Kepala WHO Sebut Kesenjangan Vaksin COVID-19 Global Adalah 'Skandal'

Kepala WHO mengatakan bahwa kesenjangan distribusi dan akses vaksin COVID-19 di seluruh dunia menjadi sebuah skandal.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Nov 2021, 08:00 WIB
Diterbitkan 14 Nov 2021, 08:00 WIB
Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) (AP Photo)
Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) (AP Photo)

Liputan6.com, New York - Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Jumat (12/11) mengatakan bahwa kesenjangan dalam distribusi dan akses vaksin COVID-19 di seluruh dunia "menjadi sebuah skandal yang harus dihentikan sekarang."

"Setiap hari ada enam kali lipat (vaksin) booster yang diberikan secara global dibanding dosis pertama di negara-negara berpenghasilan rendah," kata Tedros saat konferensi pers, Jumat 12 November 2021 sebagaimana diwartakan Anadolu Ajansi, dikutip dari Antara, Minggu (13/11/2021).

Kesenjangan global paling kentara di Afrika, yang baru 6 persen dari populasinya mendapatkan vaksin lengkap, menurut data WHO terkini.

WHO juga sedang bergelut dengan krisis COVID-19 baru di Eropa. Hampir 2 juta kasus baru tercatat di benua tersebut dalam sepekan terakhir - tertinggi dalam sepekan di Afrika sejak awal pandemi.

Badan kesehatan PBB itu berencana memvaksin 40 persen populasi di setiap negara hingga akhir 2021. Namun, pihaknya menyebutkan bahwa perlu 550 juta dosis tambahan untuk memenuhi target tersebut.

 

Beberapa Negara Mulai Serukan Vaksin Booster

WHO Umumkan Virus Corona Pandemi Global
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus berbicara dalam sebuah konferensi pers di Jenewa, 11 Maret 2020. WHO menyatakan wabah COVID-19 dapat dikategorikan sebagai "pandemi" karena virus tersebut telah menyebar semakin luas ke seluruh dunia. (Xinhua/Chen Junxia)

Ketika vaksin belum terdistribusi secara merata, sejumlah negara telah mewacanakan pemberian vaksin dosis ke-3 atau vaksin booster selambat-lambatnya tahun depan.

Jerman mewacanakan hal tersebut menyusul lonjakan kasus eksponensial di negaranya.

Indonesia juga mewacanakan hal serupa, setidak-tidaknya setelah 50% sasaran vaksinasi telah memperoleh dua dosis penuh.

Beberapa negara dengan tingkat vaksinasi yang tinggi telah mewacanakan hal serupa.

Namun, kebijakan itu menimbulkan pertanyaan etis, mengingat masih banyak negara berpenghasilan rendah yang kesulitan bahkan untuk sekedar mengamankan stok vaksin.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya