Berkaca dari Afghanistan, Presiden Joe Biden Setop Peran AS Jadi Polisi Global

Berkaca dari Afghanistan, Presiden Joe Biden ingin menghentikan peran AS sebagai polisi dunia --sebuah kebijakan luar negeri tipikal yang telah diterapkan negara itu sejak berdekade lamanya

oleh Hariz Barak diperbarui 06 Sep 2021, 08:00 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2021, 08:00 WIB
FOTO: Joe Biden Resmi Akhiri Perang Amerika Serikat di Afghanistan
Presiden Amerika Serikat Joe Biden berbicara tentang berakhirnya perang di Afghanistan dari Ruang Makan Negara Gedung Putih, Washington, Amerika Serikat, Selasa (31/8/2021). Joe Biden resmi mengakhiri perang Amerika Serikat di Afghanistan. (AP Photo/Evan Vucci)

Liputan6.com, D.C - "Amerika sudah kembali," adalah salah satu slogan Presiden Joe Biden saat ia maju dalam pilpres 2020 lalu. Tetapi, kepergian Amerika Serikat dari Afghanistan menunjukkan Amerika tidak akan kembali ke bisnis seperti biasa.

Di luar trauma evakuasi Kabul, Biden mengajukan penarikan kebijakan yang jauh lebih luas: penghentian penggunaan sumber daya militer AS yang luas untuk memaksakan ketertiban dan nilai-nilai AS di dunia.

Dengan kata lain, Presiden Biden ingin menghentikan peran AS sebagai polisi dunia --sebuah kebijakan luar negeri tipikal yang telah diterapkan negara itu sejak berdekade lamanya, demikian seperti dikutip dari AFP, Sabtu (4/9/2021).

"Keputusan tentang Afghanistan ini bukan hanya tentang Afghanistan," kata Biden dalam apa yang dilihat banyak orang sebagai pidato bersejarah pada hari Selasa. "Ini tentang mengakhiri era operasi militer besar untuk (terlibat di) negara lain."

"Hak asasi manusia akan menjadi pusat kebijakan luar negeri kita tetapi cara untuk melakukannya bukan melalui penyebaran militer tanpa akhir," katanya. "Strategi kami harus berubah."

Benjamin Haddad, direktur Pusat Eropa di Dewan Atlantik dan seorang ahli hubungan transatlantik, menyebut pidato itu "salah satu penolakan paling fasih terhadap internasionalisme liberal oleh presiden AS mana pun dalam beberapa dekade terakhir."

Bagi orang-orang Amerika yang suka membayangkan negara mereka menjadi negara adidaya yang unik dan tak terkalahkan --pemenang Perang Dingin, intervensionis militer tiada henti yang luar biasa nan luas dari Irak ke Afrika-- maka, pernyataan Presiden Biden itu adalah kejutan.

Namun, bagi sebagian besar jajak pendapat, kebijakan baru Joe Biden kemungkinan akan populer.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kebijakan Biden Tidak Sama seperti Trump

Presiden AS Donald Trump di Bagram Air Base, Afghanistan, Kamis 28 November 2019 (Alex Brandon / AP PHOTO)
Presiden AS Donald Trump di Bagram Air Base, Afghanistan, Kamis 28 November 2019 (Alex Brandon / AP PHOTO)

Pernyataan Biden yang menarik militer AS dari peran internasionalisme-nya mungkin akan memicu kritik, menyamakannya seperti apa yang diinginkan pendahulu Biden, presiden Donald Trump yang juga ingin meminimalisir peran AS di kancah global.

Namun, pengamat menilai bahwa kebijakan yang diambil Biden adalah langkah yang tepat dan bijak.

Langkah itu adalah apa yang mungkin diharapkan oleh banyak orang AS yang ingin melihat akhir dari peran militer AS dalam mencampuri urusan negara lain --bukannya justru mengakhiri komitmen AS pada dunia untuk melawan perubahan iklim, seperti apa yang dilakukan oleh Trump ketika menarik Amerika dari Perjanjian Iklim Paris.

"Publik tidak ingin AS berkomitmen pada peran internasional yang besar sebagaimana yang mereka lakukan pada 1950an - 1990an (era Perang Dingin)," jelas Charles Franklin, profesor di Marquette Law School dan direktur jajak pendapat Marquette.

Mengenai Afghanistan khususnya, jajak pendapat menunjukkan dukungan kuat untuk keluar – 77 persen, menurut jajak pendapat Washington Post-ABC News yang baru. Ini menunjukkan dukungan pada kebijakan Biden, meski implementasinya tak berjalan mulus seperti yang diharapkan.

Pengamat juga menilai bahwa pemerintahan Biden bergerak cepat untuk menempatkan Washington kembali di panggung diplomasi antara negara-negara besar dan isu krusial, seperti Iran dengan kebijakan nuklirnya, kesepakatan iklim, dan aliansi tradisional seperti NATO.


Tetap Membuat Gugup Sekutu

FOTO: Inggris Kirim Pasukan Evakuasi Warganya dari Afghanistan
Pasukan Inggris dari Brigade Serangan Udara ke-16 tiba di Kabul, Afghanistan, Minggu (15/8/2021). Inggris mengirim 600 pasukan dalam Operasi PITTING untuk mengevakuasi warganya dari Afghanistan di tengah situasi keamanan yang memburuk. (Leading Hand Ben Shread/MOD via AP)

Namun, beberapa sekutu AS tetap merasa gugup dengan perubahan kebijakan Presiden Biden, kata analis.

Tricia Bacon, seorang ahli kontra-terorisme di departemen hukum Universitas Amerika, mengatakan kepada AFP bahwa sekutu merasa "frustrasi" atas kurangnya koordinasi dalam kepergian AS dari Afghanistan.

"Pesan AS harus sangat konsisten untuk mendapatkan kembali kredibilitas yang hilang di antara para sekutu," katanya.

Dan, Imad Harb, direktur penelitian di Arab Center di Washington, mengatakan mitra Eropa bukan satu-satunya yang bertanya-tanya.

"Rezim Arab yang terbiasa dengan hubungan dekat dengan Amerika Serikat harus khawatir tentang apa yang terjadi di Afghanistan," tulisnya di situs web think tank.

"Biden mungkin akhirnya menarik tirai pada intervensi militer Amerika di Timur Tengah yang lebih luas," kata Harb.

Menyebut pidato biden pasca-penarikan "serius," Harb mengatakan "kontur 'Doktrin Biden' yang jelas akan menabur "gentar" di seluruh wilayah yang selama dua dekade tidak mengenal realitas lain selain intervensi AS.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya