Iran Ancam Hidupkan Kembali Reaktor jika Pakta Nuklir Terus-terusan Macet

Iran mengeluarkan ancaman untuk hidupan kembali reaktor jika kebuntuan perjanjian nuklir tidak kunjung usai.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 04 Jul 2019, 11:56 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2019, 11:56 WIB
Keakraban Erdogan, Putin, Rouhani Saat Bahas Perdamaian Suriah
Presiden Iran Hassan Rouhani berbicara dalam pertemuan dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin terkait perdamaian Suriah di Ankara, Turki, Rabu (4/4). (AFP PHOTO/ADEM ALTAN)

Liputan6.com, Teheran - Pemerintah Iran mengancam akan memulai kembali reaktor utamanya yang "berbahaya" dalam tiga hari ke depan, kecuali jika mitra dalam perjanjian nuklir melindungi perdagangannya, karena ketegangan atas kesepakatan itu kian meningkat.

Presiden Hassan Rouhani mengatakan seperti yang dipersyaratkan oleh perjanjian bersejarah 2015--ditinggalkan oleh Presiden AS Donald Trump tahun lalu--Iran menghapus inti reaktor dan mengisinya dengan semen pada Januari 2016, demikian sebagaimana dikutip dari Al Jazeera, Kamis (4/7/2019).

"(Tapi) mulai 7 Juli dan seterusnya dengan reaktor Arak, jika Anda tidak mengoperasikan (sesuai) program dan kerangka waktu semua komitmen yang Anda berikan kepada kami, kami akan mengembalikan reaktor Arak ke kondisi sebelumnya," ancam Rouhani pada hari Rabu.

"Artinya kondisi yang Anda katakan berbahaya dan dapat menghasilkan plutonium," katanya, merujuk pada komponen kunci dari senjata nuklir.

"Kami akan kembali ke sana, kecuali Anda mengambil tindakan sehubungan dengan semua komitmen Anda tentang (reaktor) Arak," lanjutnya mendesak.

Namun, Rouhani tetap membuka pintu untuk negosiasi, dengan mengatakan Iran akan kembali mengurangi persediaan uraniumnya --yang diperkaya-- di bawah batas 300 kilogram, yang ditetapkan oleh pakta nuklir jika penandatangan Inggris, Prancis, Jerman, Rusia dan China menghargai janji mereka.

Namun, dia juga mengancam pengayaan uranium lebih lanjut jika seluruh penandatangan gagal bertindak.

"Pada 7 Juli, tingkat pengayaan kami tidak akan lagi menjadi 3,67 persen. Kami akan mengesampingkan komitmen ini. Kami akan meningkat melampaui 3,67 persen menjadi sebanyak yang kami inginkan, sebanyak yang diperlukan, sebanyak yang kami butuhkan," kata Rouhani.

Kekhawatiran Pecahnya Konflik Militer Tetap Tinggi

Mural Aneka Rupa Hiasi Sudut Kota Teheran
Seorang wanita berjalan melewati lukisan mural yang menggambarkan Patung Liberty di sepanjang dinding bekas Kedutaan Amerika Serikat (AS) di Ibu Kota Teheran, Iran, Sabtu (22/6/2019). (ATTA KENARE/AFP)

Ketegangan meningkat antara Washington dan Teheran sejak Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir tahun lalu, dan menerapkan kembali sanksi terhadap Iran dalam upaya untuk mengurangi penjualan minyak internasionalnya menjadi nol.

Kekhawatiran akan pecahnya konflik militer tetap tinggi. AS telah melayarkan kapal induknya ke perairan Teluk, bersama dengan pembom B-52 dan pesawat tempur F-22, sementara Trump mengatakan orang-orang Iran "bermain api".

Hesamodin Ashena, penasihat Presiden Hassan Rouhani, memperingatkan Trump agar tidak mendengarkan elang dalam pemerintahannya, mengisyaratkan agresi terhadap Iran dapat menjadikannya "presiden satu masa".

"Kami telah kehilangan kursi presiden Amerika di masa lalu, kami bisa melakukannya lagi," twit Ashena, merujuk pada Jimmy Carter yang pencalonan masa jabatan kedua dirusak oleh krisis sandera Iran pada tahun 1980.

Sudut Pandang Eropa dan Iran

Ilustrasi nuklir Iran
Ilustrasi nuklir Iran (AFP)

Negara-negara Eropa telah memperingatkan Iran agar tidak memenuhi ancamannya untuk melanjutkan program nuklirnya.

Iran tidak akan memperoleh apa-apa dengan menyimpang dari ketentuan-ketentuan perjanjian, kementerian luar negeri Perancis memperingatkan pada hari Rabu.

"Menempatkan (kesepakatan) itu hanya akan meningkatkan ketegangan yang telah meningkat di kawasan tersebt," kata juru bicara Kemlu Prancis, Agnes von der Muhll, kepada wartawan dalam briefing harian.

Di lain pihak, Rouhani mendesak Eropa dan Amerika Serikat kembali ke meja perundingan.

"Kembali ke pemahaman, untuk menghormati hukum dan resolusi Dewan Keamanan PBB," katanya. "Dalam kondisi seperti itu, kita semua dapat mematuhi perjanjian nuklir."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya