Liputan6.com, Kuala Lumpur - Pemerintah Malaysia membagikan 500 ribu masker kepada warga negara yang tinggal di Sarawak, Selasa, 10 September 2019. Selain itu, otoritas juga meliburkan lebih dari 400 sekolah di negara bagian itu.
Hal tersebut dilakukan karena wilayah yang berada di utara Borneo tersebut terdampak kabut asap dari kebakaran lahan dan hutan (karhutla) di Kalimantan, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (11/9/2019), mengutip keterangan para pejabat.
Baca Juga
Pihak berwenang menutup 409 sekolah di Sarawak, negara bagian Malaysia yang berbagi wilayah dengan Indonesia di Kalimantan, kata Dinas Pendidikan setempat.
Advertisement
Badan Penanggulangan Bencana Nasional Malaysia (NADMA) mengatakan, pihaknya sudah membagikan 500 ribu masker ke Serawak setelah indeks polusi udara mencapai tingkat tidak sehat pada Selasa.
Salah satu distrik di Sarawak, tingkat polusinya mencapai 201 atau "sangat tidak sehat", sementara data dari lima negara bagian di semenanjung Malaysia menunjukkan polusi mencapai tingkat "tidak sehat", menurut badan tersebut.
Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membantah pernyataan Malaysia itu.
"Untuk kabut asap yang melintas batas, tidak ada yang terdeteksi menyebar dari Sumatra menuju semenanjung Malaysia,” tulis BMKG, sambil menambahkan bahwa tanda-tanda kebakaran lahan juga terdeteksi di Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Vietnam, Timor Leste dan Thailand.
Sementara itu, Singapura mencatat kondisi udara yang agak berkabut pada Selasa kemarin, karena kebakaran hutan yang masih berlangsung di Provinsi Riau dan Jambi, kata badan lingkungan hidup nasional Singapura.
"Mengingat prakiraan kualitas udara untuk 24 jam ke depan, warga yang sehat harus mengurangi kegiatan fisik yang berlangsung lama atau berat," ujar badan tersebut.
"Warga yang merasa kurang sehat, terutama lansia dan anak-anak, dan orang-orang dengan kondisi jantung dan paru-paru kronis, harus segera mencari pertolongan medis," tambah mereka.
Kebakaran Hutan Lagi, Kota Cantik Kembali Diselimuti Kabut Asap
Di satu sisi, pemerintah Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah memperpanjang status siaga kebakaran hutan dan lahan hingga akhir September 2019.
"Hal ini dilakukan karena wilayah Kota Palangka Raya yang sempat tak ada kabut asap, kembali dilanda kebakaran lahan dan kabut asap," kata Plt Kepala BPBD Kota Palangka Raya, Supriyanto di Palangka Raya, Minggu (8/9/2019).
Menurut dia, saat ini kebakaran lahan di wilayah "Kota Cantik" ini kembali marak akibat tiga pekan lebih hujan tak mengguyur kota setempat. Akibatnya lahan yang didominasi gambut itu kembali kering.
"Karena kering lahan yang ada kembali mudah terbakar. Kecamatan Sabangau dan Kecamatan Jekan Raya menjadi wilayah yang paling rawan dan banyak lahan terbakar," katanya dilansir Antara.
Supriyanto mengungkapkan Pemerintah Kota Palangka Raya hingga periode 28 Agustus telah menggelontorkan Rp2,3 miliar untuk menangani kebakaran hutan dan lahan.
"Dari total anggaran Rp 2,7 miliar yang ada, hingga periode 28 Agustus Pemerintah Kota Palangka Raya telah menggunakan dana sekitar Rp2,3 miliar untuk penanganan karhutla," katanya.
Penggunaan anggaran senilai Rp2,3 miliar itu di antaranya untuk pembentukan tim satuan tugas kebakaran hutan dan lahan termasuk tahapan penanggulangan kebakaran lahan.
Anggaran tersebut berasal dari pemerintah pusat yang disalurkan melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan masuk dalam pos belanja tidak terduga (BTT).
Sisa anggaran yang tidak digunakan kemudian dikembalikan ke kas daerah dan akan digunakan jika nantinya terjadi musibah atau kejadian tak terduga terkait kebencanaan.
"Saat ini anggaran penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang dilakukan pemerintah kota dikembalikan kepada masing-masing organisasi perangkat daerah. Menyesuaikan program kerja masing-masing," katanya.
Untuk itu masyarakat diajak kembali aktif mencegah semakin maraknya kebakaran lahan di wilayah Ibu Kota Provinsi Kalimantan Tengah ini.
Advertisement
Penanggulangan yang Efektif?
Plt. Kapusdatin dan Humas BNPB, Agus Wibowo, mengatakan BNPB telah mengerahkan pasukan gabungan sebanyak 9.000 personel untuk enam provinsi yang menjadi lokasi terjadinya karhutla, yaitu Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
"Pasukan gabungan terdiri dari 1.000 TNI, 200 polisi dan 300 pemda (pemerintah daerah), juga masyarakat. Pasukan ini bertugas untuk patroli, sosialisasi, dan pemadaman di darat," kata Agus kepada Liputan6.com, Selasa (10/9/2019).
BNPB juga meluncurkan helikopter sebanyak 37 unit untuk operasi pemadaman udara dengan cara water bombing. "Untuk Riau, dikerahkan 1 pesawat untuk TMC/hujan buatan," lanjut Agus.
Saat disinggung mengenai keefektifan dari cara-cara tersebut, Agus menjawab bahwa ada tantangan yang harus dihadapi oleh tim saat di lapangan, antara lain wilayah yang luas, lahan yang terbakar merupakan tanah gambut, lokasi yang susah dijangkau dan ada oknum yang sengaja membakar hutan.
Karhutla sudah berkali-kali terjadi di Tanah Air, khususnya Kalimantan dan Sumatra. Indonesia pun kerap menerima protes dari negara-negara tetangga terdekat, seperti Malaysia dan Singapura. Namun, pemadaman hutan yang terbakar disebut memakan waktu cukup lama, kata Agus.
"Helikopter efektif untuk pemadaman api kecil, jika sudah besar sangat sulit. Lahan gambut ketebalan bisa lebih dari satu meter ke bawah. Api akan merambat ke bawah dan menyebar. Kadang di permukaan padam, tetapi di bawah belum padam. (Kebakaran) Yang bisa tuntas ya hujan seminggu," pungkasnya.