Benjamin Netanyahu Menang Pemilu dan Jadi PM Israel Lagi, Transisi Kekuasaan Disiapkan

Hasil pemilu yang dirilis komisi pemilihan umum Israel menyatakan bahwa dengan 99 persen suara selesai dihitung, Benjamin Netanyahu dan sekutu sayap kanannya telah mengamankan suara mayoritas.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 04 Nov 2022, 08:33 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2022, 08:33 WIB
PM Israel Benjamin Netanyahu
PM Israel Benjamin Netanyahu (Abir Sultan/Pool Photo via AP)

Liputan6.com, Yerusalem - Benjamin Netanyahu akan kembali menjadi PM Israel. Hasil pemilu yang dirilis komisi pemilihan umum Israel menyatakan bahwa dengan 99 persen suara selesai dihitung, Netanyahu dan sekutu sayap kanannya telah mengamankan suara mayoritas.

"Mantan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan sekutu sayap kanannya memastikan kemenangan sekaligus suara mayoritas di parlemen setelah pemungutan suara pemilu dua hari lalu," kata komisi pemilihan umum Israel pada Kamis 3 November 2022 seperti dikutip dari VOA Indonesia.  

Hasil pemilu Israel yang dirilis komisi tersebut menyatakan bahwa dengan 99 persen suara selesai dihitung, Netanyahu dan sekutu sayap kanannya telah mengamankan suara mayoritas.

Dengan 32 kursi Partai Likud pimpinan Netanyahu, 18 kursi Partai ultra-Ortodoks dan 14 kursi bagi aliansi sayap kanan Religious Zionism, blok sayap kanan itu berhasil mengumpulkan 64 kursi. Di sisi lain, blok tengah pimpinan Perdana Menteri Yair Lapid mengumpulkan 51 kursi.

Komisi pemilu Israel menambahkan, hasil resmi dan hasil akhir akan disampaikan kepada presiden Israel pada Rabu (9/11) mendatang.

Netanyahu, 73 tahun, akan kembali berkuasa setelah selama 14 bulan menjadi oposisi. Ia masih akan menghadapi persidangan kasus dugaan korupsi, yang ia bantah, Senin 7 November mendatang.

Ucapan Selamat dari Pesaing

Perdana Menteri Yair Lapid telah menelepon pesaingnya, Netanyahu, untuk memberikan ucapan selamat pada hari Kamis. Ia mengatakan kepada "seluruh kantornya untuk mempersiapkan transisi kekuasaan secara teratur,” demikian pernyataan kantornya.

Pengakuan kekalahan Lapid memastikan pembentukan pemerintahan yang paling berhaluan kanan dalam sejarah Israel oleh Netanyahu, sekaligus mengakhiri masa kebuntuan politik Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Hasil pemilu yang dirilis komisi pemilihan umum Israel juga menunjukkan bahwa partai kecil berhaluan kiri, Partai Meretz, mengalami penurunan suara hingga di bawah ambang batas 3,25 persen untuk bisa memiliki minimal empat kursi di parlemen.

Israel Gelar Pemilu Lagi, Sementara Krisis Politik Berlanjut

Jelang Pemilu Israel, PM Netanyahu Takut Kalah
Tokoh konservatif Israel dari Partai Likud ini memprediksi, dirinya kalah dalam pesta demokrasi yang akan diselenggarakan 17 Maret 2015.

Untuk kelima kalinya sejak 2019, warga Israel memberikan suara dalam pemilihan nasional hari Selasa 1 November. Pemilu ini diharapkan dapat memecahkan kebuntuan politik yang telah melumpuhkan Israel selama 3,5 tahun ini.

Meskipun biaya hidup melonjak, ketegangan Israel-Palestina terus mendidih dan Iran masih menjadi ancaman utama, isu utama dalam pemilu itu sekali lagi adalah mengenai mantan pemimpin Benjamin Netanyahu dan kesiapannya untuk memimpin di tengah-tengah tuduhan korupsi. Pesaing utamanya adalah orang yang menyingkirkannya tahun lalu, penjabat PM Yair Lapid yang berhaluan tengah.

