Liputan6.com, Jakarta - Dalam memperingati 72 tahun Peristiwa Nakba, pemerintah Palestina menyampaikan bahwa di bawah hukum intemasional, semua individu memiliki hak untuk kembali.
Hak untuk kembali menjamin semua individu hak mendasar untuk kembali ke Tanah Air mereka. Para pengungsi Palestina 1948 memiliki hak untuk kembali ke rumah asal mereka di tempat yang sekarang disebut Israel.
Dalam keterangan pers yang diterima oleh Liputan6.com dari Kedutaan Besar Palestina di Jakarta, Jumat (15/5/2020), pemerintah Palestina menyoroti sikap membuang dan menelantarkan manusia dalam kasus ini.
Advertisement
Baca Juga
"Jika diskriminasi berdasarkan ras, etnis, agama, atau kriteria politik saja dilarangoleh hukum intemasional, maka larangan membuang atau menelantarkan manusia harusnya lebih diperkuat dan dipertegas. Faktanya, merupakan hal terburuk Ketika Anda harus meninggalkan rumah Anda dan harta benda Andasendiri. Bisakah Anda membayangkannya?"
"Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyerukan Israel secara langsung untuk sepenuhnya mengimplementasikan hak-hak pengungsi Palestina 1948 yang dijamin secara intemasional," demikian disampaikan dalam rilis.
"Seruan ini datang pada awal Desember 1948 dalam bentuk Resolusi Majelis Umum No. 194 yang menyatakan dengan tegas kewajiban Israel berdasarkan hukum intemasional untuk mengizinkan para pengungsi Palestina 1948 untuk melaksanakan hak mereka untuk Kembali ke tanah air atau rumah asal mereka."
"Resolusi No. 194 secara khusus menyatakan bahwa para pengungsi Palestina memiliki hak untuk kembali ke rumah asal mereka."
"Diskusi tentang implementasi hak pengembalian pengungsi Palestina tahun 1948 menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai sifat negara Israel dan legalitas tindakannya terhadap segala yang berkaitan dengan pengungsi Palestina tahun 1948, termasuk penghalangan hak mereka untuk kembali, melakukan denasionalisasi dan secara ilegal merampas seluruh properti pribadi dan tanah mereka."
Simak video pilihan berikut:
Sekilas Tentang Peristiwa Nakba Palestina
Nakba Palestina menggambarkan suatu proses pembersihan etnis di mana negarayang tidak bersenjata telah dihancurkan dan penduduknya dipindahkan untuk digantikan secara sistematis oleh negara lain.
Nakba Palestina adalah hasil dari rencana militer buatan manusia dengan persetujuan negara-negara lain, yang membawa pada tragedi besar bagi rakyat Palestina. Pendudukan tanah Palestinayang tersisa pada tahun 1967 menghasilkan tragedi tambahan.
Faktanya, gagasan perpindahan penduduk telah memainkan peran kunci dalam pemikiran Zionis sejak berdirinya gerakan Zionis pada akhir abad ke-19. Menurut Program Gerakan (1 897), "tujuan Zionisme adalah untuk menciptakan sebuah rumah bagi orang-orang Yahudi di Palestina yang dijamin oleh hukum internasional publik sebagai satu-satunya solusi atas penganiayaan terhadap orang Yahudi di seluruh dunia.
Pemikir terkemuka Zionis mengembangkan banyak rencana untuk melakukan pembersihan etnis di Palestina sehingga memungkinkan gerakan tersebut untuk membangun dan mempertahankan negara etnis Yahudi.
Pada November 1917, kabinet Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour. Surat satu halaman dari Balfour, Sekretaris Luar Negeri lnggris untuk Lord Rothschild, kepala Federasi Zionis Inggris, mendukung gagasan membangun "rumah nasional" Yahudi di Palestina melalui imigrasi dan kolonisasi. Pada saat itu, orang Yahudi hanya mewakili 8 persen dari populasi Palestina, dan memiliki kurang dari 30/0 dari total tanah di negara itu. Mayoritas komunitas Yahudi di Palestina tidak mendukung gagasan Zionisme untuk menciptakan negara Yahudi yang terpisah dan eksklusif di negara tersebut.
Terlepas darimeluasnya penentangan Arab Palestina terhadap Deklarasi Balfour, Inggris Raya memandang penjajahan Zionis sebagai cara untuk memajukan kepentingan Inggris di kawasan itu.
Pada awal 1947, pemerintah Inggris memberi tahu Perserikatan Bangsa-Bangsa(PBB) yang baru dibentuk akan niatnya untuk menarik diri dari Palestina,mengakhiri lebih dari dua dekade pemerintahan Inggris di tanah tersebut. Piagam PBB menetapkan bahwa wilayah yang tidak berpemerintahan sendiri harus merdeka dengan berakhinya mandat. Sebagai gantinya, Piagam tersebut mengatur pembentukan "Perwalian Sementara" yang serupa dengan sistem mandat.
Majelis Umum PBB, bagaimanapun memutuskan untuk menunjuk komite khusus untuk merumuskan rekomendasi mengenai status masa depan Palestina. Majelis juga menolak permintaan untuk mendapatkan pendapat dari Mahkamah Internasional (IeJ) tentang hasil hukum yang sesuai dari keputusan Inggris untuk mengakhiri Mandat di Palestina, serta otoritas hukum PBB untuk mengeluarkan dan menegakkan rekomendasi pada status masa depan negara.
Resolusi Majelis Umum PBB 181 (II), tanggal 29 November 1947, merekomendasikan pembagian Palestina. Resolusi ini mengusulkan dua negara, satu Arab dan satu Yahudi, di mana semua orang dijamin hak yang sarna. Negara Yahudi yang diusulkan mewakili 56 persen dari tanah Palestina, meskipun komunitas Yahudi kurang dari sepertiga dari populasi Palestina pada saat itu dan tidak memiliki lebih dari 7 persen tanah.
Antara 1922 dan 1948, populasi Yahudi di Palestina meningkat lebih dari enam kali, karena imigrasi. Pada saat yang sama, komunitas internasional memfasilitasi pemukiman kembali orang-orang Yahudi Eropa yang terlantar di Palestina yang mana hal tersebut melanggar komitmen internasional untuk tidak memukimkan kembali orang-orang terlantar di wilayah yang tidak berpemerintahan sendiri.
Ribuan warga Palestina diusir dari rumah mereka tetapi tetap tinggal di wilayah yang dikuasai Israel tahun 1948. Israel mengendalikan 774 kota dan desa dan menghancurkan 531 kota dan desa Palestina selama Nakba. Pasukan Israel juga termasuk yang bertanggungjawab atas lebih dari 70 pembantaian di mana 15.000 warga Palestina tewas.
Populasi Palestina adalah 1,4 juta pada tahun 1948 tetapi pada akhir 2020, populasi Palestina di dunia diperkirakan berjumlah 12,4 juta. lni menunjukkan bahwa jumlah orang Palestina di seluruh dunia telah berlipat ganda delapan kali lipat dalam 72 tahun sejak Nakba. Menurut statistik, jumlah total warga Palestina yang tinggal di Palestina yang bersejarah (antara Sungai Yordan dan Mediterania) adalah 7 juta.
Perkiraan ini mewakili jumlah minimum pengungsi Palestina, mengingat masih adanya keberadaan pengungsi yang tidak terdaftar. Perkiraan ini juga tidak termasuk warga Palestina yang mengungsi antara tahun 1949 dan perang 1967, menurut definisi UNRWA, dan tidak termasuk orang-orang non-pengungsi yang meninggalkan atau terpaksa untuk pergi akibat perang pada tahun 1967.
Jumlah orang-orang Palestina yang tetap tinggal di tanah air mereka di wilayah 1948 setelah Nakba diperkirakan 154 ribu orang, sekarang diperkirakan 1,5 juta pada peringatan 72 tahun Nakba ini.
Advertisement