Liputan6.com, Jakarta Amerika Serikat melancarkan serangan udara ke Irak. Massa yang geram atas serangan udara itu menyerbu Kedutaan Besar AS di Baghdad dengan melemparkan batu dan membakar pos keamanan.
Aksi itu memicu bentrokan dengan penjaga keamanan sekaligus membuat Amerika Serikat memutuskan untuk mengirim pasukan tambahan ke Timur Tengah.
Baca Juga
Serentetan protes, yang dipimpin milisi dukungan Iran, menjadi tantangan baru bagi kebijakan luar negeri Presiden AS Donald Trump, yang masuk dalam bursa pencalonan presiden pada 2020. Ia mengancam akan membalas perbuatan Iran. Departemen Luar Negeri menyebutkan staf diplomatik yang berada di dalam gedung kedutaan aman dan tidak ada rencana untuk mengevakuasi mereka.
Advertisement
Penjaga Kedubes AS menggunakan granat setrum dan juga gas air mata untuk mengusir massa, yang menyerbu dan membakar pos keamanan di pintu masuk tanpa menerobos latar utama.
Pentagon menyebutkan bahwa, selain mengirim Marinir untuk melindungi personel kedutaan, sekitar 750 tentara dari Divisi Lintas Udara 82 akan diterjunkan ke Timur Tengah dan bahwa pasukan tambahan siap dikerahkan untuk beberapa hari ke depan.
"Pengerahan ini merupakan tindakan tepat sekaligus tindakan pencegahan yang diambil untuk menanggapi tingginya ancaman terhadap personel dan fasilitas AS, seperti yang kita saksikan di Baghdad hari ini," kata Menteri Pertahanan AS Mark Esper melalui pernyataan.
Pejabat AS, yang identitasnya dirahasiakan, menyebutkan bahwa 750 tentara awalnya akan berbasis di Kuwait. Pejabat itu mengatakan sebanyak 4.000 anggota pasukan dapat dikirim ke kawasan tersebut dalam beberapa hari ke depan jika diperlukan.
Lebih dari 5.000 prajurit AS ditempatkan di Irak guna mendukung pasukan setempat.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Respons Presiden Irak
Presiden Irak Barham Salih pada Selasa 31 Desember menentang upaya menyerbu Kedutaan Besar AS di Baghdad, yang ia sebut merupakan pelanggaran terhadap perjanjian internasional yang mengikat untuk melindungi misi asing yang ditandatangani bersama pemerintah Irak.
"Upaya untuk menerobos Kedutaan Besar Amerika di Baghdad adalah salah satu pelanggaran protokol internasional dan perjanjian mengikat dengan pemerintah Irak," katanya melalui pernyataan.
"Aksi protes damai merupakan hak yang dijamin dan dilindungi dalam undang-undang namun penyerangan terhadap misi asing berlawanan dengan kepentingan dan reputasi internasional mereka."
Salih menginstruksikan pasukan keamanan Irak untuk melindungi semua misi asing dan meminta massa agar meninggalkan perimeter kedutaan besar.
Advertisement