Serangan Militan Tewaskan 38 Tentara Mali, Prancis Himpun Kekuatan untuk Melawan

Prancis menggalang kekuatan militer, imbas peningkatan kematian pasukan Mali menjadi 38 orang.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Okt 2019, 16:58 WIB
Diterbitkan 04 Okt 2019, 16:58 WIB
Pasukan Perdamaian PBB di Mali tengah berjaga di Timbuktu Mali (AFP)
Pasukan Perdamaian PBB di Mali tengah berjaga di Timbuktu Mali (AFP)

Liputan6.com, Mali - Pekan ini terjadi dua serangan militan pada kamp militer Mali. Angka kematian mencapai 38 orang pada Kamis 3 Oktober 2019.

Menteri Pertahanan Mali, Ibrahima Dahirou Dembele turut menyampaikan pengumuman atas gugurnya pasukan Mali akibat serangan-serangan yang dilancarkan militan bersenjata.

Beberapa orang juga dinyatakan hilang setelah kendaraan bersenjata militan menyerang dua kamp militer di sekitar perbatasan Burkina Faso, tambahnya.

"Sangat disayangkan, hari ini… kami mengebumikan 38 jenazah,” kata Menteri Pertahanan melalui sambungan radio, seperti dilansir trtworld.com.

Jumlah korban tewas sebelumnya tercatat 25 anggota militer. Namun, serangan oleh militan menyebabkan jumlah tersebut kian bertambah.

 

* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp 5 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com di tautan ini.

Dukungan dan Galangan Kekuatan Eropa-Afrika untuk Mali oleh Prancis

Ilustrasi bendera Prancis (AFP/Ludovic Marin)
Ilustrasi bendera Prancis (AFP/Ludovic Marin)

Prancis telah meminta kepada mitra-mitra Eropa-nya untuk mengirim pasukan khusus ke Mali serta negara-negara Sahel di Afrika. 

Hal itu untuk menyangga/membantu pasukan lokal Mali yang semakin menjadi sasaran oleh -serangan-serangan pasukan militan mematikan di seluruh padang pasir yang luas 

Idenya adalah untuk mengimprovisasi pelatihan dasar kepada pasukan Mali yang sering kalah senjata dan tidak berpengalaman. Serta, membebaskan operasi Barkhane Prancis dengan kekuatan 4.500 tentara untuk fokus mengejar dan mencegah serangan.

Sejauh ini hanya Estonia yang berani mengambil langkah, berjanji pada September 2019 akhir untuk mengirim 50 pasukan. Hal itu sebagai partisipasi bersama dengan pasukan Prancis yang telah menempatkan diri pada wilayah konflik tersebut sejak 2013. 

Pemerintah Prancis turut memberi suara atas proses persuasi pada negara-negara untuk turut membantu mengatasi konflik yang terjadi.

Pembicaraan sedang berjalan dengan beberapa negara," kata pemerintah Prancis.

Bagi Prancis, membangun pasukan Mali, Burkina Faso, Mauritania, Chad, dan Niger adalah langkah awal yang penting sebelum penarikan pasukannya. Sejauh ini pasukan negara-negara ini jauh dari siap untuk berdiri sendiri.

Sementara itu, Menteri Pertahanan Prancis, Florence Parly sebelumnya turut berkomentar atas potensi-potensi kekerasan yang mungkin terjadi. 

"Eropa akan memiliki dua pedang Damocles di atas kepalanya: terorisme dan penculikan, tetapi juga migran ilegal, karena banyak yang bepergian melalui daerah-daerah ini," kata Florence Parly memperingatkan pada Juni 2019 lalu.

Kerugian Serangan Militan

Mali
Tentara Mali dan pasukan PBB membebaskan 80 sandera dari kelompok bersenjata yang menyerang Hotel Radisso di Bamako, ibu kota Mali. (www.ccn.com)

Para militan melarikan diri dengan sejumlah senjata, amunisi, serta peralatan pasca-serangan ke kamp militer. Mereka sudah pergi saat pasukan khusus Mali dengan bantuan pesawat tempur dan helikopter Prancis hendak memukul mundur. 

Sebagai respons, pasukan bersenjata melancarkan operasi gabungan dengan kekuatan dari daerah tetangga, Burkina Faso. Serta sokongan dari pasukan Prancis yang ditempatkan di wilayah tersebut.

Tiga serangan dilancarkan terhadap desa-desa serta satu unit tentara di Burkina Faso pada Kamis lalu.

Tentara Burkinabe yang menderita kerugian besar, tidak dapat menghentikan berbagai serangan yang dilancarkan.

Hal tersebut mendorong sekitar 300.000 orang untuk melarikan diri ke daerah selatan.

 

Reporter: Hugo Dimas

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya