Liputan6.com, Bamako - Setidaknya 23 orang tewas dan 300 lainnya dilaporkan hilang, setelah serangan pada hari Minggu di sebuah desa penggembala Fulani di Mali tengah, di mana kekerasan komunal telah melonjak dalam beberapa bulan terakhir, kata seorang walikota setempat.
Dua komunitas Fulani lain menjadi sasaran pada hari Minggu malam di tengah serangkaian serangan mematikan antara penggembala Fulani dan petani etnis Dogon, yang telah lama memperebutkan tanah dan sumber daya di Mali tengah.
Advertisement
Baca Juga
Namun, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Selasa (2/7/2019), persaingan yang meningkat kali ini kian memburuk akibat kehadiran kelompok-kelompok bersenjata.
"Selama hari Minggu, dan semalam, di desa Bidi, Sankoro dan Saran, orang-orang bersenjata menyerang warga sipil, menewaskan 23 di antara mereka," kata Cheick Harouna Sankare, walikota kota tetangga Ouenkoro, mengatakan kepada kantor berita AFP.
"Situasinya serius, tentara perlu bertindak untuk meyakinkan penduduk," katanya, seraya menambahkan bahwa pertemuan darurat telah diadakan.
Pemimpin Mali saat ini, Presiden Ibrahim Boubacar Keita, telah berjanji untuk melucuti senjata milisi, tetapi belum bisa sepenuhnya mengatasi.
Meningkatnya Kekerasan oleh Persaingan Etnis
Kekerasan yang disebabkan persaingan etnis telah meningkat tahun ini.
Pada bulan Maret, tersangka anggota milisi Dogon membunuh lebih dari 150 penggembali Fulani di Mali tengah, salah satu tindakan pertumpahan darah terburuk dalam sejarah negara itu.
Selanjutnya, razia di desa Dogon pada bulan Juni menewaskan lebih dari 40 orang.
Ketidakstabilan semakin diperparah oleh kehadiran kelompok-kelompok bersenjata, yang menggunakan Mali utara dan tengah sebagai tempat peluncuran serangan terhadap Sahel, atau wilayah transisi dari gurun sahara ke area hutan tropis Afrika.
Advertisement
12 Orang Tewas oleh Ranjau Darat
Di tempat lain di Mali tengah, 12 warga sipil termasuk seorang bayi tewas pada serangan hari Minggu, ketika kendaraan yang mereka tumpangi menabrak ranjau darat.
Walikota setempat, Issiaka Ganame, mengatakan tidak ada penumpang yang selamat.
Tidak jelas siapa yang meletakkan ranjau darat itu, tetapi kelompok-kelompok bersenjata diketahui menyebarkan persenjataan semacam ini di wilayah tersebut.
Keresahan di kawasan terkait bertepatan dengan upaya pemerintah Mali yang sedang berlangsung untuk mengatasi kekerasan, yang dibantu oleh militer Prancis dan PBB.