Liputan6.com, Dhaka - Mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyatakan, Bangladesh telah menanggung kelebihan beban pengungsi Rohingya dalam jumlah besar di wilayahnya.
"Bangladesh tidak bisa terus diharapkan sebagai tempat mengungsi para minoritas Rohingya yang teraniaya, jika tidak ada batas waktu jelas,"Â ujar Ban Ki-moonn seperti dikutip dari Al Jazeera pada Kamis (11/7/2019).
Advertisement
Baca Juga
Lebih dari 730.000 warga etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh. Mereka menuju ke negara tetangga setelah mendapat tindakan keras tentara Burma pada 2017, yang menurut para penyelidik PBB bermuatan niat genosidal, termasuk upaya pembunuhan massal, pemerkosaan berkelompok, dan aksi pembakaran yang meluas.
"Tidak mungkin bagi Bangladesh untuk menampung sejumlah besar Rohingya dalam jangka waktu lama," ujar Moon, yang dikutip oleh kantor berita resmi Bangladesh, Sangbad Sangstha, dalam kunjungannya ke kamp sementara di distrik Bazar, Cox selatan.
Moon juga mengkritik Myanmar karena keengganannya mengizinkan anggota komunitas yang dianiaya kembali ke negara asal mereka.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Gelombang Pengungsi Bermula Sejak 25 Agustus 2017
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah dibunuh pasukan negara Myanmar, menurut laporan Ontario International Development Agency.
Lebih dari 34.000 Rohingya juga dilemparkan ke dalam api, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, ungkap laporan yang berjudul "Forced Migration of Rohingya: The Untold Experience".
Sekitar 18.000 perempuan dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar, serta lebih dari 115.000 rumah warga etnis terkait dibakar dan 113.000 lainnya dirusak.
Pemerintah Myanmar telah membantah tuduhan penganiayaan terhadap Rohingya, dan mengatakan kampanye militernya di seluruh Negara Bagian Rakhine utara adalah tanggapan terhadap serangan pemberontak lokal.
Menunjuk solusi permanen dari masalah terkait, Moon mengatakan repatriasi yang aman dan bermartabat adalah suatu keharusan bagi solusi harmonis dari krisis Rohingya.
Advertisement
Desakan pada Pemerintah Myanmar
Moon juga mendesak pemerintah Myanmar untuk berbuat lebih banyak dalam mengembalikan para pengungsi Rohingnya ke daerah asal mereka.
"Harus dipastikan (bahwa) mereka pulang ke tanah air tanpa takut akan penganiayaan," kata Moon.
Ini bukan pertama kalinya pertanyaan tentang kemampuan Bangladesh dalam menampung lebih banyak pengungsi muncul.
Pada bulan Maret, Menteri Luar Negeri Bangladesh Shahidul Haque mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa negaranya "tidak akan lagi berada dalam posisi untuk mengakomodasi lebih banyak orang dari Myanmar".
Bangladesh dan Myanmar menandatangani perjanjian repatriasi pada November 2017, dengan jangka waktu dua tahun, untuk mengembalikan para pengungsi Rohingya ke ke negara bagian Rakhine.
Namun, pemulangan itu ditunda karena kekhawatiran global tentang keselamatan warga etnis Rohingya di negara asal mereka.