Serangan Mendadak di Pangkalan Militer Mali Tewaskan 12 Tentara Lokal

Sebanyak 12 tentara lokal dilaporkan tewas dalam sebuah serangan mendadak di pangkalan militer Mali pada Minggu 21 April

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 22 Apr 2019, 07:50 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2019, 07:50 WIB
Aksi Serangan Teroris
Ilustrasi Foto Teroris (iStockphoto)

Liputan6.com, Bamako - Sebuah serangan mendadak di wilayah Mali tengah pada Minggu 21 April, menewaskan setidaknya 12 tentara setempat.

Pos militer di Guire diserang sekitar pukul 5 pagi, kata sebuah sumber kepada kantor berita AFP.

"Para teroris keluar dari hutan. Mereka menggunakan sepeda motor dan merebut truk. Mereka membakar kendaraan dan mengambil yang lain," kata sumber itu, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Senin (22/4/2019).

"Termasuk dalam seluruh korban tewas itu adalah komandan pos dan seorang kapten," lanjutnya yang tidak berkenan menyebutkan namanya atas alasan keamanan.

Di Twitter, angkatan bersenjata Mali mengkonfirmasi tentang serangan tersebut, namun tidak menyebutkan secara resmi berapa jumah tentara yang tewas.

Mereka mengatakan bala bantuan dikirim ke sektor Nara, sekitar 370 kilometer utara ibu kota Mali, Bamako.

Seorang warga setempat mengatakan ada tembakan keras dan militer "terkejut" dalam serangan itu.

"Saya melihat dua teroris meletakkan sepeda motor mereka di kendaraan militer dan pergi dengan itu," katanya.

 

 

Pasukan Mali dan Asing Kerap Jadi Sasaran Pemberontak

Tentara Mali di reruntuhan bangunan usai konflik komunal berujung pembantaian etnis di Ogossagou, Kota Moptu, Mali. (AFP PHOTO)
Tentara Mali di reruntuhan bangunan usai konflik komunal berujung pembantaian etnis di Ogossagou, Kota Moptu, Mali. (AFP PHOTO)

Selama beberapa waktu terakhir, pasukan Mali dan asing kerap menjadi sasaran kelompok militan.

Bulan lalu, kelompok militan terkait menewaskan 21 tentara Mali dalam serangan di sebuah kamp militer di Kota Dioura.

Pada hari Sabtu, seorang petugas perdamaian PBB terbunuh dan empat lainnya cedera akibat sebuah ranjau meledak, ketika konvoi mereka melewati wilayah Mali tengah.

Serangan pada hari Minggu itu terjadi ketika Presiden Ibrahim Boubacar Keita melakukan konsultasi untuk memilih perdana menteri baru.

Yang terakhir, Soumeylou Boubeye Maiga, mengundurkan diri beserta seluruh kabinetnya, setelah mendapat kecaman dari partai-partai yang berkuasa dan oposisi, karena gagal menekan kerusuhan.

Militan Merebut Mali Tengah pada 2012

Anak-anak di Ogossou-Peulh, Mali tengah, yang menjadi lokasi konflik komunal berujung pembantaian etnis pada 23 Maret 2019 (kredit: UNICEF)
Anak-anak di Ogossou-Peulh, Mali tengah, yang menjadi lokasi konflik komunal berujung pembantaian etnis pada 23 Maret 2019 (kredit: UNICEF)

Misi PBB didirikan di Mali setelah kelompok militan merebut bagian utara negara itu pada 2012, sebelum didorong kembali oleh pasukan Prancis pada 2013.

Perjanjian damai yang ditandatangani oleh pemerintah dan kelompok-kelompok bersenjata pada tahun 2015, bertujuan untuk memulihkan stabilitas.

Namun kesepakatan itu gagal menghentikan kekerasan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya