesir," tambahnya.

"Sejumlah tokoh oposisi terkemuka telah dipenjara atau dipaksa ke pengasingan atau aset mereka dibekukan atau telah dilarang bepergian."

Kaldas menambahkan bahwa sudah ada "tekanan luar biasa" pada orang-orang yang kritis terhadap pemerintah.

Amandemen konstitusi untuk memperpanjang pemerintahan Sisi akan menambah kekhawatiran bahwa negara tersebut kembali ke otoritarianisme delapan tahun lalu, setelah pemberontakan pro-demokrasi mengakhiri pemerintahan hampir tiga dekade mantan Presiden Husni Mubarak.

"Apa yang kita saksikan sekarang, bukan saja Mesir mengalami kemunduran pada saat-saat pra-revolusioner, tetapi sebenarnya telah dikonsolidasikan melalui amandemen konstitusi ini. Jika memang melalui referendum dan dipilih pada musim panas, maka kita jauh lebih buruk daripada kami berada di bawah Mubarak," kata Fahmy.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya