Liputan6.com, Washington DC - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan stasiun televisi Fox News dituding berkontribusi pada merebaknya isu Islamofobia di negara itu.
Tudingan itu muncul menyusul penangkapan seorang pendukung kubu Republik yang mengancam akan membunuh Ilhan Omar, seorang politikus Demokrat asal negara bagian Minnesota, yang juga merupakan salah satu wanita muslim pertama Kongres AS, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Senin (8/4/2019).
Patrick Carlineo, dari Addison, negara bagian New York, ditangkap pada hari Jumat dan didakwa melakukan panggilan telepon yang mengancam ke kantor Omar.
Advertisement
Baca Juga
Menurut FBI, Carlineo mengatakan kepada anggota staf: "Apakah Anda bekerja untuk Ikhwanul Muslimin? Kenapa kau bekerja untuknya, dia teroris sialan. Saya akan menembakkan peluru ke tengkoraknya."
Meskipun Fox News tidak disebutkan dalam keluhan terhadap Carlineo, salah seorang anggota Kongres AS asal New York, Alexandria Ocasio-Cortez, menarik hubungan langsung antara pernyataan kontroversial yang dibuat oleh presenter Jeanine Pirro dan ancaman terhadap Omar.
Bulan lalu Pirro mengkritik Omar yang berkerudung, menanyakan apakah itu menunjukkan "kepatuhannya pada hukum syariah, yang dengan sendirinya bertentangan dengan konstitusi Amerika Serikat".
Dalam sebuah twit pada hari Sabtu, Ocasio-Cortez menyiratkan ada hubungan sebab akibat antara komentar Pirro dan ancaman kematian terhadap Omar.
"Saya pikir Jeanine Pirro menggunakan stasiun televisi Fox (untuk) mendorong orang berpikir bahwa kerudung mengancam. Dia juga mengimbau orang untuk berbicara kebijakan, bukan keputusan pribadi (dalam berkerudung)," twit Ocasio-Cortez.
Saat ini, Fox News menangguhkan siaran Pirro selama dua pekan ke depan, namun tidak disebutkan alasan resminya.
Sarkasme Donald Trump
Sementara itu, berselang tidak lama setelah penangkapan Carlineo, Donald Trump mengejek Omar di depan hadapan para pendukung Partai Republik dari kelompok Yahudi.
Dengan sarkastis, Trump berpura-pura berterima kasih kepada Omar atas dukungannya terhadap Israel, dengan mengatakan: "Oh, saya lupa. Dia tidak menyukai Israel, saya lupa, saya minta maaf. Tidak, dia tidak suka Israel, kan? "
Omar sendiri tidak menanggapi secara langsung sindiran Donald Trump, dan hanya mengetwit: "Tuhanku, maafkan orang-orang tersebut karena mereka tidak tahu."
Meski tidak jelas siapa yang disebut sebagai "orang-orang tersebut" dalam twit Omar, namun banyak pihak menduga bahwa hal itu merupakan tanggapan terhadap sarkasme Trump.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Ancaman Islamofobia Meningkat
Bulan lalu, setelah penembakan di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, yang menewaskan 50 orang, Omar menuduh Trump mengobarkan kebencian yang melatarbelakangi kekerasan semacam itu.
Dia mengatakan Trump adalah seorang presiden yang "secara terbuka mengatakan Islam membenci kita, yang memicu kebencian terhadap muslim, yang berpikir bahwa boleh saja berbicara tentang sebuah agama dan seluruh masyarakat dengan cara yang tidak manusiawi, menjelekkan".
Kelompok-kelompok muslim setempat memperingatkan bahwa retorika yang memanas di sekitar Islam pada umumnya, dan Omar pada khususnya, menciptakan iklim yang berbahaya di AS.
Afaf Nasher, direktur eksekutif Dewan Hubungan Amerika-Islam, mengatakan dalam sebuah pernyataan: "Lingkungan politik, yang dipimpin oleh seorang Islamofobia di Gedung Putih, telah menormalkan pidato kebencian. Meningkatnya ancaman Islamofobia dan supremasi kulit putih harus ditanggapi dengan serius."
Menurut pengaduan kriminal FBI, Carlineo mengirimkan ancaman ke kantor Omar pada 21 Maret lalu, dengan menyebut diri dengan nama aslinya.
Atas laporan staf Omar, seminggu kemudian Carlineo diinterogasi oleh FBI di rumahnya.
Pada awalnya, tersangka mengaku telah mengatakan dalam panggilan telepon itu bahwa "jika leluhur kita masih hidup, mereka akan menembakkan peluru ke kepala (Omar)".
Dia kemudian bersikeras bahwa dia marah dan tidak yakin dengan ucapannya.
Carlineo menggambarkan dirinya sebagai seorang patriot yang "mencintai presiden", dan "membenci muslim radikal di pemerintahan kita".
Meski FBI tidak menemukan kepemilikan senapan dan pistol di rumahnya, namun Carlineo tetap ditahan untuk diminta keterangan lebih lanjut.
Advertisement