Liputan6.com, Jakarta - Kasus-kasus pelanggaran HAM masih terus terjadi di Myanmar akibat tindakan junta militer. Menjelang akhir 2022, PBB menyebut kondisi di Myanmar sudah berubah dari "parah" menjadi "mengerikan".
Pada Januari 2023, PBB juga mendorong komunitas internasional untuk mendukung kelompok National Unity Government (NUG) atau Pemerintah Persatuan Nasional, serta agar jangan mengakui legitimasi junta militer Myanmar.
Advertisement
Baca Juga
Akan tetapi, Mantan Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa meminta agar ASEAN tidak mengucilkan junta yang berkuasa di Myanmar, terutama dalam konteks ASEAN 2023.
Pasalnya, ia menilai pengucilan itu justru bisa menguntungkan pihak junta.
"Bahwasannya saat ini junta tidak diundang ke ASEAN Summit, saya kira itu penting dan perlu demikian. Itu sikap yang benar. Namun faktanya ini membuat mereka tidak bisa dimintakan pertanggungjawabannya," ujar Marty Natalegawa kepada wartawan usai acara Simposium Perayaan 50 Tahun Hubungan Diplomatik ASEAN-Jepang, Jakarta, Senin (13/2/2023).
"Sekarang mereka keenakan. Bagi junta Myanmar, isolation is their comfort zone. Mereka dikucilkan, mereka justru tenang-tenang saja," lanjutnya.
Marty berkata ada banyak cara-cara yang bisa ditempuh ASEAN untuk memberikan teguran kepada junta Myanmar, salah satunya dengan menyediakan kursi Myanmar di ASEAN kepada National Unity Government yang pro-demokrasi.
"Itu pasti membuat juntanya mikir lagi apakah sikap mereka itu tidak tanpa cost. Jadi ada konsekuensi dari kekerasan kepala mereka," jelas Marty.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan bahwa pendekatan ASEAN tetap memakai pendekatan Five-Point of Consensus (5PC) untuk isu Myanmar. Saat Marty ditanya apakah Five-Point of Consensus (5PC) masih belum efisien, ia menjelaskan bahwa 5PC tetap hal yang diperlukan untuk "mengikat" junta militer Myanmar.Â
Marty turut mendukung supaya ASEAN bisa mengirim tim untuk memonitor apakah Myanmar menegakkan 5PC, terutama poin pertama tentang pencegahan kekerasan.Â
"Bahkan bisa mendorong Dewan Keamanan PBB, misalnya, untuk memberikan suatu otorisasi kepada ASEAN untuk menciptakan kapasitas untuk memonitor pelaksanaan dari poin pertama dari Five-Point of Consensus tersebut," ucap Marty.
AS Puji Kebijakan ASEAN di Myanmar, Dukung Five-Point Consensus
Sebelumnya dilaporkan, pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat memberikan pujian kepada usaha ASEAN dalam membantu situasi di Myanmar. Five-Point Consensus (Konsensus Lima Poin) yang selama ini belum efektif juga diberikan pujian oleh AS.
Pihak AS pun mengaku siap membantu ASEAN, terutama Indonesia selaku Ketua ASEAN 2023, untuk mencari solusi atas isu Myanmar yang hingga kini negara itu masih dikuasai militer.Â
"Kami berkomunikasi terus-menerus dengan para kolega kami di ASEAN tentang pendekatan kolektif mereka pada krisis ini. Kami secara tegas mendukung Five-Point Consensus, dan kami sangat menanti untuk bekerja dengan Indonesia sebagai ketua di ASEAN tahun ini," ujar Konselor Kemlu AS Derek Chollet dalam media briefing melalui telepon, Rabu (2/1).
Lebih lanjut, Chollet turut mengapresiasi langkah ASEAN yang tidak melibatkan Myanmar dalam level politik dalam ASEAN 2023. AS berkata langkah itu juga patut dipuji.
"Saya pikir ASEAN pantas mendapat banyak pujian karena mengutamakan pendirian yang sangat prinsipil dan kuat untuk memastikan bahwa Myanmar tidak diwakili pada level politik di pertemuan level senior. Saya tahu itu bukan konsensus yang mudah untuk dipegang, tetapi ASEAN terus memegangnya, dan saya percaya ASEAN pantas dipuji karena melakukan hal tersebut," lanjut Chollet.
