Jepang Terancam Musnah Akibat Angka Kelahiran Anjlok

Tahun lalu, jumlah kematian di Jepang dua kali lebih banyak daripada kelahiran.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 09 Mar 2023, 16:02 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2023, 16:02 WIB
Suasana Malam di Tokyo Jelang Pemberlakuan Pembatasan Baru
Orang-orang yang memakai masker berjalan di distrik Shibuya di Tokyo (19/1/2022). Pemerintah Jepang menyetujui pembatasan virus corona baru di sebagian besar negara, termasuk ibu kota untuk memerangi rekor infeksi yang dipicu oleh varian Omicron. (AFP/Behrouz Mehri)

Liputan6.com, Tokyo - Jepang akan musnah jika tidak dapat memperlambat penurunan angka kelahiran. Hal tersebut ditegaskan oleh penasihat Perdana Menteri Fumio Kishida.

"Jika kita terus seperti ini, negara ini akan hilang," kata Masako Mori dalam wawancara di Tokyo setelah Jepang mengumumkan pada 28 Februari jumlah bayi yang lahir tahun lalu merosot ke rekor terendah, seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (9/3/2023).

"Orang-orang yang harus menjalani proses penghilangan inilah yang akan menghadapi kerugian besar. Itu penyakit mengerikan yang akan menimpa anak-anak itu."

Tahun lalu, jumlah kematian di Jepang dua kali lebih banyak daripada kelahiran. Angka kelahiran kurang dari 800 ribu, sementara angka kematian mencapai 1,58 juta.

PM Kishida berjanji untuk menggandakan jaminan bagi anak-anak dan keluarga sebagai upaya mengendalikan penurunan kelahiran, yang bahkan lebih cepat dari perkiraan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tidak Cukup dengan Meningkatkan Tunjangan

Tokyo Bukukan Rekor Baru Kasus COVID-19
Orang-orang yang memakai masker melintasi persimpangan di Tokyo Kamis (5/8/2021). Tokyo pada hari Kamis melaporkan 5.042 kasus virus corona baru, rekor tertinggi harian terbaru sejak pandemi Covid-19 dimulai, di saat ibu kota Jepang menjadi tuan rumah Olimpiade. (AP Photo/Kantaro Komiya)

Populasi Jepang telah turun menjadi 124,6 juta dari puncaknya lebih dari 128 juta pada tahun 2008 dan laju penurunan itu semakin tajam. Sementara itu, proporsi orang berusia 65 tahun ke atas melonjak lebih dari 29 persen tahun lalu.

"(Penurunan) itu tidak secara bertahap, langsung turun begitu saja," tutur Mori. "Penurunan berarti anak-anak yang lahir sekarang akan terlempar ke dalam masyarakat yang terdistorsi, menyusut, dan kehilangan kemampuannya untuk berfungsi."

"Jika tidak ada yang dilakukan, sistem jaminan sosial akan runtuh, kekuatan industri dan ekonomi akan menurun, serta tidak akan ada cukup rekrutan Pasukan Bela Diri untuk melindungi negara."

Mori mengakui bahwa situasi sekarang sangat sulit mengingat penurunan juga terjadi pada jumlah wanita usia subur.

PM Kishida belum mengumumkan detail dari paket pengeluaran terbarunya, tetapi dilaporkan paket itu berada pada dimensi yang berbeda dari kebijakan sebelumnya. Sejauh ini, dia telah menyinggung soal peningkatan tunjangan anak, peningkatan penyediaan pengasuhan anak, dan perubahan gaya kerja.

Namun, para kritikus berpendapat membuang uang pada keluarga yang memiliki anak tidak cukup untuk mengatasi masalah tersebut.

Sebuah makalah dari panel pemerintah tentang kesetaraan gender mengatakan, diperlukan perubahan menyeluruh yang mencakup pengurangan beban perempuan dalam membesarkan anak dan mempermudah perempuan untuk berpartisipasi dalam angkatan kerja setelah melahirkan.

Infografis Naruhito Kaisar Baru Jepang
Infografis Naruhito Kaisar Baru Jepang. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya