Liputan6.com, Jakarta - Seorang nenek di Belgia meninggal setelah jatuh sakit karena terinfeksi COVID-19 varian Alpha dan Beta.
Para peneliti di Belgia mengatakan, bahwa fenomena langka itu mungkin terjadi.
Dikutip dari Channel News Asia, Minggu (11/7/2021) nenek itu diketahui belum divaksinasi, tinggal sendirian, dan menerima perawatan di rumah.
Advertisement
Ia dilarikan ke Rumah Sakit OLV di kota Aalst, Belgia setelah beberapa kali jatuh sakit pada Maret 2021, dan dinyatakan positif COVID-19 pada hari yang sama.
Sementara kadar oksigennya pada awalnya baik, kondisi nenek berusia 90 tahun tersebut memburuk dengan cepat dan meninggal lima hari kemudian.
Ketika staf medis melakukan tes pada pasien, mereka menemukan bahwa dia terinfeksi COVID-19 varian Alpha, dan varian Beta.
"Kedua varian ini beredar di Belgia pada saat itu, jadi kemungkinan perempuan itu terinfeksi virus yang berbeda dari dua orang yang berbeda," kata ahli biologi molekuler dari Rumah Sakit OLV yang memimpin penelitian, Anne Vankeerberghen.
"Sayangnya, kita tidak tahu bagaimana dia terinfeksi," ujar Vankeerberghen.
Vankeerberghen mengatakan sulit untuk mengatakan apakah koinfeksi berperan dalam penurunan kondisi yang cepat pada pasien.
Penelitian itu, yang belum diserahkan ke jurnal medis untuk publikasi, kini sedang dipresentasikan di European Congress of Clinical Microbiology & Infectious Diseases.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Peneliti di Belgia Serukan Peningkatan Tes Guna Deteksi Varian COVID-19
Sementara Vankeerberghen mengatakan dalam siaran pers bahwa "tidak ada kasus lain yang dipublikasikan" dari koinfeksi serupa, dia menambahkan bahwa "fenomena itu mungkin diremehkan".
Ini karena pengujian terbatas untuk varian yang seharusnya menjadi perhatian, katanya. Ia pun menyerukan agar ditingkatkannya penggunaan tes PCR cepat untuk mendeteksi varian COVID-19.
Pada Januari 2021, para ilmuwan di Brasil melaporkan ada dua pasien yang terinfeksi dua varian Virus Corona secara bersamaan, tetapi penelitian tersebut belum dipublikasikan dalam jurnal ilmiah.
Dalam komentarnya penelitian tersebut, Lawrence Young, seorang ahli virologi dan Profesor Onkologi Molekuler di Warwick University, mengatakan tidak mengejutkan bahwa seseorang bisa terinfeksi lebih dari satu jenis virus.
"Studi ini menyoroti perlunya lebih banyak penelitian untuk menentukan apakah infeksi dengan berbagai varian yang menjadi perhatian memengaruhi proses klinis COVID-19 dan apakah ini dengan cara apa pun membahayakan kemanjuran vaksinasi," papar Young.
Advertisement