Hal lain yang disorot Chollet adalah hubungan AS-ASEAN yang semakin mesra dalam dua tahun terakhir. AS juga disebut siap bekerja dengan ASEAN untuk menyediakan bantuan kemanusiaan dan mencari jalan keluar di krisis Myanmar.Â
Chollet juga mengingatkan bahwa AS telah memberikan sanksi berat ke junta militer Myanmar, sehingga berdampak ke ekonomi, serta menyulitkan junta militer mendapat senjata.
"Kami pikir sangat penting untuk mencoba memastikan bahwa junta memiliki cara yang lebih sedikit untuk mendapatkan persenjataan, meraih untung, atau meraih legitimasi," tegas Chollet.
Advertisement
Junta Militer Myanmar Perpanjang Status Keadaan Darurat, Pemilu Ditunda
Beberapa waktu sebelumnya, junta militer Myanmar pada Rabu (2/2/2023) mengumumkan perpanjangan status keadaan darurat yang diberlakukan ketika mereka merebut kekuasaan dua tahun lalu, sebuah langkah yang memundurkan rencana untuk menggelar pemilu pada Agustus mendatang.
Pengumuman di televisi MRTV yang dikelola negara mengatakan Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional (NDSC), yang bertemu pada Selasa (1/2), memutuskan memperpanjang keadaan darurat selama enam bulan lagi karena negara masih dalam situasi yang tidak normal dan waktu diperlukan untuk mempersiapkan pemilu yang damai dan stabil. Demikian seperti dikutip dari VOA, Jumat (3/2).
Tidak ada tanggal pasti yang diumumkan untuk pemilu Myanmar. Namun, laporan pada Rabu menyebutkan, pemilu akan diadakan setelah status keadaan darurat dicabut.
Status keadaan darurat memungkinkan militer untuk menjalankan semua fungsi pemerintahan, memberi Min Aung Hlaing kekuasaan legislatif, yudikatif, dan eksekutif.
Pengumuman perpanjangan status keadaan darurat tepat pada peringatan dua tahun kudeta dipandang sebagai pengakuan bahwa militer telah gagal memadamkan oposisi yang meluas terhadap kekuasaan militer, termasuk perlawanan bersenjata yang semakin menantang serta protes dan pembangkangan sipil.
Media pemerintah mengatakan bahwa pertemuan NDSC pada Selasa membahas bagaimana kelompok oposisi berusaha merebut kekuasaan melalui "cara paksa yang salah" termasuk pembunuhan, pengeboman, dan penghancuran properti negara.
Konstitusi menetapkan bahwa untuk mengadakan pemilu, militer harus mengalihkan fungsi pemerintahan kepada presiden, yang mengepalai NDSC, enam bulan sebelum pemungutan suara. Dalam kasus ini, penjabat presiden adalah Myint Swe, sekutu militer.
 Â
Â
Respons NUG
Juru bicara Pemerintah Persatuan Nasional, yang bertindak sebagai pemerintah bayangan yang menentang kekuasaan militer, mengatakan perpanjangan itu tidak mengherankan karena mereka sudah menduga bahwa junta militer akan mengambil tindakan untuk memperkuat kontrolnya tepat pada peringatan dua tahun kudeta.
Nay Phone Latt mengatakan lewat pesan teks bahwa kelompoknya dan sekutunya mendapat dukungan dari publik, yang tekadnya akan berlanjut sampai "revolusi" tercapai.
Militer mengatakan kudeta pada tahun 2021 dipicu oleh kecurangan pemungutan suara besar-besaran dalam pemilu November 2020, meskipun pemantau pemilu independen tidak menemukan penyimpangan besar. Partai Liga Nasional untuk Demokrasi Suu Kyi menang telak untuk masa jabatan kedua dalam pemilu tersebut.
Kritikus mengatakan pemilihan yang direncanakan militer tidak akan bebas atau adil karena sebagian besar pemimpin partai Aung San Suu Kyi telah ditangkap, bersembunyi, atau diasingkan. Aung San Suu Kyi sendiri dipaksa menjalani hukuman 33 tahun penjara setelah dinyatakan bersalah dalam serangkaian tuntutan politis.
Advertisement