Liputan6.com, Tokyo - Mutasi COVID-19 yang berasal dari Afrika Selatan telah mencapai Jepang. Pasien yang terinfeksi adalah wanita berusia 30-an yang baru tiba di Jepang pada 19 Desember 2020.
Ia baru ketahuan terinfeksi varian baru COVID-19 itu pada Senin 28 Desember. Kasus ini ketahuan setelah Jepang mulai melarang masuknya warga asing non-resident.
Advertisement
Baca Juga
Kasus COVID-19 di Jepang juga sedang meningkat hingga menyentuh 3.881 kasus harian pada Sabtu pekan lalu.
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga meminta masyarakat tenang dan menjelaskan bahwa vaksin akan tetap efektif. Itu ia ucapkan saat membahas varian baru dari Inggris.
"Mereka bilang tidak ada bukti bahwa vaksin-vaksin yang sudah disuntik di luar negeri tidak efektif terhadap varian ini, dan langkah-langkah anti-infeksi untuk hal itu tidak berganti dari virus yang konvensional," ujar PM Suga, seperti dilansir Japan Times, Rabu (30/12/2020).
Virus ini juga ditemukan di Australia. Pakar virus Australia berkata varian ini juga lebih menular.
PM Suga telah mengingatkan virus tidak mengenal libur tahun baru. Setiap menteri pun diminta untuk menaikan level urgensi mereka untuk melawan COVID-19.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Vaksinolog: Vaksin COVID-19 Efektif Meski Virus Corona Bermutasi
Mutasi virus Corona COVID-19 di Inggris yang disebut 70 persen lebih mudah menimbulkan kekhawatiran akan efektivitas vaksin. Banyaknya informasi yang kurang tepat dan tidak sesuai konteks pun turut memengaruhi tingkat penerimaan masyarakat terhadap vaksin.
Terkait mutasi virus Corona di Inggris, vaksinolog dan spesialis penyakit dalam dr Dirga Sakti Rambe menjelaskan, sifat alami virus adalah bermutasi.
"Virus itu pasti bermutasi. Supaya tidak bermutasi terus-menerus, kita harus meminimalisir atau menghentikan penyebaran penyakit. Alhamdulillah, sampai saat ini mutasi-mutasi yang ada itu tidak berdampak pada efektivitas vaksin," terangnya dalam acara Dialog Produktif bertema “Ungkap Fakta Vaksin, Jangan Tertipu Hoaks” yang diselenggarakan Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Selasa (29/12).
Tapi kita tidak tahu, satu tahun lagi bagaimana dampak dari mutasi ini. Oleh karena itu saya tekankan bahwa kita harus konsisten menerapkan protokol pencegahan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan, dan Menjaga jarak) supaya penyebaran COVID-19 ini bisa kita cegah”, lanjutnya.
Dirga menjelaskan, vaksin COVID-19 tergolong dalam jenis vaksin mati yang tidak berisiko bagi tubuh.
"Vaksin mati artinya vaksin yang diberikan kepada tubuh kita tidak ada risiko, atau risikonya nol untuk menyebabkan penyakit. Jadi tidak mungkin ada orang setelah divaksinasi COVID-19 menjadi sakit COVID-19. Itulah keunggulan dari vaksin mati."
Advertisement
Jangan Cemas
Dia juga meminta masyarakat agar tidak khawatir dengan fenomena Antibody-dependant enhancement (ADE) pada vaksin COVID-19. Ini karena berbagai penelitian dan uji klinis vaksin COVID-19 tidak menunjukkan bukti ADE.
“Tapi ternyata ADE dalam berbagai penelitian dan uji klinik vaksin COVID-19 ini tidak terbukti. Sampai sekarang pada semua merek vaksin COVID-19, risiko ini tidak terjadi,” tegasnya.
Menurut Dirga, profil keamanan dari proses uji klinis seluruh merek vaksin COVID-19 dilakukan dengan sangat baik. Sehingga tidak ada efek samping yang sangat serius sejauh uji klinis dilakukan.
Infografis COVID-19:
Advertisement