Berbagai jajak pendapat telah memperkirakan hasil serupa: kebuntuan. Tetapi pemain baru yang berpengaruh berpotensi menimbulkan perubahan dalam pemilu ini. Itamar Ben-Gvir, politisi ekstrem kanan terkemuka, melonjak popularitasnya dalam jajak pendapat belakangan ini dan berupaya mengambil sikap lebih keras terhadap Palestina jika ia membantu Netanyahu meraih kemenangan.

Dengan mantan sekutu serta orang-orang didikannya menolak duduk di pemerintahannya sewaktu ia diadili, Netanyahu tidak mampu membentuk pemerintah mayoritas di Knesset, parlemen Israel, yang beranggotakan 120 orang. Lawan-lawannya, dari partai-partai dengan ideologi beragam, sama-sama tidak mampu meraih 61 kursi yang diperlukan untuk berkuasa.

Kepercayaan Warga Israel Terkikis

Saat Warga Yahudi Ultra Ortodoks Beri Suara dalam Pemilu Israel
Anak-anak menyaksikan pria Yahudi ultra-Ortodoks memberikan suaranya selama pemilihan parlemen Israel di Yerusalem (9/4). Warga Israel hari ini memberikan suara dalam pemilihan tingkat tinggi yang akan memutuskan masa jabatan PM Benjamin Netanyahu. (AFP Photo/Menahem Kahana)

Kebuntuan itu telah menjerumuskan Israel ke dalam krisis politik yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang mengikis kepercayaan warga Israel terhadap demokrasi, kelembagaan dan para pemimpin politik mereka. “Rakyat telah bosan dengan Instabilitas, oleh fakta bahwa pemerintah tidak membawa kebaikan,” kata Yohanan Plesner, mantan legislator yang kini memimpin lembaga kajian di Yerusalem, Israel Democracy Institute.

Didukung oleh para pengikutnya, Netanyahu, 73, telah menolak seruan untuk mundur oleh lawan-lawannya yang mengatakan orang yang sedang diadili karena penipuan, pelanggaran kepercayaan dan menerima suap tidak dapat memerintah. Netanyahu membantah melakukan pelanggaran, tetapi detail memalukan dari persidangannya kerap menjadi berita di halaman depan.

Dalam politik Israel yang terfragmentasi, tidak ada partai tunggal yang pernah meraih mayoritas di parlemen, dan membentuk koalisi diperlukan agar dapat memerintah. Jalur yang paling memungkinkan bagi Netanyahu untuk menjadi perdana menteri memerlukan aliansi dengan partai-partai ultranasionalis ekstremis dan ultra-Ortodoks.

Tuntutan Partai

Saat Warga Yahudi Ultra Ortodoks Beri Suara dalam Pemilu Israel
Pria Yahudi ultra-Ortodoks memasukan surat suaranya selama pemilihan parlemen Israel di Yerusalem (9/4). Warga Israel hari ini memberikan suara dalam pemilihan tingkat tinggi yang akan memutuskan masa jabatan PM Benjamin Netanyahu meskipun ada dugaan korupsi yang dilakukannya. (AFP Photo/Menahem Kah

Partai-partai ultranasionalis ekstremis dan ultra-Ortodoks akan menuntut posisi kunci dalam pemerintahan Netanyahu, dan beberapa telah berjanji akan memberlakukan reformasi yang dapat menghilangkan masalah hukum Netanyahu.

Partai ultranasionalis Religious Zionism telah berjanji akan mendukung legislasi yang akan mengubah UU, melemahkan peradilan dan dapat membantu Netanyahu menghindari vonis bersalah. Kandidat utamanya yang provokatif, Ben-Gvir, ingin mendeportasi para legislator Arab dan ia adalah murid rabi rasis yang dibunuh pada tahun 1990. Ben-Gvir, yang menjanjikan sikap lebih keras terhadap para penyerang Palestina, pekan ini mengumumkan ia akan meminta posisi di kabinet yang mengawasi kepolisian.

Para pengecam menyatakan khawatir atas apa yang mereka anggap sebagai ancaman destruktif terhadap demokrasi Israel.

Infografis Israel melanggar hukum internasional
Infografis Israel melanggar hukum internasional (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya