4 Fakta UU Keamanan Nasional Hong Kong yang Dinilai Represif

UU Keamanan Nasional Hong Kong bisa menjerat orang-orang yang dianggap subversif.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 02 Jul 2020, 10:08 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2020, 10:08 WIB
FOTO: Unjuk Rasa Menentang UU Keamanan Nasional di Hong Kong
Polisi memajang spanduk peringatan kepada pengunjuk rasa yang menentang Undang-Undang Keamanan Nasional di Causeway Bay sebelum pawai penyerahan tahunan di Hong Kong, Rabu (1/7/2020). Hong Kong menandai peringatan 23 tahun penyerahannya ke China pada tahun 1997. (AP Photo/Vincent Yu)

Liputan6.com, Hong Kong - Hukum Keamanan Nasional atau National Security Law (NSL) di Hong Kong menjadi pembahasan panas di dunia politik internasional. Isi hukum itu dinilai membahayakan dan demokratis.

NSL di Hong Kong merupakan undang-undang yang bisa digunakan untuk menjerat musuh-musuh negara. Tindakan yang dianggap subversif terhadap China bisa dijerat oleh UU ini.

UU ini sebetulnya adalah gagasan lama dari awal tahun 2000-an. Presiden Xi Jinping mengesahkan UU ini pada 30 Juni kemarin.

Para aktivis pro-demokratis Hong Kong mengecam keras Hukum Keamanan Nasional tersebut. Akibat hukum ini, pihak yang mendukung kemerdekaan Hong Kong bisa terjerat pidana.

Berikut 4 fakta mengenai Hukum Keamanan Nasional yang kontroversial di Hong Kong:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


1. Empat Larangan

Dalam lawatannya ke Indonesia pada 2-3 Oktober 2013, Presiden Xi Jinping mengusulkan konsep Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 atau 21st Century Maritime Silk Road
Dalam lawatannya ke Indonesia pada 2-3 Oktober 2013, Presiden Xi Jinping mengusulkan konsep Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 atau 21st Century Maritime Silk Road

Hukum Keamanan Nasional menarget pelaku pemisahan negara (secession), subversif, terorisme, dan kolusi dengan kekuatan asing yang membahayakan keamanan nasional.

Berdasarkan UU tersebut, mereka yang sekadar merencanakan atau berpartisipasi dalam gerakan terlarang itu bisa ikut terjerat.

Hukuman terendah bagi pelanggar adalah penjara tiga tahun. Hukuman terberat adalah penjara seumur hidup.

South China Morning Post menyebut tersangka terancam akan digeledah, baik itu tempat tinggal, kendaraan, hingga alat-alat elektronik. Dokumen travel milik tersangka juga terancam disita agar tak kabur ke luar negeri.


2. Hak Politik Hilang

FOTO: 23 Tahun Penyerahan Hong Kong dari Inggris ke China
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam (tengah) berbicara kepada para tamu usai upacara pengibaran bendera untuk menandai 23 tahun penyerahan Hong Kong dari Inggris ke China di Hong Kong, Rabu (1/7/2020). Hong Kong menandai 23 tahun penyerahan dari Inggris ke Cina pada 1 Juli. (Anthony WALLACE/AFP)

Pasal 35 dari UU tersebut menyebutkan bahwa pihak-pihak yang melanggar hukum ini tidak boleh menjadi wakil rakyat, seperti menjadi Dewan Legislatif atau dewan distrik di Hong Kong.

Apabila terdakwa sudah menjabat sebagai PNS, hakim, Dewan Eksekutif, atau Dewan Legislatif, maka mereka harus mundur. Mereka juga tak boleh ikut pemilu selanjutnya atau menduduki jabatan mereka yang dulu.


3. Aktivis Resah

FOTO: Unjuk Rasa Menentang UU Keamanan Nasional di Hong Kong
Para pengunjuk rasa yang menentang Undang-Undang Keamanan Nasional berbaris pada hari peringatan penyerahan Hong Kong ke China dari Inggris di Hong Kong, Rabu (1/7/2020). Unjuk rasa berlangsung sehari setelah pemberlakuan Undang-Undang Keamanan Nasional. (AP Photo/Vincent Yu)

Para aktivis pro-demokrasi seperti Joshua Wong sudah menutup gerakan akibat ini. UU Keamanan Hukuman Nasional ini memang berbahaya bagi pihak yang mendukung kemerdekaan Hong Kong.

Semua larangan dalam UU ini menegaskan bahwa setiap tindakan yang dianggap mengganggu otoritas China atau melawan persatuan akan dipandang melanggar hukum.

Hukuman maksimal bisa mencapai seumur hidup, sementara orang-orang yang aktif berpartisipasi ke tindakan-tindakan tersebut bisa dipidana maksimal 10 tahun.


4. Kolusi Asing

Grafiti Donald Trump dan Xi Jinping Ciuman Hiasi Tembok di Jerman
Seorang pria berjalan di depan Graffiti yang menggambarkan Presiden AS Trump (kanan) dan Presiden Tiongkok Xi Jinping saling berciuman dengan mengenakan masker di tembok taman umum Mauerpark di Berlin, Jerman, Rabu, (29/4/2020). (AP/Markus Schreiber)

Salah satu isi UU ini adalah larangan melakukan kolusi dengan negara asing.

Tindakan yang termasuk kolusi seperti mendapat bayaran dari asing, hingga mendapat instruksi dari negara, institusi, atau individual asing yang bisa merugikan pemerintah China.

Bekerja sama dengan asing untuk menyebarkan kebencian masyarakat terhadap pemerintah China juga masuk ke dalam larangan.

Apabila tersangka mendapatkan bantuan asing untuk melakukan tindakan secession dan subversif, maka ia diancam mendapat hukuman yang lebih berat.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya