Nicolas Maduro Klaim Musuh Gagal Gulingkan Dirinya dari Kursi Presiden Venezuela

Pemimpin berkuasa Venezuela, Nicolas Maduro, mengklaim para musuh gagal menggulingkannya.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 14 Feb 2019, 10:31 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2019, 10:31 WIB
Presiden Nicola Maduro di hadapan rakyat Venezuela - AFP
Presiden Nicola Maduro di hadapan rakyat Venezuela - AFP

Liputan6.com, Caracas - Pemimpin Venezuela Nicolás Maduro mengklaim usaha para musuh untuk menggulingkannya dari kursi kepresidenan terlihat goyah, menyusul pengakuan Amerika Serikat (AS) bahwa "mustahil untuk memprediksi" berapa lama pemimpin yang tengah diperangi itu akan berkuasa.

Dalam sebuah wawancara dengan Euronews, Maduro mengatakan, musuh politiknya telah "gagal total" dalam upaya menjatuhkannya.

"Para lawan bisa terus menerus menyerang setiap hari, tapi mereka tidak mencapai apa-apa," kata Maduro, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Kamis (14/2/2019).

Di lain pihak, deretan baru penentang Maduro telah memprediksi tentang hari-hari terakhirnya, di mana sekitar 50 orang pejabat tinggi Venezuela telah mengakui pemimpin oposisi, Juan Guaido, sebagai presiden sah negara itu.

Sementara itu, puluhan ribu orang berduyun-duyun memenuhi berbagai jalan utama di Caracas dan kota-kota besar lain pada Selasa, untuk kembali menuntut pengunduran diri Maduro yang dituding membawa negara kaya minyak itu pada kehancuran ekonomi.

Namun, tiga pekan setelah Guaido menyerukan gerakan protes oposisi, para pengamat melihat bahwa tanda-tanda kampanyenya berisiko kehilangan tenaga.

Seruan pembelotan massal dari para kepala militer Venezuela --yang diakui oleh para petinggi oposisi sebagai prasyarat kepergian Maduro-- belum terwujud, dan lingkaran dalam pemerintah berkuasa saat ini mulai mengklaim telah melewati badai politik.

"Pada akhirnya, tidak akan ada (tantangan) yang muncul. Kami akan menang," twit tangan kanan Maduro, Diosdado Cabello, pada hari Rabu.

AS Tetap Percaya Diri

Berbicara dalam sidang kongres, utusan khusus AS untuk Venezuela, Elliott Abrams, mengklaim "Maduro dan kelompok pencuri-nya" telah berada pada titik nadir.

Dia mengklaim tekanan internasional berarti "ada badai yang merebak di dalam rezim Maduro, yang pada akhirnya akan mengakhiri kekuasaannya".

Sementara Abrams mengatakan AS "berharap dan percaya diri" terkait kemenangan oposisi, Maduro justru mengakui bahwa "mustahil untuk memprediksi" kapan hal itu akan terjadi.

Meski begitu, lanjutnya, AS akan mempertahankan tekanan "selama beberapa minggu dan bulan ke depan", di mana menunjukkan resolusi untuk menggulingkan Maduro butuh waktu yang lebih panjang dari perkiraan sebelumnya.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Oposisi Berusaha Meredam Kekecewaan

Puluhan Ribu Demonstran Tuntut Presiden Venezuela Mundur
Puluhan ribu demonstran antipemerintah menuntut pengunduran diri Presiden Venezuela Nicolas Maduro di Caracas, Venezuela, Sabtu (2/2). Tokoh oposisi Juan Guaido mendeklarasikan dirinya sebagai 'presiden interim'. (AP Photo/Juan Carlos Hernandez)

Selama beberapa hari terakhir, para pemimpin oposisi disebut tengah meredam kekecewaan tentang melesetnya prediksi kejatuhan Nicolás Maduro.

Juan Andrés Mejía, seorang pemimpin oposisi dan sekutu Guaido, mengakui bahwa tujuan itu "bisa memakan waktu".

"Kami ingin mimpi buruk ini segera berakhir, karena kami tahu bahwa banyak orang menderita setiap harinya. Tetapi, Maduro masih memiliki kendali atas militer, dan pada dasarnya itulah alasan kami belum dapat memajukan resolusi terbesar kami," katanya kepada The Guardian.

Dalam agenda malam peringatan terhadap para siswa yang terbunuh saat memprotes Maduro, pemimpin oposisi lainnya Lilian Tintori mendesak kaum muda Venezuela untuk melanjutkan perjuangan mereka.

"Kami berada di jalan yang benar dengan presiden sementara kami Juan Guaido," desaknya.

Anna Ferrera, seorang pemimpin mahasiswa dari Universidad Metropolitana di Caracas, mengatakan dia yakin dukungan internasional berarti protes tahun ini akan berhasil, di mana pemberontakan sebelumnya --pada 2014 dan 2017-- telah gagal.

"Saya memiliki harapan besar, dan sudah sejak lama saya mengatakan itu," kata pemuda berusia 22 itu.

"Tapi, saya juga sangat takur. Harapan adalah sesuatu yang menakutkan. Harapan kami telah diinjak berkali-kali, sehingga kami takut untuk percaya lagi," lanjutnya gundah.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya